International Jihad Analysis – Amina Wadud bikin ulah lagi. Sebelumnya, wanita berfaham liberal ini telah menggemparkan dunia Islam di tahun 2005, dengan mengadakan shalat jum’at heboh, yang dipimpinnya sendiri dan dihadiri oleh sekitar 100 orang jamaa’ah laki-laki dan wanita di sebuah gereja katedral di Sundram Tagore Gallery 137 Grene Street, New York.
Kini, wanita penulis buku “Qur’an and Woman : Rereading the Sacred Text from a woman’s Perspective”, ini kembali menggelar acara serupa, sebuah ibadah yang tidak pernah terjadi selama kurun waktu 1400 tahun dalam sejarah Islam, yakni menjadi imam sekaligus khatib dalam shalat jum’at.
Kali ini, Wadud menyelenggarakan Jum’atan heboh di Pusat Pendidikan Muslim di Oxford dengan makmum jamaah laki-laki dan perempuan, dan tentu saja dia pula yang memberikan khutbah singkat pada para jama’ah di aula MEC (Muslim Educational Center) Oxford. Shalat jum’at ala Amina Wadud ini menjadi pembuka konferensi Islam dan feminisme yang digelar di Wolfson College, Oxford.
Tentu saja, sebagaimana sikap kaum Muslimin di Amerika dan di dunia , kaum Muslimin di Inggris pun menolak aksi melawan syari’at yang ditunjukkan oleh Amina Wadud ini. Maryanne Ramzy dengan nada marah mengatakan seperti yang dikutip situs BBC News : “Apa yang ia (Wadud) lakukan bertentangan dengan Islam. Saya tidak sepakat dengan cara-cara seperti itu.”
Mengapa seorang Amina Wadud berani menyelenggarakan jum’atan heboh dan menentang syariat Islam ? Apa dalil yang dipakainya ? Apa agenda tersembunyi gerakan yang dipeloporinya ? Berikut analisis jum’atan heboh Amina Wadud berikut pembongkaran agenda tersembunyi yang dibawanya.
Pendahuluan
Jumat, 18 Maret 2005, di sebuah gereja katedral di Sundram Tagore Gallery 137 Greene Street, New York, untuk pertama kalinya selama kurun waktu 1400 tahun sejarah Islam, Dr. Amina Wadud, profesor Islamic Studies di Virginia Commonwealth University, menjadi wanita pertama yang memimpin shalat Jumat. Dalam shalat Jumat yang dihadiri oleh sekitar 100 orang jamaah laki-laki dan wanita tersebut, Dr. Amina Wadud juga menjadi khatib Jumat dan sebelumnya adzan dikumandangkan juga oleh seorang wanita, tanpa penutup kepala.
Dalam melaksanakan aktivitasnya yang kontroversial tersebut, Dr. Amina Wadud, penulis buku “Qur’an and Woman : Rereading the Sacred Text from a woman’s Perspective”, disponsori oleh “Muslim Progressive” sebuah kelompok Islam Liberal yang ada di AS, dan aktif menyebarkan pemikiran-pemikirannya melalui situs Muslim WakeUp! 1
Harian “Gulf Daily News”, Cairo, memberitakan kemarahan yang sangat terhadap apa yang dilakukan oleh Amina Wadud dan menganggap hal tersebut sebagai sebuah ‘serangan’ terhadap Islam. Mufti Besar Saudi Arabia, Abdul Aziz al-Shaikh, mengatakan “Those who defended this issue are violoating God’s law. Enemies of Islam are using women’s issues to corrupt the community.” Amina Wadud adalah ‘musuh Islam yang menentang hukum Tuhan.”
Sementara itu, masih menurut Gulf Daily News, Syekh Sayed Tantawi, Imam Masjid Al-Azhar mengatakan bolehnya wanita menjadi imam sholat bagi wanita lain tetapi tidak meliputi atau untuk kaum laki-laki. Abdul Moti Bayoumi, dari Pusat Riset Islam Al-Azhar mengatakan : Wadud had carried out ” a bad and deviant innovation” Hal ini (tindakan Wadud) bertentangan dengan apa yang dikatakan dan dilakukan Rasulullah saw.
Beberapa koran di Mesir dan Arab Saudi menempatkan berita di halaman utama, dan menganggap Amina sebagai “wanita sakit jiwa” yang berkolaborasi dengan Barat kafir untuk menghancurkan Islam (Associated Press, 19/3). Amina bukan hanya dicaci-maki dan dikecam, tapi juga diancam bunuh karena dianggap telah merusak Islam (Daily Times, 23/3).
Tindakan Dr. Amina Wadud tidak dilakukannya sendiri dan tidak terjadi dengan sendirinya. Ada hyden agenda di balik peristiwa tersebut. Ada ‘kekuatan’ tertentu yang secara sistematis melakukan hal tersebut. Ustadz Syamsi Ali, seorang ustadz asal Indonesia yang mukim di Amerika, mengatakan, acara jumatan Amina Wadud didalangi oleh sebuah organisasi yang berbasis dunia maya, Wake Up, yang beranggotakan sekelompok muslim dengan pandangan-pandangan radikal untuk merombak tradisi-tradisi Islam yang ada, termasuk masalah-masalah ritual.
Beberapa minggu setelah Amina Wadud mengadakan “Jumatan Heboh”, ‘pentolan’ muslim wakeup yang juga seorang feminis radikal, Asra Q Nomani kembali menggelar jumatan heboh. Selang waktu seminggu, Jumatan heboh kembali dilakukan. Asra Q. Nomani rencananya menjadi imam sekaligus khatib, dengan mengambil tempat di gereja Italian Unity, Morgantown, West Virginia, Amerika Serikat.
Selasa 23 Maret lalu, Asra Q Nomani juga mengimami shalat isya dengan makmum lintas gender. Tempatnya di ruang Pusat Riset dan Studi Wanita, Universitas Brandeis, Waltham, Massachusetts. Jamaahnya dua pria dan tiga wanita. Pada shalat ketika itu, Asra menutup kepalanya dengan topi yang terangkai pada sweater merah jambu yang ia kenakan. Namun rambutnya masih tampak menjuntai di leher.
Dalam kasus jumatan Amina Wadud, ada dua hal dasar yang harus dipahami, yaitu : hukum dan teologi feminisme. Dalam masalah hukum dibahas perbedaan hadits seputar bolehkah wanita menjadi Imam sholat bagi makmum laki-laki atau campuran. Di sisi lain, tulisan ini membuktikan bahwa tindakan Amina Wadud menjadi imam shalat jum’at, tidak terlepas dari teologi feminisme global.
Faktanya, Amina Wadud adalah seorang tokoh feminisme yang mendapat penghargaan dari gerakan feminis internasional dengan tindakannya menjadi imam shalat Juma’t beserta aktifitasnya yang lain. Di belakang Amina Wadud, sederet aktifis feminis (juga dari kalangan laki-laki) baik lokal dan internasional mendukung tindakan nyeleneh tersebut. Bukan tidak mungkin, di Indonesia tindakan Amina Wadud segera diikuti dan dilaksanakan, misalnya oleh ibu Musdah Mulia untuk menjadi imam shalat jumat di Indonesia.
Hadits Ummu Waraqah
Dalam ‘jumatan heboh’ Amina Wadud, ada sebuah hadits yang dijadikan bahan perdebatan, yakni dikenal dengan Hadits Ummu Waraqah. Ummu. Ummu Waraqah adalah seorang sahabat wanita yang suatu ketika menghadap Rasulullah SAW, meminta beliau menunjuk seorang muadzin di rumahnya. Beliau kemudian menunjuk seorang muadzin dan memerintahkan Ummu Waraqah menjadi imam shalat bagi penghuni rumahnya.
