BAGHDAD (Arrahmah.id) – Komunitas Syiah di seluruh Irak memperingati Asyura pada Jumat (28/7/2023) salah satu perayaan terpenting yang menandai syahidnya cucu Nabi Muhammad, Hussein.
Asyura jatuh pada hari kesepuluh Muharram, bulan pertama dalam kalender Islam. Dalam sepuluh hari menjelang Asyura, Syiah (biasanya di bawah subsekte Imam Dua Belas) menghadiri balai pertemuan yang dikenal sebagai Hussainiyat untuk mendengarkan kisah-kisah religius dan ikut berdoa.
Kamis malam, 27 Juli, Syiah berkumpul di Hussainiyeh Kota Sulaimaniyah untuk berduka atas kesyahidan Hussein.
“Asyura tahun ini menandai 1.384 tahun sejak syahidnya Imam Hussein. Kami memperingati hari ini sesuai Sunnah Nabi dan Ahlul Bait,” Saaid Isa Barzinji, perwakilan dari Agung Dewan Islam di Sulaimaniyah, kepada The New Arab.
“Nabi kita Muhammad telah mengatakan dalam hadits yang benar, ‘Hussein dari saya, dan saya dari Hussein. Allah mencintai siapa saja yang mencintai al-Hasan dan al-Hussein.”
Peserta lain, Dr Abdulamir Hussein, memuji mendiang Jalal Talabani, mantan presiden Irak, karena mendirikan Hussainiyeh di Sulaimaniyah. Dia mengatakan tanpa Hussainiyeh, minoritas Syiah di kota itu tidak bisa menandai upacara keagamaan mereka.
Ditanya apa pendapatnya tentang orang-orang Syiah yang mengutuk istri Nabi, Aisyah, Khalifah pertama dan kedua Abu Bakar Ash Shiddiq dan Umar bin Khattab, Hussein berkata, “Saya pikir mereka bodoh karena kutukan hanya akan menyebabkan perpecahan di antara orang-orang Muslim.”
Hussein diyakini tewas dalam pertempuran oleh pasukan yang setia kepada kekhalifahan yang berkuasa pada 680 M. Di antara adegan yang paling dikenal adalah prosesi memperingati kematian Hussein, para pelayat berpakaian serba hitam, dan beberapa pelayat mencambuk punggung mereka.
Jutaan Syiah Irak berkumpul di Karbala dan Najaf untuk meratapi pembunuhan Hussien.
Dalam sebuah tweet, pendeta Syiah Moqtada Sadr mengutuk jiwa Yazid dan Muawiyah dan pengikut mereka, menggambarkan mereka sebagai “pembunuh Hussien”.
Pengikut Sadr telah menandai hari itu dengan mengenakan peti mati putih dan meneriakkan slogan-slogan untuk mendukung Sadr, dan Al-Qur’an, sebuah indikasi bahwa Sadr mungkin kembali ke arena politik. (zarahamala/arrahmah.id)