JAKARTA (Arrahmah.com) – Mantan wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK), menolak tudingan yang menyebut Indonesia sebagai negara yang intoleran terhadap umat beragama. JK menyebut pernyataan intoleransi yang terlontar di forum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) itu bukan atas nama lembaga internasional itu, melainkan perorangan.
“Orang berbicara disitu bukan atas nama institusi PBB. Jadi, tidak ada-lah intoleransi di Indonesia,” ujar Jusuf Kalla di Masjid istiqlal, Jakarta Pusat, Senin (4/6).
Menurut ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) ini, tidak mungkin PBB mengatakan Indonesia adalah negara yang intoleran terhadap umat beragama. JK menilai tudingan tersebut datang dari sisi perorangan dan bukan atas nama forum internasional itu.
” Di Amerika saja mana boleh orang sembarangan bikin masjid,” kata JK.
Jika di Amerika tidak boleh sembarangan membangun tempat ibadah termasuk masjid, maka lain halnya di Indonesia yang tingkat pembangunan masjidnya cukup tinggi dibandingkan negara lain.
JK menyebut, jika intoleransi tersebut terkait dengan kasus batalnya konser Lady Gaga, maka hal itu tidak bisa dijadikan tolak ukur dengan menyebut Indonesia sebagai negara yang intoleran. JK menilai juga tidak mungkin. Pasalnya, di mana-mana konser Lady Gaga mendapat protes. “Seperti di China, Filipina dan negara lainnya. Jadi di mana-mana negara lain masalah itu ada saja. Masing-masing punya masalah,” kata Ketua Umum Palang Merah Indonesia itu.
“Jadi tidak ada menurut saya tudingan intoleran itu. Salah tudingan itu,” ujarnya.
Sebelumnya, Kelompok Kerja sesi dalam sidang tinjauan periodik universal (Universal Periodic Review – UPR) di Dewan HAM Perserikatan Bangsa Bangsa mencatat sejumlah hal yang harus diperhatikan. Salah satunya adalah mempertanyakan beberapa upaya yang diambil untuk menanggapi intoleransi religius di Indonesia dan dalam melindungi hak-hak kaum minoritas religius.
Terkait isu itu, para delegasi negara yang berpartisipasi dalam sesi UPR Indonesia itu selanjutnya memberi sejumlah rekomendasi. Ini termasuk perlunya memperkuat upaya untuk menjamin setiap serangan atas orang-orang dari minoritas religius diselidiki secara benar dan mereka yang bertanggung jawab harus diadili.
Para delegasi juga menyarankan agar Indonesia “sesegera mungkin menerapkan Undang-undang Kerukunan Umat Beragama yang masih dibahas [di DPR],” demikian keterangan dari UNIC, 24 Mei 2012.
Selain itu, para delegasi meminta Indonesia menggelar pelatihan dan kampanye kepedulian mengenai kebebasan beragama bagi birokrat tingkat provinsi dan daerah tingkat dua.
Namun, dalam keterangan pers, UNIC menyatakan bahwa pernyataan itu, walau sudah dipublikasikan untuk media, belum menjadi sikap resmi sidang Dewan HAM PBB. (bilal/arrahmah.com)