Rasulullah saw mengizinkan Ummu Waraqah menjadi imam, dengan sabdanya :
“Nabi saw. mengizinkannya (Ummu Waraqah) untuk menjadi imam bagi penghuni rumahnya.” (HR Abu Dawud)
Dalam hadits riwayat Ad-Daruquthni, Rasulullah saw. menyatakan :
“Nabi saw. mengizinkannya (Ummu Waraqah) untuk menjadi imam bagi kaum wanita penghuni rumahnya.” (HR Ad-Daruquthni)
K.H. Husein Muhamad, kyai feminis, Pengasuh Pesantren Da’rut Tauhid, Cirebon, menggunakan hadits riwayat Al-Daraquthni ini, yakni tentang Ummu Waraqah untuk mendukung tindakan Amina Wadud. Menurutnya, dalam kitab Al-Majmu’ karya Imam Nawawi (w. 1277 M), ulasan luas atas kitab Al-Muhadzab karya Abu Ishaq al-Syirazi (w. 1083 H) disana ada tiga ahli fikih terkemuka yang membolehkan perempuan mengimami shalat laki-laki. Mereka adalah Abu Tsaur (w. 854 M), Al-Muzani (w. 878 M), dan Ibnu Jarir al-Thabari (w. 923 M).
Menurut Husein Muhammad, yang juga menulis buku Fiqih Perempuan, ketika Ummu Waraqah diperbolehkan Nabi saw. untuk menjadi imam bagi penghuni rumahnya, di rumah tersebut ada dua lelaki tanggungannya ; seorang kakek dan seorang budak. Ditambah seorang budak perempuan. Penulis kitab hadits Subulus Salam, Al-Shan’ani, berkomentar atas hadits itu, “Ummu Waraqah mengimami kakek, budak laki-laki, dan budak perempuan.”
Jadi menurut Husein Muhammad, jika ditemukan dua teks keagamaan yang menolak dan membenarkan imam perempuan, dengan menggunakan teori penilaian kualitas hadits, maka hadits yang membenarkan imam perempuan lebih valid dibandingkan yang melarang. Nawawi menyebut hadits Jabir yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dimana Nabi saw. Menyatakan, “Perempuan sama sekali tidak boleh menjadi imam shalat laki-laki.” adalah lemah (daif). Ini karena Abdulah bin Muhammad al-Adawi, salah seorang perawi, tidak kredibel. Bukhari dan Abu Hatim al-Razi, ahli hadits terkemuka, mengatakan “Haditsnya tidak bisa diterima.” “Dia guru yang tidak dikenal,” Abu Hatim menambahkan. Sementara itu, para perawi hadits tentang Ummu Waraqah terpercaya dan dinilai bagus (shalih al-hadis).
Penjelasan ini berbeda dengan uraian yang disampaikan oleh Prof. Ali Mustafa Yaqub, seorang ulama pakar hadits dan Pengasuh Pesantren Luhur Ilmu Hadits Darus-Sunnah. Menurutnya hadits Ummu Waraqah kualitasnya memang sahih (valid), tetapi dari sisi istidlal (sumber hukum) untuk membolehkan wanita menjadi imam shalat secara umum di mana di antara makmumnya kaum laki-laki, hal itu perlu ditinjau ulang. Karena dalam hadits tersebut tidak ada kejelasan siapa yang menjadi makmum Ummu Waraqah. Kemungkinan semua makmumnya adalah wanita, semuanya laki-laki, atau campuran antara laki-laki dan wanita. Kaidah ushul fiqh menyatakan, apabila sebuah dalil mengandung banyak kemungkinan, maka dalil itu tidak dapat dijadikan sumber hukum. Karenanya, Hadits Ummu Waraqah itu, kendati sahih, gugur sebagai dalil.
Sementara itu, masih menurut Prof Ali Mustafa Yaqub, yang juga Guru Besar Ilmu Hadits IIQ, Jakarta, hadits Ummu Waraqah bersifat umum, sementara dalam versi lain yang diriwayatkan oleh Imam al-Daruquthni dalam kitab Sunannya menegaskan bahwa Nabi saw. menyuruh Ummu Waraqah menjadi imam shalat bagi wanita-wanita penghuni rumahnya.
“Nabi saw. mengizinkannya (Ummu Waraqah) untuk menjadi imam bagi kaum wanita penghuni rumahnya. ” (HR Ad-Daruquthni)
Berdasarkan kaidah pemahaman hadits, jika terdapat dua hadits yang masing-masing memberikan pengertian umum dan khusus, maka pengertian yang umum harus diartikan dengan pengertian yang khusus. Atau dengan kata lain, hadits yang memberikan pengertian umum tidak dipakai, dan hadits yang memberikan pengertian khusus itulah yang dipakai sebagai dalil. Metode ini dikenal dengan metode takhshish.
Maka, dalam kasus Hadits Ummu Waraqah itu, menurut Prof Ali. Mustafa Yaqub, kendati riwayat yang memberikan pengertian umum jumlahnya lebih banyak, karena ada riwayat yang memberikan pengertian khusus, maka hadits yang memberikan pengertian umum itu di-takhshish (diartikan secara khusus) dengan hadits yang memberikan pengertian khusus.
Karena itu, yang berlaku sekarang adalah hadits yang memberikan pengertian bahwa Rasulullah saw. mengizinkan Ummu Waraqah menjadi imam shalat bagi wanita-wanita yang menjadi penghuni rumahnya. Pengertian ini didukung hadits lain yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ibnu Majah (hadits Jabir), di mana Nabi saw. melarang wanita menjadi imam shalat bagi makmum laki-laki, meskipun dari sisi sanad (transmisi, silsilah keguruan) tidak begitu kuat, substansinya telah diterima dan diamalkan oleh para ulama sejak masa sahabat hingga sekarang, sehingga hadits ini valid sebagai dalil.
“Hendaknya tidak sekali-kali wanita menjadi imam bagi laki-laki.” (HR. Ibnu Majah)
Dari penjelasan ini dan dari fakta sejarah, tidak adanya imam shalat jumat dan khatib jumat dari kalangan wanita, juga imam shalat wanita dengan makmum campuran (laki-laki dan wanita) didukung oleh nash yang kuat. Dengan demikian, persoalan hukum untuk masalah ini sangatlah jelas, yakni ‘ketidak bolehan’ wanita menjadi imam, bagi makmum campuran. Hal inilah yang menjadi ‘jumhur’ para ulama.
Persoalan yang masih tersisa menyangkut apa alasan Amina Wadud mengadakan jumatan heboh tersebut ? Apalagi pelaksanaan jumatan tersebut diliput besar-besaran oleh media Barat, seperti CNN Amerika dan BBC Inggris. Apakah benar, ketika Amina Wadud menjadi imam untuk shalat jum’at dia bersandarkan pada hadits Ummu Waraqah ? atau mungkin dia sendiri tidak melandasi tindakannya dengan itu semua (hadits Ummu Waraqah).
Padahal fakta sejarah membuktikan, tidak pernah ada wanita yang menjadi imam shalat jumat selama 1400 tahun berjalannya Islam, khususnya di masa Rasulullah saw masih hidup. Begitu pula dengan masa shahabat, tabi’in dan tabi’u tabi’in. Bahkan di masa-masa kegemilangan Islam (kekhilafahan), tidak pernah juga kita dapatkan kabar adanya wanita, apakah dia ahlul Baghdad, Mesir,Makah atau Madinah, menjadi imam shalat untuk makmum campuran atau memimpin jumatan.
Satu hal yang dilupakan (sengaja dilupakan) oleh pengusung ide feminisme bahwa orang yang paling mengetahui maksud ucapan Rasulullah saw. adalah para shabat. Mereka, para sahabat, adalah orang-orang yang selalu bersama Rasulullah dan dijamin oleh Allah swt. Sebagai orang-orang yang akan menghuni surga (QS. 9 : 100).
Dengan demikian, sekirannya hadits Ummu Waraqah adalah mengizinkan wanita menjadi imam shalat berjamaah di mana di antara makmumnya kaum laki-laki, tentulah di kalangan shabat ada wanita yang menjadi imam shalat untuk makmum laki-laki. Dan Aisyah istri Rasulullah merupakan orang yang paling pantas menjadi imam shalat berjamaah dengan kaum laki-laki.
Namun tidak ada satu riwayat pun yang menyatakan bahwa Aisyah pernah menjadi imam shalat berjamaah bagi makmum laki-laki dan wanita atau makmum laki-laki saja. Kalau begitu, kenapa Amina Wadud sekarang berani melakukannya ? Apakah dia merasa lebih baik dari Aisyah ?
Dengan demikian, tidak ada alasan lain yang cukup kuat ketika Amina Wadud melakukan jumatan heboh, kecuali keinginan untuk mengusung teologi feminisme dan menyebarkannya ke segenap penjuru dunia. Aroma feminisme kuat sekali dalam penafsiran hadits Ummu Waraqah ini (oleh para pendukungnya tentunya).
