TEHERAN(Arrahmah.id) – Stok pengayaan uranium Iran meningkat hingga 60 persen, semakin mendekati jumlah yang dibutuhkan untuk membuat bom nuklir, mengutip laporan dari pengawas nuklir PBB pada Rabu (7/9/2022), Reuters melaporkan.
Jumlah yang melewati ambang batas ini adalah tonggak sejarah dalam penguraian kesepakatan nuklir 2015 antara Iran dan kekuatan dunia, yang mana Iran hanya diizinkan untuk melakukan pengayaan uranium murni sebesar 3,67 persen, jauh di bawah 20 persen yang pernah dicapai sebelum kesepakatan dan perjanjian.
Penarikan AS dari kesepakatan di bawah Presiden Donald Trump saat itu dan penerapan kembali sanksi terhadap Teheran, mendorong Iran untuk melanggar pembatasan kesepakatan nuklir.
“Saat ini Iran bisa saja memproduksi 25 kg (uranium) pada tingkat kemurnian 90 persen jika mereka mau,” kata seorang diplomat senior dalam menanggapi laporan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) pada Rabu kemarin sebagaimana dilansir Reuters ketika ditanya apakah Iran memiliki cukup bahan untuk membuat satu bom.
Lebih lanjut, laporan tersebut mengatakan stok uranium ini berbentuk gas uranium heksafluorida yang telah diproses di dalam sentrifugal, diperkirakan berjumlah 55,6 kg, meningkat 12,5 kg dari laporan triwulan sebelumnya.
Iran membutuhkan kira-kira tiga hingga empat minggu untuk menghasilkan bahan yang cukup untuk sebuah bom, kata diplomat itu, seraya menambahkan bahwa IAEA akan membutuhkan dua hingga tiga hari untuk mendeteksi pergerakan ke arah itu. Di sisi lain, Iran membantah berniat melakukannya.
Pembicaraan tidak langsung antara Iran dan Amerika Serikat terkait menghidupkan kembali kesepakatan tidak berlangsung sebagaimana yang diharapkan. Satu hal yang menjadi batu sandungan dalam pembicaraan itu adalah kegagalan Iran dalam menjelaskan asal usul partikel uranium yang ditemukan di tiga lokasi yang tidak diumumkan. Iran mendesak penyelidikan IAEA selama bertahun-tahun terhadap masalah ini dibatalkan.
Barat dan IAEA mengatakan Iran memiliki kewajiban untuk menjernihkan masalah ini sebagai syarat penandatangan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir dan menegaskan masalah tersebut tidak ada hubungannya dengan kesepakatan 2015.
Badan intelijen AS dan IAEA percaya bahwa Iran memiliki program senjata nuklir rahasia dan terkoordinasi yang telah dihentikan pada tahun 2003. Namun, Iran menegaskan tidak pernah memiliki program seperti itu. Sebagian besar situs diperkirakan berasal dari sekitar tahun 2003, atau sebelumnya. (ZarahAmala/arrahmah.id)