DAMASKUS (Arrahmah.com) – Faksi oposisi Jundul Aqsha, yang baru-baru ini bersumpah setia dan bergabung dengan Jabhah Fath Syam, pada Selasa (11/10/2016), telah membebaskan 57 tahanan Ahar Syam, sebagai bagian dari pelaksanaan perjanjian gencatan senjata, koresponden Orient News melaporkan.
Langkah ini datang setelah pertikaian yang terjadi antara Ahrar Syam dan Jundul Aqsha pekan ini di pedesaan Hama dan Idlib, yang menyebabkan korban jatuh di kedua belah pihak. Jundul Aqsha membunuh seorang pemimpin Ahrar Syam di Hama dan menangkap banyak pejuang Ahrar Syam.
Jundul Aqsha dan Ahrar Syam telah mencapai kesepakatan untuk menghentikan pertempuran dengan beberapasyarat, yang paling penting adalah:
- Kedua belah pihak harus mematuhi gencatan senjata segera dan semua jalan yang telah diblokir harus dibuka.
- Para tahanan, dengan semua barang-barang mereka, akan dibebaskan dalam waktu 24 jam. Kecuali mereka yang ditangkap karena terkait dengan ISIS. Mereka harus dirujuk ke komite peradilan.
- Sebuah komite peradilan, yang terdiri dari dua hakim dari kedua belah pihak, akan mempertimbangkan klaim yang diajukan, termasuk klaim pembunuhan. Klaim yang paling tinggi adalah insiden pembunuhan pemimpin Ahrar Syam di sektor Hama, Abu Munir al-Dabbous, oleh Jundul Aqsha, dan insiden Kafar Sajneh.
- Baiat Jundul Aqsha kepada Jabhah Fath Syam dianggap sebagai pembubaran faksi tersebut dan melebur sepenuhnya dengan Jabhah Fath Syam. Termasuk tidak ada ada lagi formasi Jundul Al-Aqsa dengan nama baru apapun.
- Situasi di Sarmin, di Idlib, akan kembali normal seperti sedia kala. Jabhah Fath Syam harus mengambil alih tanggung jawab atas pos-pos pemeriksaan yang sebelumnya dikelola oleh Jundul Aqsha, dan daerah-daerah lainnya yang juga akan dimasukkan dalam perjanjian.
Faksi oposisi Jundul Aqsha menyatakan berbaiat kepada Jabhah Fath Syam pada Ahad (9/10) setelah ketegangan dan bentrokan dengan Ahrar Syam di Idlib dan pedesaan Hama, yang memakan korban dari kedua belah pihak.
(ameera/arrahmah.com)