Alhamdulillah, metode ‘pendidikan’ Islam (termasuk menilai validitas hadits) yang sudah turun temurun dan dijaga oleh kaum muslimin masih mampu menjaga benteng pertahanan kaum muslimin. Dengan demikian, interpretasi bias gender terhadap hadits Ummu Waraqah dan juga hadits-hadits maupun nash (Al-Qur’an) lainnya insyaallah dapat ditepiskan secara ilmiah.
Amina Wadud dan Feminisme
Kontroversi Jumatan yang dilakukan Amina Wadud hanyalah sebuah langkah awal, sebuah proyek besar bernama feminisme liberal. Jumatan heboh yang dilakukannya di gereja katedral, New York, Maret silam hanya merupakan fenomena puncak gunung es dari sekian aktivitas dan ide feminisme liberal. Terbukti hanya selang satu minggu, Jumatan heboh kembali mereka lakukan, dan mungkin untuk jumat-jumat seterusnya.
Dengan ‘menelusuri’ nama Amina Wadud, beberapa nama dan aktifitas feminisme liberal global segera bermunculan. Di Malaysia, Amina Wadud menggagas Sister In Islam, yang memperjuangkan konsep “Islam Hadhari”6 yang ide-ide dan aktivitasnya kurang lebih sama dengan Jaringan Islam Liberal di Indonesia. Dalam web site Sister In Islam (http://www.sisterinislam.org.my) ide-ide anti poligami, feminisme, dan perjuangan kebabasan hak-hak wanita begitu kental disuarakan.
Secara ringkas, visi dan misi Sister In Islam adalah sebagai berikut :Sisters in Islam (SIS) ialah sekumpulan wanita profesional beragama Islam yang memperjuangkan hak-hak wanita dalam kerangka Islam.
Usaha kami mempromosi hak-hak wanita Islam adalah berasaskan prinsip-prinsip kesaksamaan (persamaan), keadilan, kebebasan dan martabat seperti yang diperintah oleh al-Qur’an dan diperjelaskan oleh kajian kami mengenai kitab suci ini.
SIS telah ditubuhkan pada 1988 dan didaftar sebagai Pertubuhan Bukan Kerajaan (NGO) pada 1993 di bawah nama SIS Forum (Malaysia) Berhad. Nama Sisters in Islam terus digunakan dalam penulisan kami.
Misi kami adalah untuk meningkatkan kesedaran mengenai prinsip-prinsip Islam yang sebenar, prinsip-prinsip yang memuliakan konsep kesaksamaan di antara wanita dan lelaki, dan berjuang ke arah pembentukan masyarakat yang mendokong prinsip-prinsip Islam seperti kesaksamaan, keadilan, kebebasan dan martabat dalam negara demokrasi.
Objektif utama kami adalah:
- Menegak dan membangunkan satu kerangka hak-hak wanita dalam Islam yang mengambil kira pengalaman dan realiti wanita;
- Menghapuskan ketidakadilan dan diskriminasi terhadap wanita dengan mengubah amalan-amalan serta nilai-nilai yang menganggap bahawa taraf wanita adalah lebih rendah daripada lelaki; dan
- Membina kesedaran awam dan memperbaharui undang-undang serta dasar-dasar mengenai kesaksamaan, keadilan, kebebasan, martabat dan demokrasi dalam Islam.
Ketika ditelusuri lebih jauh, Gebrakan Amina Wadud di Malaysia teryata disokong penuh oleh ‘kekuatan’ pemerintah Malaysia. Anak PM Malaysia Dato Seri Abdullah Hj Ahmad Badawi, yaitu Nori Abdullah adalah penggagas sekaligus sponsor Sister in Islam. Dengan kata lain, konsep “Islam Progressive” Amina Wadud diadopsi oleh pemerintah Malaysia yang kemudian diberi nama baru, yakni “Islam Hadhari”.
Di negara asalnya, Amina Wadud disponsori oleh “Muslim Progressive” yang salah satu aktivisnya adalah Asra Q. Nomani. Asra, wanita kelahiran India berusia 40 tahun ini adalah ‘otak’ dari jumatan heboh Amina Wadud. Asra Q. Nomani, adalah pendiri kelompok feminis liberal bernama Women’s Freedom Tour. Merekalah yang merancang Jumatan kontroversial dengan imam Amina Wadud, dan merancang jumatan-jumatan berikutnya. 7
Asra Q. Nomani, mantan wartawan Wall Street Journal ini bisa dikatakan seorang aktivis feminis liberal radikal. Untuk membuktikannya, Anda cukup mengunjungi situsnya, www.asranomani.com, maka semuanya pun menjadi jelas. Dalam situs tersebut, ide feminisme liberal Asra diekspresikan dengan kebebasan seks, dengan nama Tantrika.8
Asra Q. Nomani secara aktif menyebarkan ide-ide feminisme liberal dalam situsnya tersebut, bersama rekan-rekan seperjuangannya di muslimwakeup dan progressive muslim. Ide feminisme Asra terangkum dalam rancangan 10 hak muslimah di masjid dan di tempat tidur. Berikut tuntutannya :9
An Islamic Bill of Rights for Women in the Mosques
- Women have an Islamic right to enter a mosque.
- Women have an Islamic right to enter through the main door.
- Women have an Islamic right to visual and auditory access to the musalla (main sanctuary).
- Women have an Islamic right to pray in the musalla without being separated by a barrier, including in the front and in mixed-gender congregational lines.
- Women have an Islamic right to address any and all members of the congregation.
- Women have an Islamic right to hold leadership positions, including positions as prayer leaders, or imams, and as members of the board of directors and management committees.
- Women have an Islamic right to be full participants in all congregational activities.
- Women have an Islamic right to lead and participate in meetings, study sessions, and other community activities without being separated by a barrier.
- Women have an Islamic right to be greeted and addressed cordially.
- Women have an Islamic right to respectful treatment and exemption from gossip and slander.
Rancangan 10 Hak Muslimah di Masjid :
Wanita Muslimah memiliki hak Islami untuk :
- Masuk Masjid
- Masuk Masjid dari pintu utama
- Punya akses visual (bisa dilihat) dan akses auditorial (bisa didengar suaranya) di ruang utama shalat.
- Tanpa dibatasi tirai dan berhak shalat di bagian depan dalam shalat campuran pria-wanita
- Bersalaman dengan seluruh anggota jamaah
- Dijadikan pemimpin, termasuk jadi imam shalat, serta anggota dan direktur pengelola masjid
- Berpartisipasi penuh dalam semua kegiatan masjid
- Memimpin dan berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan dan kegiatan lain tanpa dibatasi tirai
- Disapa dan disalami
- Diperlakukan secara hormat dan dihindarkan dari gosip dan fitnah
An Islamic Bill of Rights for Women in the Bedroom
- Women have an Islamic right to respectful and pleasurable sexual experience.
- Women have an Islamic right to make independent decisions about their bodies, including the right to say no to sex.
- Women have an Islamic right to make independent decisions about their partner, including the right to say no to a husband marrying a second wife.
- Women have an Islamic right to make independent decisions about their choice of a partner.
- Women have an Islamic right to make independent decisions about contraception and reproduction.
- Women have an Islamic right to protection from physical, emotional, and sexual abuse.
- Women have an Islamic right to sexual privacy.
- Women have an Islamic right to exemption from criminalization or punishment for consensual adult sex.
- Women have an Islamic right to exemption from gossip and slander.
- Women have an Islamic right to sexual health care and sex education.
