JAKARTA (Arrahmah.com) – Tidak dipungkiri adanya kenyataan pada mereka yang pernah belajar dengan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, sebagian ada yang akhirnya berbeda ijtihad.
“Memang, saya pernah mendengar adanya ucapan, Ustadz Abu dianggap murtad (takfir) dikarenakan berselisih paham. Tapi, yang jelas, saya tidak pernah mendengar ucapan itu secara langsung. Bisa saja, itu kesimpulan dari pendengar yang misunderstanding, kita tidak tahu,” kata Juru Bicara Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) Center, Ustadz Son Hadi.
Yang pasti, orang yang belajar tidak bisa dibatasi. Imam Syafii saja gurunya ada 800. Perbedaan pendapat itu biasa, namun tetap ada ruang untuk didiskusikan antara murid dengan sang guru. “
Kalau setiap orang pernah berguru, lalu dihubung-hubungkan dengan JAT, saya kira itu tidak tepat,” jelas Son Hadi.
Lebih lanjut Son Hadi mengungkapkan bahwa JAT masih terus berbenah diri dalam mengatur internal organisasi. Tidak mudah untuk menjadi anggota JAT, harus melalui daurah, memahami materi pokok keislaman, aqidah dan manhaj yang benar, serta adanya kewajiban untuk berjama’ah.
“Saat ini kita mengandalkan daftar muwahadah, markaz lah yang menentukan seseorang menjadi anggota. Pernah ada yang mengusulkan untuk membuat kartu anggota JAT.
Saat JAT baru berumur tiga tahun, amir JAT sudah ditangkap. Hal inilah yang menimbulkan sedikit kegoncangan. Padahal, segala kebijakan sudah hampir berjalan. JAT saat ini telah melakukan semacam penyaringan. Terlebih, mulai banyak orang yang menjauhi Ustadz Abu. Sebagian diantaranya telah mengundurkan diri . Untuk saat ini, penguatan jamaah belum bisa dilakukan secara optimal.
“Kita ingin mengadakan open house untuk menjelaskan apa itu JAT. Agar tidak ada lagi pihak tertentu yang suka mengait-ngaitkan setiap kali peristiwa pengeboman di Indonesia dengan anggota JAT,” kata Son Hadi.
Son Hadi menjelaskan bahwa konsep JAT adalah dakwah dan jihad. Itu dilakukan secara step by step dengan penjelasan tauhid, amar ma’ruf nahi munkar, bukan sekdar lips service.
“Sikap JAT jelas, setiap ijtihad harus sesuai syar’i, dan perlu didiskusikan sah atau tidaknya suatu tindakan. Jadi, tidak ada pola JAT yang mengarahkan anggotanya untuk melakukan aksi pengeboman tanpa landasan syar’i.”
“Memang, bicara ijtihad, setiap orang bisa beda pendapat. Hanya saja, orang sudah tahu, bahwa Ustadz Abu adalah tokoh yang dikenal sebagai anti thogut. Sehingga Ustadz Abu acapkali dianggap sebagai the real endemy yang harus didahulukan,” tukas Son Hadi.
Seperti yang diketahui, pihak kepolisian kerap menghubungkan JAT dengan aksi pemboman yang terjadi di Indonesia. Seiring tuduhan kepolisian tersebut, JAT berulang kali membantah keterlibatan dalam aksi-aksi tersebut.
Son Hadi menjelaskan bahwa Beni Asri dan kelompoknya (pelaku bom Cirebon dan bom Solo) dulu sempat bergabung dengan JAT. Beni bergabung di JAT Cirebon sejak 2010, tetapi sudah keluar pada Maret 2011. Dia menyatakan mundur, bahkan mengkafirkan Ustadz Abu Bakar Baasyir (ABB), karena menurut mereka ABB menggunakan hukum thogut (di luar hukum Allah).
“Karena itu kita tidak bertanggung jawab atas tindakan mereka,” ujar Son Hadi, di Mabes Polri, Jakarta.
“Kita tidak tahu dia mendapat ilmu dari guru mana, sehingga melakukan itu. Ustad Abu sendiri tidak menyetujui tindakan bom Cirebon dan bom Solo yang dinilainya tidak dibenarkan oleh syariat.” (voaI/arrahmah.com)