JAKARTA (Arrahmah.com) – Meski ada yang berpendapat Obama lebih baik dari pesaingnya, menurut Muhammad Ismail Yusanto, terpilihnya kembali Obama sebagai presiden Amerika tidak perlu disyukuri. “Pasalnya politik luar negeri Amerika terhadap dunia Islam tidak berubah,” ungkap Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia tersebut seperti dilansir mediaumat.com, Kamis (8/11).
Memang benar, aku Ismail, di bawah kepemimpinan Obama selama empat tahun akhirnya pasukan Amerika ditarik dari Irak dan Afghanistan. “Tapi bukan berarti Irak dan Afghanistan akan dibiarkan lepas dari cengkraman Amerika,” tegasnya.
Di samping hampir setiap hari terus membantai warga sipil di Perbatasan Pakistan-Afghanistan dengan pesawat tanpa awaknya, menurut Ismail, Obama pun selama empat tahun menjabat sebagai presiden mendukung penuh Israel dan menganggap angin lalu pembantaian Israel terhadap kaum Muslimin di Gaza.
Menurut Ismail, boleh saja kaum Muslimin berharap Obama akan memperbaiki hubungannya dengan dunia Islam. Namun harapan itu, menurutnya, tidak akan terwujud. Kalau terwujud, berarti itu bukan negara Amerika lagi, berarti itu bukan presiden Amerika lagi.
“Yang namanya Amerika, itu memang negara imperialis (penjajah, red), sedangkan presiden Amerika itu mempunyai tanggung jawab untuk mewujudkan visi dan misi imperialisme,” bebernya.
Maka, tegasnya, bagi Indonesia itu kemenangan kembali Obama jadi presiden tetap tidak akan membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Ismail pun membandingkan antara pemerintahan presiden Amerika sebelumnya George Bush dengan Obama. “Politik dan ekonomi Amerika di Indonesia itu tetap kokoh dijaga oleh keduanya,” simpul Ismail.
Buktinya, Freeport bahkan di masa Obama ini meminta perpanjangan kontrak.
Di masa Obama pula, kedutaan besar Amerika di Indonesia diperbesar hingga 3,6 hektar. Itu berarti ada peningkatan tugas pokok dan fungsi dari kedubes Amerika di Jakarta. Itu pula berarti bahwa pergerakan kepentingan penjajahan Amerika di Indonesia akan semakin meluas dan mengakar. Karena di sana akan dipekerjakan sekitar 16 ribu staf.
“Jadi saya tidak mengerti ya, apa sebenarnya keuntungan Indonesia di masa Obama? Kecuali kita merasa ikut senang ada presiden Amerika yang masa kecilnya pernah tinggal di Jakarta,” pungkasnya. (bilal/arrahmah.com)