Rancangan 10 Hak Muslimah di Tempat Tidur :
Wanita Muslimah memiliki hak Islami untuk :
- Mendapatkan perlakuan seksual yang anggun dan menyenangkan
- Membuat keputusan tentang tubuhnya, termasuk menolak berhubungan seksual
- Memutuskan pasangannya, termasuk menolak suaminya menikah lagi
- Bebas memilih suami
- Memilih kontrasepsi dan reproduksi
- Diberi perlindungan terhadap pelecehan fisik, seksual, dan emosional
- Mendapatkan privasi seksual
- Bebas dari hukuman bila melakukan hubungan seksual suka sama suka sesama orang dewasa
- Dibebaskan dari gosip dan fitnah
- Mengikuti pendidikan seksual, pemeliharaan, serta pengobatan seksual
Dalam tinjauan ragam gerakan feminisme, tuntutan Asra Q Nomani ini bisa dimasukkan ke dalam golongan feminisme liberal. Asumsi dasar golongan ini adalah bahwa kebebasan dan keseimbangan berakar pada rasionalitas. Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, dasar perjuangan mereka adalah menuntut kesempatan dan hak yang sama bagi setiap individual termasuk perempuan atas dasar kesamaan keberadaannya sebagai makhluk rasional. Bagi mereka, pusat masalahnya adalah perbedaan pola-pola tradisional dan modern. Kehidupan modern menuntut karakter manusia yang ekspresif yaitu rasional, kompetitif, dan mampu mengubah keadaan dan lingkungannya. Sementara kehidupan tradisional ditandai dengan karakter yang sebaliknya. Penyebab perempuan terbelakang adalah karena salah perempuan sendiri, yaitu karena kebodohan dan sikap irasional mereka dalam berpegang teguh pada nilai-nilai tradisional (agama, tradisi, dan budaya yang mengungkung perempuan dalam dunia domestik yang statis tidak produktif). Nilai-nilai tradisional inilah yang menyebabkan mereka tidak bisa bersaing secara adil dengan laki-laki, karena potensi perempuan dibatasi dari dunia publik yang yang senantiasa produktif dan dinamis. Aturan yang adil adalah dengan membebaskan perempuan dalam seluruh aspek kehidupan dan menyejajarkannya dengan laki-laki. Keterlibatan perempuan dalam industrialisasi dan modernisasi adalah jalan yang harus ditempuh untuk meningkatkan status perempuan.10
Rancangan 10 Hak Muslimah di Masjid dan di tempat tidur model Asra, merupakan promosi liberalisme (kebebasan) yang intinya meninggalkan aturan Islam dalam mengatur hubungan pria dan wanita. Semangat itu tentu saja bukanlah untuk menerapkan Islam, sekecil apa pun, namun untuk menjajakan teologi feminisme liberal, dengan menjadikan ide feminisme sebagai sumber dan logika hukum. Bahkan di beberapa poin rancangan tersebut, khususnya point ke-8 rancangan hak muslimah di tempat tidur, terdapat anjuran seks bebas dan penentangan terhadap hukum Allah swt.
Dengan seluruh fakta ini, menjadi jelas latar belakang jumatan heboh yang dilakukan Amina Wadud dan para sponsornya. Ini adalah sebuah serangan peradaban Barat melalui ide feminisme liberal. Upaya Barat untuk meliberalkan Islam ditempuh dengan cara menafsirkan Islam (termasuk hadits) dengan menggunakan kacamata feminisme.
Serangan Barat terhadap Islam melalui ide feminisme liberal dan ide-ide sekular lainnya di maknai sebagai sebuah pembaruan agama. Dan para penganjur pembaharuan agama masuk melalui pintu pembaharuan fikih sebagai salah satu agendanya. Di Indonesia kelompok liberal juga berbuat demikian dengan kedok pembaharuan fikih seperti hubungan umat Islam dengan Ahlul kitab juga dikacaukan dengan fikih inklusif, sehingga terbit buku fikih lintas agama.
Demikianlah kontroversi jumatan Amina Wadud dilihat dari sisi hukum dan teologi feminisme. Dari sisi hukum, sudah jelas, tidak pernah ada pria dan wanita shalat dalam shaf yang sama, bercampur baur termasuk wanita shalat, sementara auratnya terbuka. Juga jumatan dengan khatib dan imam seorang wanita. Sebuah kejadian aneh dan langka. Dengan demikian, pertimbangannya bukanlah pertimbangan hukum, karena kalau pertimbangan hukum, maka tatanan hukum Islam tidak akan dijungkirbalikkan seperti itu.
Namun, faktanya adalah semangat untuk menjajakan teologi feminisme liberal di dunia Islam, dengan menjadikan ide feminisme sebagai sumber dan logika hukum. Maka tidak heran, kalau hadits Ummu Waraqah tafsirannya menjadi berbeda dengan jumhur para ulama. Paradigma dan hukum Islam-betapapun kuatnya-akhirnya tetap tidak dijadikan rujukan, bahkan justru dijungkirbalikkan. Na’udzubillah. Benarlah yang dikatakan Rasulullah saw :
“Sungguh, akan terlepas aturan dan syiar Islam sehelai demi sehelai. Ketika terlepas suatu aturan, manusia akan bergantung pada aturan berikutnya. Awal dari syiar Islam tersebut adalah hukum/pemerintahan dan yang terakhir adalah shalat.” (HR Ahmad)
M.Fachry, International Jihad Analys Ar Rahmah Media
International Jihad Analysis
Ar Rahmah Media Network
http://www.arrahmah.com
The State of Islamic Media
Fotenote:
- [1] Dalam situs Muslim wake up.com terlihat teologi feminisme yang kuat. Ide-ide liberalisme dan sekularisme menjadi menu utama setiap hari yang aplikasinya berbentuk seks bebas, homo seksualitas dan lesbianisme. Salah satu tokohnya, Omid Safi, penulis buku “Progressive Muslim : On Justice, Gender, and Pluralism” melegalkan homo seksualitas dengan memutar balik fakta bahwa Al-Qur’an tidak pernah sama sekali menyinggung secara eksplisit begitu juga Nabi tidak menghukum orang yang terlibat dengan perbuatan ini (homo seksualitas).
- [2] Gatra, 9 April 2005
- [3] Musdah Mulia, kelahiran Bone, Sulawesi Selatan, 3 Maret 1958 dikenal sebagai aktivis feminisme Indonesia. Doktor di bidang pemikiran politik Islam UIN Syarif Hidayatullah ini dikenal luas ketika mengusung “Buku Pembaruan Hukum Islam : Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (KHI)” atas nama Tim Pengarusutamaan Gender Departemen Agama, yang akhirnya menimbulkan kontroversi di masyarakat karena kental nuansa feminisnya. Muara dari draft KHI- yang akhirnya gagal-tersebut sarat dengan ide-ide feminisme, gender, pluralisme, ham dan demokrasi. Akhirnya, pengarang buku ” Islam Menggugat Poligami” dan “Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Perspektif Islam” yang mengetuai tim perumus “KHI Tandingan” dianggap telah berani menafikan ayat-ayat Al-Qur’an atau hadits Nabi yang qat’iyul wurud (perintah yang sudah pasti). Lebih lengkapnya lihat www.swaramuslim.net
- [4] Gatra, 9 April 2005
- [5] Gatra, 9 April 2005
- [6] Islam Hadhari adalah usulan reformasi amalan Islam di Malaysia yang dipelopori oleh Perdana Mentri Malaysia, Dato Seri Abdullah Hj Ahmad Badawi, Badawi mengusulkan 10 prinsip untuk mendukung gagasan tersebut yang akan membawa Malaysia menuju negara Islam yang progresif (Hadhari). Ide progresif inilah yang bersesuaian dengan pemikiran Amina Wadud sebagai tokoh dan pemikir di Sister in Islam Malaysia, dimana Islam Progresif atau Islam Hadhari dalam penafsiran Amina Wadud adalah pengamalan konsep Islam yang terbuka, bebas dan liberal.
- [7] Ketika Jumatan heboh yang diimami oleh Amina Wadud, Asra Q. Nomani menjadi muadzin. Tanpa penuutup kepada dan mengenakan celana panjang, Asra Q. Nomani mengumandangkan adzan di hadapan jamaah yang bercampur antara laki-laki dan wanita. Video klip Jumatan heboh ini ditayangkan banyak stasiun televisi, termasuk Al-Jazeera.
- [8] Tantrika, adalah judul novel Asra Q Nomani yang bercerita tentang biografi perjalanan ‘cinta’-nya yang terinspirasi oleh Tantra, sebuah ‘seni bercinta’ seperti Kama Sutra. Cover depan novel ini adalah seorang gadis telanjang dan semangat novel berjudul lengkap Tantrika, Traveling The Road of Divine Love ini adalah ‘kebebasan seks’ ala Tantra.
- [9] http://www.asranomani.com/freedom/archives/2005/02/an_islamic_bill.php
- [10] Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan dalam Timbangan Islam, Siti Muslikhati, Gema Insani, Desember 2004.
