WASHINGTON (Arrahmah.id) – Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menolak untuk menggambarkan rakyat Palestina di Tepi Barat sebagai orang yang hidup di bawah pendudukan dalam sebuah percakapan yang memanas antara seorang juru bicara dan wartawan.
Ketika ditanya “bagaimana status rakyat Palestina di Tepi Barat termasuk Jenin,” Wakil Juru Bicara Utama Vedant Patel menghindari menggunakan kata pendudukan, dan sebaliknya mengatakan: “Sangat penting bagi kedua belah pihak untuk mengambil tindakan untuk mencegah kerugian yang lebih besar, dan kami mengutuk kekerasan, eskalasi, atau provokasi apa pun.”
Ini terjadi pada hari yang sama (26/1/2023) ketika pasukan pendudukan “Israel” membunuh 10 orang Palestina dalam salah satu hari paling mematikan di Tepi Barat yang diduduki. Dalam serangan di Jenin, sedikitnya 20 orang lainnya terluka oleh peluru tajam, lansir The New Arab (31/1).
Setelah ditanya oleh Said Arikat dari surat kabar Al-Quds mengenai status dan keamanan warga Palestina, Patel kembali mengulang pertanyaan yang sama: “Kami percaya bahwa ada kebutuhan mendesak bagi semua pihak untuk meredakan ketegangan dan bekerja sama untuk memperbaiki situasi keamanan di Tepi Barat.”
Keesokan harinya (27/1), tujuh warga “Israel” terbunuh dan 10 lainnya terluka dalam serangan penembakan di sebuah sinagog oleh seorang pria bersenjata Palestina di pinggiran Yerusalem.
Serangan tersebut segera dikutuk oleh pemerintah AS.
Ketika ditanya tentang siapa yang “menjamin” keamanan dan kesetaraan warga Palestina oleh Arikat, Juru Bicara Patel mengatakan: “Kami sudah sangat jelas dan kami percaya bahwa ada kebutuhan mendesak bagi semua pihak untuk meredakan ketegangan dan bekerja sama untuk memperbaiki situasi keamanan di Tepi Barat.”
“Israel” telah menduduki Tepi Barat sejak 1967. Pemukiman “Israel” di wilayah tersebut ilegal menurut hukum internasional.
Tahun 2022 merupakan tahun paling mematikan bagi warga Palestina yang tinggal di wilayah pendudukan sejak Intifada Kedua.
Setidaknya 2022 orang tewas dalam serangan “Israel”, termasuk 48 anak. Dari total korban tewas, 167 orang berasal dari Tepi Barat dan Yerusalem Timur, dan 53 orang dari Jalur Gaza. (haninmazaya/arrahmah.id)