KABUL (Arrahmah.id) — Taliban menuduh Amerika Serikat (AS) telah ‘merampas’ aset-aset Afghanistan yang dibekukan. Tuduhan itu dilontarkan Taliban setelah AS mengungkapkan rencana untuk membentuk dana eksternal untuk mengelola cadangan nasional Afghanistan senilai US$ 3,5 miliar (Rp 52,2 triliun) yang disita.
Seperti dilansir AFP (16/9/2022), saat Taliban mengambil alih kekuasaan pada Agustus tahun lalu, AS membekukan aset bank sentral Afghanistan senilai US$ 7 miliar (Rp 104,5 triliun), memperburuk krisis kemiskinan yang dipicu oleh runtuhnya rezim pemerintahan yang lama dan penangguhan bantuan asing.
Awal tahun ini, Presiden AS Joe Biden mengungkapkan rencana untuk memecah aset itu, dengan separuhnya digunakan untuk bantuan kemanusiaan Afghanistan dan separuhnya lagi diberikan kepada korban serangan teror 11 September atau 9/11 yang memicu invasi pimpinan AS.
Sejak saat itu, Taliban membujuk Washington DC untuk mencairkan aset itu karena Afghanistan dilanda krisis pangan musim dingin, perekonomiannya runtuh dan gempa bumi yang menghancurkan.
Namun pada Rabu (14/9) waktu setempat, AS mengumumkan dana sebesar US$ 3,5 miliar akan disimpan dalam sebuah run fund secara profesional, karena Washington DC tidak mempercayai Taliban untuk mengelola dana itu.
“Aset rakyat Afghanistan telah dirampas oleh Amerika Serikat,” tuding juru bicara pemerintahan Taliban, Zabihullah Mujahid, kepada AFP (16/9).
“Kami menganggapnya sebagai invasi terhadap properti rakyat Afghanistan. Amerika Serikat bukan pemilik aset-aset ini,” tegasnya.
Mujahid menuntut agar aset Afghanistan itu dicairkan ‘tanpa syarat apapun’.
Dana Afghanistan atau Afghan Fund yang baru — yang berbasis di Jenewa, Swiss — tidak akan digunakan untuk bantuan kemanusiaan, tapi akan digunakan untuk memenuhi fungsi-fungsi inti bank sentral, seperti membayar tunggakan internasional Afghanistan dan untuk impor listrik.
Dana itu berpotensi akan digunakan untuk kebutuhan seperti mencetak uang.
Sejak mengakhiri intervensi militer selama 20 tahun, AS dan beberapa negara lainnya mencari cara untuk menyalurkan bantuan ke Afghanistan tanpa melalui Taliban.
“Saat ini tidak ada lembaga di Afghanistan yang bisa menjamin dana ini akan digunakan hanya untuk kepentingan rakyat Afghanistan,” sebut Wakil Menteri Keuangan AS, Wally Adeyemo, dalam surat kepada Da Afghanistan Bank (DAB) pada Rabu (14/9) waktu setempat.
“Hingga hal itu terpenuhi, mengirimkan aset kepada DAB akan menempatkan aset-aset itu dalam risiko yang tidak bisa diterima dan membahayakan aset itu sebagai sumber dukungan bagi rakyat Afghanistan,” imbuhnya.
DAB sendiri mengkritik rencana menyimpan dana cadangan Afghanistan di Swiss. Disebutkan DAB bahwa tidak akan bisa diterima untuk menggunakan aset itu bagi kepentingan lainnya, selain aktivitas ekonomi yang sah, seperti menstabilkan pasar uang dan memfasilitasi perdagangan. (hanoum/arrahmah.id)