International Jihad Analysis – Amina Wadud bikin ulah lagi. Sebelumnya, wanita berfaham liberal ini telah menggemparkan dunia Islam di tahun 2005, dengan mengadakan shalat jum’at heboh, yang dipimpinnya sendiri dan dihadiri oleh sekitar 100 orang jamaa’ah laki-laki dan wanita di sebuah gereja katedral di Sundram Tagore Gallery 137 Grene Street, New York.
Kini, wanita penulis buku “Qur’an and Woman : Rereading the Sacred Text from a woman’s Perspective”, ini kembali menggelar acara serupa, sebuah ibadah yang tidak pernah terjadi selama kurun waktu 1400 tahun dalam sejarah Islam, yakni menjadi imam sekaligus khatib dalam shalat jum’at.
Kali ini, Wadud menyelenggarakan Jum’atan heboh di Pusat Pendidikan Muslim di Oxford dengan makmum jamaah laki-laki dan perempuan, dan tentu saja dia pula yang memberikan khutbah singkat pada para jama’ah di aula MEC (Muslim Educational Center) Oxford. Shalat jum’at ala Amina Wadud ini menjadi pembuka konferensi Islam dan feminisme yang digelar di Wolfson College, Oxford.
Tentu saja, sebagaimana sikap kaum Muslimin di Amerika dan di dunia , kaum Muslimin di Inggris pun menolak aksi melawan syari’at yang ditunjukkan oleh Amina Wadud ini. Maryanne Ramzy dengan nada marah mengatakan seperti yang dikutip situs BBC News : “Apa yang ia (Wadud) lakukan bertentangan dengan Islam. Saya tidak sepakat dengan cara-cara seperti itu.”
Mengapa seorang Amina Wadud berani menyelenggarakan jum’atan heboh dan menentang syariat Islam ? Apa dalil yang dipakainya ? Apa agenda tersembunyi gerakan yang dipeloporinya ? Berikut analisis jum’atan heboh Amina Wadud berikut pembongkaran agenda tersembunyi yang dibawanya.
Pendahuluan
Jumat, 18 Maret 2005, di sebuah gereja katedral di Sundram Tagore Gallery 137 Greene Street, New York, untuk pertama kalinya selama kurun waktu 1400 tahun sejarah Islam, Dr. Amina Wadud, profesor Islamic Studies di Virginia Commonwealth University, menjadi wanita pertama yang memimpin shalat Jumat. Dalam shalat Jumat yang dihadiri oleh sekitar 100 orang jamaah laki-laki dan wanita tersebut, Dr. Amina Wadud juga menjadi khatib Jumat dan sebelumnya adzan dikumandangkan juga oleh seorang wanita, tanpa penutup kepala.
Dalam melaksanakan aktivitasnya yang kontroversial tersebut, Dr. Amina Wadud, penulis buku “Qur’an and Woman : Rereading the Sacred Text from a woman’s Perspective”, disponsori oleh “Muslim Progressive” sebuah kelompok Islam Liberal yang ada di AS, dan aktif menyebarkan pemikiran-pemikirannya melalui situs Muslim WakeUp! 1
Harian “Gulf Daily News”, Cairo, memberitakan kemarahan yang sangat terhadap apa yang dilakukan oleh Amina Wadud dan menganggap hal tersebut sebagai sebuah ‘serangan’ terhadap Islam. Mufti Besar Saudi Arabia, Abdul Aziz al-Shaikh, mengatakan “Those who defended this issue are violoating God’s law. Enemies of Islam are using women’s issues to corrupt the community.” Amina Wadud adalah ‘musuh Islam yang menentang hukum Tuhan.”
Sementara itu, masih menurut Gulf Daily News, Syekh Sayed Tantawi, Imam Masjid Al-Azhar mengatakan bolehnya wanita menjadi imam sholat bagi wanita lain tetapi tidak meliputi atau untuk kaum laki-laki. Abdul Moti Bayoumi, dari Pusat Riset Islam Al-Azhar mengatakan : Wadud had carried out ” a bad and deviant innovation” Hal ini (tindakan Wadud) bertentangan dengan apa yang dikatakan dan dilakukan Rasulullah saw.
Beberapa koran di Mesir dan Arab Saudi menempatkan berita di halaman utama, dan menganggap Amina sebagai “wanita sakit jiwa” yang berkolaborasi dengan Barat kafir untuk menghancurkan Islam (Associated Press, 19/3). Amina bukan hanya dicaci-maki dan dikecam, tapi juga diancam bunuh karena dianggap telah merusak Islam (Daily Times, 23/3).
Tindakan Dr. Amina Wadud tidak dilakukannya sendiri dan tidak terjadi dengan sendirinya. Ada hyden agenda di balik peristiwa tersebut. Ada ‘kekuatan’ tertentu yang secara sistematis melakukan hal tersebut. Ustadz Syamsi Ali, seorang ustadz asal Indonesia yang mukim di Amerika, mengatakan, acara jumatan Amina Wadud didalangi oleh sebuah organisasi yang berbasis dunia maya, Wake Up, yang beranggotakan sekelompok muslim dengan pandangan-pandangan radikal untuk merombak tradisi-tradisi Islam yang ada, termasuk masalah-masalah ritual.
Beberapa minggu setelah Amina Wadud mengadakan “Jumatan Heboh”, ‘pentolan’ muslim wakeup yang juga seorang feminis radikal, Asra Q Nomani kembali menggelar jumatan heboh. Selang waktu seminggu, Jumatan heboh kembali dilakukan. Asra Q. Nomani rencananya menjadi imam sekaligus khatib, dengan mengambil tempat di gereja Italian Unity, Morgantown, West Virginia, Amerika Serikat.
Selasa 23 Maret lalu, Asra Q Nomani juga mengimami shalat isya dengan makmum lintas gender. Tempatnya di ruang Pusat Riset dan Studi Wanita, Universitas Brandeis, Waltham, Massachusetts. Jamaahnya dua pria dan tiga wanita. Pada shalat ketika itu, Asra menutup kepalanya dengan topi yang terangkai pada sweater merah jambu yang ia kenakan. Namun rambutnya masih tampak menjuntai di leher.
Dalam kasus jumatan Amina Wadud, ada dua hal dasar yang harus dipahami, yaitu : hukum dan teologi feminisme. Dalam masalah hukum dibahas perbedaan hadits seputar bolehkah wanita menjadi Imam sholat bagi makmum laki-laki atau campuran. Di sisi lain, tulisan ini membuktikan bahwa tindakan Amina Wadud menjadi imam shalat jum’at, tidak terlepas dari teologi feminisme global.
Faktanya, Amina Wadud adalah seorang tokoh feminisme yang mendapat penghargaan dari gerakan feminis internasional dengan tindakannya menjadi imam shalat Juma’t beserta aktifitasnya yang lain. Di belakang Amina Wadud, sederet aktifis feminis (juga dari kalangan laki-laki) baik lokal dan internasional mendukung tindakan nyeleneh tersebut. Bukan tidak mungkin, di Indonesia tindakan Amina Wadud segera diikuti dan dilaksanakan, misalnya oleh ibu Musdah Mulia untuk menjadi imam shalat jumat di Indonesia.
Hadits Ummu Waraqah
Dalam ‘jumatan heboh’ Amina Wadud, ada sebuah hadits yang dijadikan bahan perdebatan, yakni dikenal dengan Hadits Ummu Waraqah. Ummu. Ummu Waraqah adalah seorang sahabat wanita yang suatu ketika menghadap Rasulullah SAW, meminta beliau menunjuk seorang muadzin di rumahnya. Beliau kemudian menunjuk seorang muadzin dan memerintahkan Ummu Waraqah menjadi imam shalat bagi penghuni rumahnya.
