NEW DELHI (Arrahmah.id) — Mahkamah Agung (MA) India pada Rabu (20/7/2022) memerintahkan pembebasan dengan jaminan seorang jurnalis muslim Mohammed Zubair yang sebelumnya ditahan. Mohammed Zubair merupakan salah satu jurnalis yang pertama menyoroti komentar kontroversial yang menghina Nabi Muhammad SAW oleh Nupur Sharma, pejabat partai yang berkuasa di India.
Mohammed Zubair, salah satu pendiri situs pemeriksa fakta Alt News, menarik perhatian dunia pada komentar kontroversial yang dibuat Nupur Sharma, juru bicara Partai Bharatiya Janata (BJP) yang sekarang ditangguhkan.
Sharma bulan lalu menciptakan protes diplomatik berbagai negara terhadap pemerintahan Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi.
Mohammed Zubair ditangkap polisi New Delhi pada 27 Juni atas tuduhan memposting gambar di media sosial yang dianggap “melawan komunitas agama tertentu.”
Penangkapan tersebut mengikuti pengaduan pengguna Twitter atas postingan Zubair dari tahun 2018, di mana dia mengomentari penggantian nama satu hotel dengan nama dewa Hindu.
Beberapa hari kemudian, polisi di negara bagian utara Uttar Pradesh menuduh Zubair menggunakan “istilah ofensif-penyebar kebencian” untuk menggambarkan tiga pemimpin agama Hindu yang terlihat dalam video sedang menghasut kekerasan terhadap Muslim.
Meskipun pengadilan di Delhi memberinya jaminan dalam kasus asli, di mana dia ditangkap, jurnalis itu tetap ditahan atas tuduhan lain yang diajukan kepolisian Uttar Pradesh.
Mahkamah Agung mengatakan,seperti dilansir Hindustan Times (20/7), “Tidak menemukan pembenaran untuk menahannya dalam penahanan lanjutan dan membuatnya menjalani putaran proses tanpa akhir di berbagai pengadilan.”
“Setelah mengetahui bahwa dia telah menjadi sasaran penyelidikan yang cukup berkelanjutan oleh Polisi Delhi, kami tidak melihat alasan untuk mencegah kebebasannya lebih lanjut,” ungkap perintah MA.
Menanggapi permintaan pemerintah Uttar Pradesh untuk melarang Zubair “mengeluarkan tweet,” pengadilan memutuskan, “Tidak akan menempatkan perintah seperti itu.”
“Bagaimana Anda bisa memberi tahu seorang jurnalis bahwa dia tidak bisa menulis?” ungkap Hakim D.Y. Chandrachud mengatakan dalam keputusannya.
“Jika dia melakukan sesuatu yang melanggar hukum, maka dia bertanggung jawab secara hukum. Tapi bagaimana kita bisa mengambil tindakan antisipatif terhadap seorang warga ketika dia mengangkat suaranya? Setiap warga negara bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan di depan umum atau pribadi,” papar hakim MA itu.
Penangkapan Zubair memicu kemarahan di kalangan jurnalis India, aktivis hak-hak sipil, dan komunitas internasional.
Pemerintah Jerman meminta India memberikan “ruang yang diperlukan” untuk “nilai-nilai demokrasi seperti kebebasan berekspresi dan kebebasan pers.”
“Tetapi meski pengadilan memerintahkan pembebasan wartawan, penahanannya akan memiliki efek mengerikan pada orang lain di media,” papar Sanjay Kapoor, sekretaris jenderal Persatuan Editor India, mengatakan kepada Arab News.
“Ini adalah parodi zaman kita bahwa bantuan untuk masalah yang tampaknya tidak berbahaya yang dianggap oleh ekosistem sebagai tindakan oposisi terhadap pemerintah hanya tersedia di tingkat Mahkamah Agung,” tutur dia.
Jurnalis di India semakin menjadi sasaran pekerjaan mereka dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa telah ditangkap di bawah tuduhan kriminal yang ketat atas posting di media sosial. Akun Twitter beberapa dari mereka juga telah ditangguhkan atas perintah pemerintah.
Posisi India dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia, yang disusun Reporters Without Borders, secara konsisten menurun sejak partai Modi mengambil alih kekuasaan pada 2014. Pada tahun 2022, India telah turun menjadi peringkat 150 dari 180 negara dalam daftar tersebut. (hanoum/arrahmah.id)