TANAH DATAR (Arrahmah.id) – Banjir di Sumatra Barat menewaskan 58 orang saat tim penyelamat berlomba mencari korban hilang
Tim penyelamat pada Rabu (15/5/2024) berusaha mencari puluhan orang yang masih belum ditemukan setelah banjir bandang dan aliran lahar dingin yang membanjiri pemukiman dan menyapu rumah-rumah pada akhir pekan lalu menewaskan 58 orang, lansir AP.
Hujan deras selama berjam-jam pada Sabtu menyebabkan lumpur dan bebatuan mengalir ke distrik-distrik di dekat salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia, menyapu puluhan rumah dan merusak jalan dan masjid.
“Berdasarkan data terakhir jumlah orang yang meninggal adalah 58 orang,” ujar Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto dalam sebuah pernyataan pada Rabu.
Ia menambahkan bahwa 35 orang masih dinyatakan hilang -naik dari angka 22 orang pada Selasa- dan 33 orang terluka.
Tim penyelamat mengatakan bahwa banyak mayat yang ditemukan ditemukan di dalam atau di sekitar sungai-sungai terdekat setelah penduduk setempat tersapu oleh banjir material vulkanik, lumpur, dan hujan yang melanda pemukiman penduduk.
Lahar dingin, yang juga dikenal sebagai lahar, adalah material vulkanik seperti abu, pasir, dan kerikil yang terbawa ke lereng gunung berapi akibat hujan.
Alat berat dikerahkan untuk membersihkan puing-puing dari daerah-daerah yang paling parah dilanda banjir, yang telah mempengaruhi akses transportasi di enam kabupaten, kata Suharyanto.
Lebih dari 3.300 orang terpaksa mengungsi dari daerah-daerah yang terkena dampak.
Untuk membantu upaya penyelamatan, pihak berwenang pada Rabu mengerahkan teknologi modifikasi cuaca, istilah yang digunakan oleh para pejabat untuk penyemaian awan.
Dalam hal ini, teknologi ini digunakan untuk membuat awan hujan turun lebih awal sehingga intensitas curah hujan melemah pada saat mencapai daerah yang dilanda bencana.
Indonesia rentan terhadap bencana tanah longsor dan banjir selama musim hujan.
Pada 2022, sekitar 24.000 orang dievakuasi dan dua anak tewas akibat banjir di pulau Sumatra, dan para pegiat lingkungan menyalahkan penggundulan hutan akibat penebangan hutan sebagai penyebab memburuknya bencana tersebut.
Pepohonan bertindak sebagai pertahanan alami terhadap banjir, memperlambat laju air yang mengalir menuruni bukit dan masuk ke sungai. (haninmazaya/arrahmah.id)