Rasulullah saw mengizinkan Ummu Waraqah menjadi imam, dengan sabdanya :
“Nabi saw. mengizinkannya (Ummu Waraqah) untuk menjadi imam bagi penghuni rumahnya.” (HR Abu Dawud)
Dalam hadits riwayat Ad-Daruquthni, Rasulullah saw. menyatakan :
“Nabi saw. mengizinkannya (Ummu Waraqah) untuk menjadi imam bagi kaum wanita penghuni rumahnya.” (HR Ad-Daruquthni)
K.H. Husein Muhamad, kyai feminis, Pengasuh Pesantren Da’rut Tauhid, Cirebon, menggunakan hadits riwayat Al-Daraquthni ini, yakni tentang Ummu Waraqah untuk mendukung tindakan Amina Wadud. Menurutnya, dalam kitab Al-Majmu’ karya Imam Nawawi (w. 1277 M), ulasan luas atas kitab Al-Muhadzab karya Abu Ishaq al-Syirazi (w. 1083 H) disana ada tiga ahli fikih terkemuka yang membolehkan perempuan mengimami shalat laki-laki. Mereka adalah Abu Tsaur (w. 854 M), Al-Muzani (w. 878 M), dan Ibnu Jarir al-Thabari (w. 923 M).
Menurut Husein Muhammad, yang juga menulis buku Fiqih Perempuan, ketika Ummu Waraqah diperbolehkan Nabi saw. untuk menjadi imam bagi penghuni rumahnya, di rumah tersebut ada dua lelaki tanggungannya ; seorang kakek dan seorang budak. Ditambah seorang budak perempuan. Penulis kitab hadits Subulus Salam, Al-Shan’ani, berkomentar atas hadits itu, “Ummu Waraqah mengimami kakek, budak laki-laki, dan budak perempuan.”
Jadi menurut Husein Muhammad, jika ditemukan dua teks keagamaan yang menolak dan membenarkan imam perempuan, dengan menggunakan teori penilaian kualitas hadits, maka hadits yang membenarkan imam perempuan lebih valid dibandingkan yang melarang. Nawawi menyebut hadits Jabir yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dimana Nabi saw. Menyatakan, “Perempuan sama sekali tidak boleh menjadi imam shalat laki-laki.” adalah lemah (daif). Ini karena Abdulah bin Muhammad al-Adawi, salah seorang perawi, tidak kredibel. Bukhari dan Abu Hatim al-Razi, ahli hadits terkemuka, mengatakan “Haditsnya tidak bisa diterima.” “Dia guru yang tidak dikenal,” Abu Hatim menambahkan. Sementara itu, para perawi hadits tentang Ummu Waraqah terpercaya dan dinilai bagus (shalih al-hadis).
Penjelasan ini berbeda dengan uraian yang disampaikan oleh Prof. Ali Mustafa Yaqub, seorang ulama pakar hadits dan Pengasuh Pesantren Luhur Ilmu Hadits Darus-Sunnah. Menurutnya hadits Ummu Waraqah kualitasnya memang sahih (valid), tetapi dari sisi istidlal (sumber hukum) untuk membolehkan wanita menjadi imam shalat secara umum di mana di antara makmumnya kaum laki-laki, hal itu perlu ditinjau ulang. Karena dalam hadits tersebut tidak ada kejelasan siapa yang menjadi makmum Ummu Waraqah. Kemungkinan semua makmumnya adalah wanita, semuanya laki-laki, atau campuran antara laki-laki dan wanita. Kaidah ushul fiqh menyatakan, apabila sebuah dalil mengandung banyak kemungkinan, maka dalil itu tidak dapat dijadikan sumber hukum. Karenanya, Hadits Ummu Waraqah itu, kendati sahih, gugur sebagai dalil.
Sementara itu, masih menurut Prof Ali Mustafa Yaqub, yang juga Guru Besar Ilmu Hadits IIQ, Jakarta, hadits Ummu Waraqah bersifat umum, sementara dalam versi lain yang diriwayatkan oleh Imam al-Daruquthni dalam kitab Sunannya menegaskan bahwa Nabi saw. menyuruh Ummu Waraqah menjadi imam shalat bagi wanita-wanita penghuni rumahnya.
“Nabi saw. mengizinkannya (Ummu Waraqah) untuk menjadi imam bagi kaum wanita penghuni rumahnya. ” (HR Ad-Daruquthni)
Berdasarkan kaidah pemahaman hadits, jika terdapat dua hadits yang masing-masing memberikan pengertian umum dan khusus, maka pengertian yang umum harus diartikan dengan pengertian yang khusus. Atau dengan kata lain, hadits yang memberikan pengertian umum tidak dipakai, dan hadits yang memberikan pengertian khusus itulah yang dipakai sebagai dalil. Metode ini dikenal dengan metode takhshish.
Maka, dalam kasus Hadits Ummu Waraqah itu, menurut Prof Ali. Mustafa Yaqub, kendati riwayat yang memberikan pengertian umum jumlahnya lebih banyak, karena ada riwayat yang memberikan pengertian khusus, maka hadits yang memberikan pengertian umum itu di-takhshish (diartikan secara khusus) dengan hadits yang memberikan pengertian khusus.
Karena itu, yang berlaku sekarang adalah hadits yang memberikan pengertian bahwa Rasulullah saw. mengizinkan Ummu Waraqah menjadi imam shalat bagi wanita-wanita yang menjadi penghuni rumahnya. Pengertian ini didukung hadits lain yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ibnu Majah (hadits Jabir), di mana Nabi saw. melarang wanita menjadi imam shalat bagi makmum laki-laki, meskipun dari sisi sanad (transmisi, silsilah keguruan) tidak begitu kuat, substansinya telah diterima dan diamalkan oleh para ulama sejak masa sahabat hingga sekarang, sehingga hadits ini valid sebagai dalil.
“Hendaknya tidak sekali-kali wanita menjadi imam bagi laki-laki.” (HR. Ibnu Majah)
Dari penjelasan ini dan dari fakta sejarah, tidak adanya imam shalat jumat dan khatib jumat dari kalangan wanita, juga imam shalat wanita dengan makmum campuran (laki-laki dan wanita) didukung oleh nash yang kuat. Dengan demikian, persoalan hukum untuk masalah ini sangatlah jelas, yakni ‘ketidak bolehan’ wanita menjadi imam, bagi makmum campuran. Hal inilah yang menjadi ‘jumhur’ para ulama.
Persoalan yang masih tersisa menyangkut apa alasan Amina Wadud mengadakan jumatan heboh tersebut ? Apalagi pelaksanaan jumatan tersebut diliput besar-besaran oleh media Barat, seperti CNN Amerika dan BBC Inggris. Apakah benar, ketika Amina Wadud menjadi imam untuk shalat jum’at dia bersandarkan pada hadits Ummu Waraqah ? atau mungkin dia sendiri tidak melandasi tindakannya dengan itu semua (hadits Ummu Waraqah).
Padahal fakta sejarah membuktikan, tidak pernah ada wanita yang menjadi imam shalat jumat selama 1400 tahun berjalannya Islam, khususnya di masa Rasulullah saw masih hidup. Begitu pula dengan masa shahabat, tabi’in dan tabi’u tabi’in. Bahkan di masa-masa kegemilangan Islam (kekhilafahan), tidak pernah juga kita dapatkan kabar adanya wanita, apakah dia ahlul Baghdad, Mesir,Makah atau Madinah, menjadi imam shalat untuk makmum campuran atau memimpin jumatan.
Satu hal yang dilupakan (sengaja dilupakan) oleh pengusung ide feminisme bahwa orang yang paling mengetahui maksud ucapan Rasulullah saw. adalah para shabat. Mereka, para sahabat, adalah orang-orang yang selalu bersama Rasulullah dan dijamin oleh Allah swt. Sebagai orang-orang yang akan menghuni surga (QS. 9 : 100).
Dengan demikian, sekirannya hadits Ummu Waraqah adalah mengizinkan wanita menjadi imam shalat berjamaah di mana di antara makmumnya kaum laki-laki, tentulah di kalangan shabat ada wanita yang menjadi imam shalat untuk makmum laki-laki. Dan Aisyah istri Rasulullah merupakan orang yang paling pantas menjadi imam shalat berjamaah dengan kaum laki-laki.
Namun tidak ada satu riwayat pun yang menyatakan bahwa Aisyah pernah menjadi imam shalat berjamaah bagi makmum laki-laki dan wanita atau makmum laki-laki saja. Kalau begitu, kenapa Amina Wadud sekarang berani melakukannya ? Apakah dia merasa lebih baik dari Aisyah ?
Dengan demikian, tidak ada alasan lain yang cukup kuat ketika Amina Wadud melakukan jumatan heboh, kecuali keinginan untuk mengusung teologi feminisme dan menyebarkannya ke segenap penjuru dunia. Aroma feminisme kuat sekali dalam penafsiran hadits Ummu Waraqah ini (oleh para pendukungnya tentunya).
