LIBANON (Arrahmah.id) – Seorang wartawan Reuters yang tewas dalam serangan di dekat perbatasan Israel-Libanon sengaja dijadikan target bersama enam pekerja media lainnya yang terluka dalam serangan tersebut, demikian ungkap Reporters Without Borders (RSF).
Jurnalis video Issam Abdallah (37), terbunuh di Libanon selatan pada 13 Oktober ketika sedang meliput pertempuran antara militer “Israel” dan kelompok bersenjata Hizbullah Libanon.
Enam wartawan lainnya, termasuk juru kamera Al Jazeera Elie Brakhia dan reporter Carmen Joukhadar, terluka ketika dua amunisi menghantam desa Alma al-Shaab secara beruntun.
“Dua serangan di tempat yang sama dalam waktu yang singkat (lebih dari 30 detik), dari arah yang sama, jelas menunjukkan penargetan yang tepat,” kata RSF pada Ahad (29/10/2023), mengutip hasil awal investigasi yang didasarkan pada rekaman video dan analisis balistik, lansir Al Jazeera.
“Tidak mungkin para jurnalis itu disalahartikan sebagai kombatan, terutama karena mereka tidak bersembunyi: untuk mendapatkan pandangan yang jelas, mereka berada di tempat terbuka selama lebih dari satu jam, di puncak bukit. Mereka mengenakan helm dan rompi anti peluru bertuliskan ‘press’. Mobil mereka juga diidentifikasi sebagai ‘pers’ berkat tanda di atapnya, menurut para saksi mata.”
Meskipun RSF tidak secara langsung mengaitkan tanggung jawab dengan “Israel”, organisasi advokasi kebebasan pers tersebut mengatakan bahwa para jurnalis telah menyaksikan helikopter militer “Israel” berada di dekat lokasi kejadian dan serangan itu datang “dari arah perbatasan Israel”.
Al Jazeera Media Network menuduh militer “Israel” sengaja menargetkan para jurnalis untuk membungkam media, dan mengutuk serangan tersebut sebagai bagian dari pola kekejaman yang berulang-ulang terhadap para jurnalis.
Militer Israel belum mengakui bertanggung jawab atas serangan tersebut, namun seorang juru bicara sebelumnya mengatakan bahwa para pejabat “sangat berduka” atas kematian Abdallah dan sedang “menyelidikinya”.
Pekan lalu, istri, anak laki-laki, anak perempuan dan cucu Wael Dahdouh, kepala biro Al Jazeera Arab di Gaza, terbunuh dalam serangan udara “Israel” di kamp pengungsi Nuseirat di Gaza tengah.
Al Jazeera Media Network mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka mengutuk “penargetan dan pembunuhan tanpa pandang bulu terhadap warga sipil tak berdosa di Gaza, yang telah menyebabkan hilangnya keluarga Wael Al-Dahdouh dan banyak orang lainnya.”
Para pejabat “Israel” pada awal tahun ini meminta maaf atas pembunuhan jurnalis Al Jazeera, Shireen Abu Akleh, setelah mengakui bahwa ada “kemungkinan besar” ia terkena peluru tentara Israel. Israel telah menolak untuk mengajukan tuntutan terhadap individu manapun atas kematian wartawan veteran Palestina-Amerika tersebut.
Sedikitnya 34 wartawan Palestina telah terbunuh dalam serangan udara “Israel” sejak perang yang dimulai pada 7 Oktober lalu, menurut kementerian kesehatan di Jalur Gaza yang dikuasai Hamas.
Sedikitnya empat wartawan “Israel” terbunuh dan seorang pensiunan wartawan ditangkap dalam serangan mendadak Hamas terhadap masyarakat di “Israel” selatan, menurut Federasi Jurnalis Internasional. (haninmazaya/arrahmah.id)