Alhamdulillah, metode ‘pendidikan’ Islam (termasuk menilai validitas hadits) yang sudah turun temurun dan dijaga oleh kaum muslimin masih mampu menjaga benteng pertahanan kaum muslimin. Dengan demikian, interpretasi bias gender terhadap hadits Ummu Waraqah dan juga hadits-hadits maupun nash (Al-Qur’an) lainnya insyaallah dapat ditepiskan secara ilmiah.
Amina Wadud dan Feminisme
Kontroversi Jumatan yang dilakukan Amina Wadud hanyalah sebuah langkah awal, sebuah proyek besar bernama feminisme liberal. Jumatan heboh yang dilakukannya di gereja katedral, New York, Maret silam hanya merupakan fenomena puncak gunung es dari sekian aktivitas dan ide feminisme liberal. Terbukti hanya selang satu minggu, Jumatan heboh kembali mereka lakukan, dan mungkin untuk jumat-jumat seterusnya.
Dengan ‘menelusuri’ nama Amina Wadud, beberapa nama dan aktifitas feminisme liberal global segera bermunculan. Di Malaysia, Amina Wadud menggagas Sister In Islam, yang memperjuangkan konsep “Islam Hadhari”6 yang ide-ide dan aktivitasnya kurang lebih sama dengan Jaringan Islam Liberal di Indonesia. Dalam web site Sister In Islam (http://www.sisterinislam.org.my) ide-ide anti poligami, feminisme, dan perjuangan kebabasan hak-hak wanita begitu kental disuarakan.
Secara ringkas, visi dan misi Sister In Islam adalah sebagai berikut :Sisters in Islam (SIS) ialah sekumpulan wanita profesional beragama Islam yang memperjuangkan hak-hak wanita dalam kerangka Islam.
Usaha kami mempromosi hak-hak wanita Islam adalah berasaskan prinsip-prinsip kesaksamaan (persamaan), keadilan, kebebasan dan martabat seperti yang diperintah oleh al-Qur’an dan diperjelaskan oleh kajian kami mengenai kitab suci ini.
SIS telah ditubuhkan pada 1988 dan didaftar sebagai Pertubuhan Bukan Kerajaan (NGO) pada 1993 di bawah nama SIS Forum (Malaysia) Berhad. Nama Sisters in Islam terus digunakan dalam penulisan kami.
Misi kami adalah untuk meningkatkan kesedaran mengenai prinsip-prinsip Islam yang sebenar, prinsip-prinsip yang memuliakan konsep kesaksamaan di antara wanita dan lelaki, dan berjuang ke arah pembentukan masyarakat yang mendokong prinsip-prinsip Islam seperti kesaksamaan, keadilan, kebebasan dan martabat dalam negara demokrasi.
Objektif utama kami adalah:
- Menegak dan membangunkan satu kerangka hak-hak wanita dalam Islam yang mengambil kira pengalaman dan realiti wanita;
- Menghapuskan ketidakadilan dan diskriminasi terhadap wanita dengan mengubah amalan-amalan serta nilai-nilai yang menganggap bahawa taraf wanita adalah lebih rendah daripada lelaki; dan
- Membina kesedaran awam dan memperbaharui undang-undang serta dasar-dasar mengenai kesaksamaan, keadilan, kebebasan, martabat dan demokrasi dalam Islam.
Ketika ditelusuri lebih jauh, Gebrakan Amina Wadud di Malaysia teryata disokong penuh oleh ‘kekuatan’ pemerintah Malaysia. Anak PM Malaysia Dato Seri Abdullah Hj Ahmad Badawi, yaitu Nori Abdullah adalah penggagas sekaligus sponsor Sister in Islam. Dengan kata lain, konsep “Islam Progressive” Amina Wadud diadopsi oleh pemerintah Malaysia yang kemudian diberi nama baru, yakni “Islam Hadhari”.
Di negara asalnya, Amina Wadud disponsori oleh “Muslim Progressive” yang salah satu aktivisnya adalah Asra Q. Nomani. Asra, wanita kelahiran India berusia 40 tahun ini adalah ‘otak’ dari jumatan heboh Amina Wadud. Asra Q. Nomani, adalah pendiri kelompok feminis liberal bernama Women’s Freedom Tour. Merekalah yang merancang Jumatan kontroversial dengan imam Amina Wadud, dan merancang jumatan-jumatan berikutnya. 7
Asra Q. Nomani, mantan wartawan Wall Street Journal ini bisa dikatakan seorang aktivis feminis liberal radikal. Untuk membuktikannya, Anda cukup mengunjungi situsnya, www.asranomani.com, maka semuanya pun menjadi jelas. Dalam situs tersebut, ide feminisme liberal Asra diekspresikan dengan kebebasan seks, dengan nama Tantrika.8
Asra Q. Nomani secara aktif menyebarkan ide-ide feminisme liberal dalam situsnya tersebut, bersama rekan-rekan seperjuangannya di muslimwakeup dan progressive muslim. Ide feminisme Asra terangkum dalam rancangan 10 hak muslimah di masjid dan di tempat tidur. Berikut tuntutannya :9
An Islamic Bill of Rights for Women in the Mosques
- Women have an Islamic right to enter a mosque.
- Women have an Islamic right to enter through the main door.
- Women have an Islamic right to visual and auditory access to the musalla (main sanctuary).
- Women have an Islamic right to pray in the musalla without being separated by a barrier, including in the front and in mixed-gender congregational lines.
- Women have an Islamic right to address any and all members of the congregation.
- Women have an Islamic right to hold leadership positions, including positions as prayer leaders, or imams, and as members of the board of directors and management committees.
- Women have an Islamic right to be full participants in all congregational activities.
- Women have an Islamic right to lead and participate in meetings, study sessions, and other community activities without being separated by a barrier.
- Women have an Islamic right to be greeted and addressed cordially.
- Women have an Islamic right to respectful treatment and exemption from gossip and slander.
Rancangan 10 Hak Muslimah di Masjid :
Wanita Muslimah memiliki hak Islami untuk :
- Masuk Masjid
- Masuk Masjid dari pintu utama
- Punya akses visual (bisa dilihat) dan akses auditorial (bisa didengar suaranya) di ruang utama shalat.
- Tanpa dibatasi tirai dan berhak shalat di bagian depan dalam shalat campuran pria-wanita
- Bersalaman dengan seluruh anggota jamaah
- Dijadikan pemimpin, termasuk jadi imam shalat, serta anggota dan direktur pengelola masjid
- Berpartisipasi penuh dalam semua kegiatan masjid
- Memimpin dan berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan dan kegiatan lain tanpa dibatasi tirai
- Disapa dan disalami
- Diperlakukan secara hormat dan dihindarkan dari gosip dan fitnah
An Islamic Bill of Rights for Women in the Bedroom
- Women have an Islamic right to respectful and pleasurable sexual experience.
- Women have an Islamic right to make independent decisions about their bodies, including the right to say no to sex.
- Women have an Islamic right to make independent decisions about their partner, including the right to say no to a husband marrying a second wife.
- Women have an Islamic right to make independent decisions about their choice of a partner.
- Women have an Islamic right to make independent decisions about contraception and reproduction.
- Women have an Islamic right to protection from physical, emotional, and sexual abuse.
- Women have an Islamic right to sexual privacy.
- Women have an Islamic right to exemption from criminalization or punishment for consensual adult sex.
- Women have an Islamic right to exemption from gossip and slander.
- Women have an Islamic right to sexual health care and sex education.
Rancangan 10 Hak Muslimah di Tempat Tidur :
Wanita Muslimah memiliki hak Islami untuk :
- Mendapatkan perlakuan seksual yang anggun dan menyenangkan
- Membuat keputusan tentang tubuhnya, termasuk menolak berhubungan seksual
- Memutuskan pasangannya, termasuk menolak suaminya menikah lagi
- Bebas memilih suami
- Memilih kontrasepsi dan reproduksi
- Diberi perlindungan terhadap pelecehan fisik, seksual, dan emosional
- Mendapatkan privasi seksual
- Bebas dari hukuman bila melakukan hubungan seksual suka sama suka sesama orang dewasa
- Dibebaskan dari gosip dan fitnah
- Mengikuti pendidikan seksual, pemeliharaan, serta pengobatan seksual
Dalam tinjauan ragam gerakan feminisme, tuntutan Asra Q Nomani ini bisa dimasukkan ke dalam golongan feminisme liberal. Asumsi dasar golongan ini adalah bahwa kebebasan dan keseimbangan berakar pada rasionalitas. Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, dasar perjuangan mereka adalah menuntut kesempatan dan hak yang sama bagi setiap individual termasuk perempuan atas dasar kesamaan keberadaannya sebagai makhluk rasional. Bagi mereka, pusat masalahnya adalah perbedaan pola-pola tradisional dan modern. Kehidupan modern menuntut karakter manusia yang ekspresif yaitu rasional, kompetitif, dan mampu mengubah keadaan dan lingkungannya. Sementara kehidupan tradisional ditandai dengan karakter yang sebaliknya. Penyebab perempuan terbelakang adalah karena salah perempuan sendiri, yaitu karena kebodohan dan sikap irasional mereka dalam berpegang teguh pada nilai-nilai tradisional (agama, tradisi, dan budaya yang mengungkung perempuan dalam dunia domestik yang statis tidak produktif). Nilai-nilai tradisional inilah yang menyebabkan mereka tidak bisa bersaing secara adil dengan laki-laki, karena potensi perempuan dibatasi dari dunia publik yang yang senantiasa produktif dan dinamis. Aturan yang adil adalah dengan membebaskan perempuan dalam seluruh aspek kehidupan dan menyejajarkannya dengan laki-laki. Keterlibatan perempuan dalam industrialisasi dan modernisasi adalah jalan yang harus ditempuh untuk meningkatkan status perempuan.10
Rancangan 10 Hak Muslimah di Masjid dan di tempat tidur model Asra, merupakan promosi liberalisme (kebebasan) yang intinya meninggalkan aturan Islam dalam mengatur hubungan pria dan wanita. Semangat itu tentu saja bukanlah untuk menerapkan Islam, sekecil apa pun, namun untuk menjajakan teologi feminisme liberal, dengan menjadikan ide feminisme sebagai sumber dan logika hukum. Bahkan di beberapa poin rancangan tersebut, khususnya point ke-8 rancangan hak muslimah di tempat tidur, terdapat anjuran seks bebas dan penentangan terhadap hukum Allah swt.
Dengan seluruh fakta ini, menjadi jelas latar belakang jumatan heboh yang dilakukan Amina Wadud dan para sponsornya. Ini adalah sebuah serangan peradaban Barat melalui ide feminisme liberal. Upaya Barat untuk meliberalkan Islam ditempuh dengan cara menafsirkan Islam (termasuk hadits) dengan menggunakan kacamata feminisme.
Serangan Barat terhadap Islam melalui ide feminisme liberal dan ide-ide sekular lainnya di maknai sebagai sebuah pembaruan agama. Dan para penganjur pembaharuan agama masuk melalui pintu pembaharuan fikih sebagai salah satu agendanya. Di Indonesia kelompok liberal juga berbuat demikian dengan kedok pembaharuan fikih seperti hubungan umat Islam dengan Ahlul kitab juga dikacaukan dengan fikih inklusif, sehingga terbit buku fikih lintas agama.
Demikianlah kontroversi jumatan Amina Wadud dilihat dari sisi hukum dan teologi feminisme. Dari sisi hukum, sudah jelas, tidak pernah ada pria dan wanita shalat dalam shaf yang sama, bercampur baur termasuk wanita shalat, sementara auratnya terbuka. Juga jumatan dengan khatib dan imam seorang wanita. Sebuah kejadian aneh dan langka. Dengan demikian, pertimbangannya bukanlah pertimbangan hukum, karena kalau pertimbangan hukum, maka tatanan hukum Islam tidak akan dijungkirbalikkan seperti itu.
Namun, faktanya adalah semangat untuk menjajakan teologi feminisme liberal di dunia Islam, dengan menjadikan ide feminisme sebagai sumber dan logika hukum. Maka tidak heran, kalau hadits Ummu Waraqah tafsirannya menjadi berbeda dengan jumhur para ulama. Paradigma dan hukum Islam-betapapun kuatnya-akhirnya tetap tidak dijadikan rujukan, bahkan justru dijungkirbalikkan. Na’udzubillah. Benarlah yang dikatakan Rasulullah saw :
“Sungguh, akan terlepas aturan dan syiar Islam sehelai demi sehelai. Ketika terlepas suatu aturan, manusia akan bergantung pada aturan berikutnya. Awal dari syiar Islam tersebut adalah hukum/pemerintahan dan yang terakhir adalah shalat.” (HR Ahmad)
M.Fachry, International Jihad Analys Ar Rahmah Media
International Jihad Analysis
Ar Rahmah Media Network
http://www.arrahmah.com
The State of Islamic Media
Fotenote:
- [1] Dalam situs Muslim wake up.com terlihat teologi feminisme yang kuat. Ide-ide liberalisme dan sekularisme menjadi menu utama setiap hari yang aplikasinya berbentuk seks bebas, homo seksualitas dan lesbianisme. Salah satu tokohnya, Omid Safi, penulis buku “Progressive Muslim : On Justice, Gender, and Pluralism” melegalkan homo seksualitas dengan memutar balik fakta bahwa Al-Qur’an tidak pernah sama sekali menyinggung secara eksplisit begitu juga Nabi tidak menghukum orang yang terlibat dengan perbuatan ini (homo seksualitas).
- [2] Gatra, 9 April 2005
- [3] Musdah Mulia, kelahiran Bone, Sulawesi Selatan, 3 Maret 1958 dikenal sebagai aktivis feminisme Indonesia. Doktor di bidang pemikiran politik Islam UIN Syarif Hidayatullah ini dikenal luas ketika mengusung “Buku Pembaruan Hukum Islam : Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (KHI)” atas nama Tim Pengarusutamaan Gender Departemen Agama, yang akhirnya menimbulkan kontroversi di masyarakat karena kental nuansa feminisnya. Muara dari draft KHI- yang akhirnya gagal-tersebut sarat dengan ide-ide feminisme, gender, pluralisme, ham dan demokrasi. Akhirnya, pengarang buku ” Islam Menggugat Poligami” dan “Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Perspektif Islam” yang mengetuai tim perumus “KHI Tandingan” dianggap telah berani menafikan ayat-ayat Al-Qur’an atau hadits Nabi yang qat’iyul wurud (perintah yang sudah pasti). Lebih lengkapnya lihat www.swaramuslim.net
- [4] Gatra, 9 April 2005
- [5] Gatra, 9 April 2005
- [6] Islam Hadhari adalah usulan reformasi amalan Islam di Malaysia yang dipelopori oleh Perdana Mentri Malaysia, Dato Seri Abdullah Hj Ahmad Badawi, Badawi mengusulkan 10 prinsip untuk mendukung gagasan tersebut yang akan membawa Malaysia menuju negara Islam yang progresif (Hadhari). Ide progresif inilah yang bersesuaian dengan pemikiran Amina Wadud sebagai tokoh dan pemikir di Sister in Islam Malaysia, dimana Islam Progresif atau Islam Hadhari dalam penafsiran Amina Wadud adalah pengamalan konsep Islam yang terbuka, bebas dan liberal.
- [7] Ketika Jumatan heboh yang diimami oleh Amina Wadud, Asra Q. Nomani menjadi muadzin. Tanpa penuutup kepada dan mengenakan celana panjang, Asra Q. Nomani mengumandangkan adzan di hadapan jamaah yang bercampur antara laki-laki dan wanita. Video klip Jumatan heboh ini ditayangkan banyak stasiun televisi, termasuk Al-Jazeera.
- [8] Tantrika, adalah judul novel Asra Q Nomani yang bercerita tentang biografi perjalanan ‘cinta’-nya yang terinspirasi oleh Tantra, sebuah ‘seni bercinta’ seperti Kama Sutra. Cover depan novel ini adalah seorang gadis telanjang dan semangat novel berjudul lengkap Tantrika, Traveling The Road of Divine Love ini adalah ‘kebebasan seks’ ala Tantra.
- [9] http://www.asranomani.com/freedom/archives/2005/02/an_islamic_bill.php
- [10] Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan dalam Timbangan Islam, Siti Muslikhati, Gema Insani, Desember 2004.