(Arrahmah.id) – Joseph Bilsma dikenal sebagai salah satu pakar terkemuka dalam bidang kebijakan perdagangan internasional, baik yang berkaitan dengan Amerika Serikat maupun Organisasi Perdagangan Dunia. Ia memiliki minat mendalam terhadap ekonomi transisi dan aktif menulis serta memberikan analisis di berbagai media internasional, di samping kiprahnya sebagai akademisi.
Ia telah menjadi penasihat ekonomi bagi sejumlah pemerintah, lembaga penelitian, organisasi non-profit, hingga perusahaan swasta. Salah satu gagasan kontroversialnya adalah proyek “Riviera Timur Tengah”, yang ia ajukan pada tahun 2024 kepada tim Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Latar Belakang Pendidikan
Joseph Bilsma meraih gelar sarjana ekonomi pada tahun 1971. Selama masa kuliahnya, ia menjadi anggota organisasi kehormatan bagi mahasiswa berprestasi dalam bidang ekonomi dan bisnis.
Tahun yang sama, ia melanjutkan studi pascasarjana di Universitas Harvard dengan fokus pada ekonomi Soviet (1971–1972), lalu meraih gelar doktor di bidang ekonomi dari Boston College pada 1976.
Tak berhenti di situ, ia kemudian mengambil studi hukum dan memperoleh gelar doktor hukum dari Universitas George Washington pada 1998.

Karier Akademik dan Profesional
Karier akademik Bilsma dimulai sebagai dosen di Universitas South Carolina (1976–1979), sebelum bergabung dengan Universitas George Washington pada 1980 setelah sempat menjadi peneliti kebijakan ekonomi di Brookings Institution.
Rekam jejak akademiknya berskala internasional. Ia pernah menjadi dosen dan peneliti tamu melalui program Fulbright di berbagai lembaga, seperti Universitas Renmin di Beijing (2012–2013), dan Universitas Ben Gurion di “Israel” (1995–1996).
Bilsma juga sempat mengajar di berbagai fakultas hukum dan ekonomi, termasuk di Universitas Katolik di Washington dan Fakultas Hukum Radzyner di Herzliya, “Israel”.
Ia pernah menduduki sejumlah posisi penting dalam dunia riset, seperti di Institut Maurice Falk milik Universitas Ibrani di “Yerusalem”, menjadi peneliti di Pusat Kajian Rusia Universitas Harvard, serta fellow di Pusat Kajian Eropa Timur Universitas Ibrani melalui Yayasan Lady Davis.
Dalam bidang pengembangan pendidikan internasional, Bilsma pernah menjabat ketua dewan akademik pertama Sekolah Ekonomi Internasional Universitas Tbilisi, Georgia (2006–2008), dan selama lebih dari 15 tahun menjadi anggota dewan penasihat Sekolah Ekonomi Kyiv di Ukraina.
Sejak 2006, ia juga aktif sebagai anggota dewan organisasi Aliansi Perdagangan, Bantuan, dan Keamanan, serta lembaga Global Works di Washington. Ia pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi jurnal Ekonomi Dunia dan memimpin seri buku akademik bertajuk Ekonomi Timur Tengah dan Afrika Utara. Ia juga pernah menjadi ketua Asosiasi Perdagangan dan Keuangan Internasional.

Proyek Riviera Timur Tengah
Di antara berbagai ide yang ia sumbangkan, salah satu yang paling menuai sorotan adalah Proyek Riviera Timur Tengah. Gagasan ini ia tawarkan kepada tim Donald Trump pada tahun 2024 melalui sebuah lembaga studi ekonomi yang fokus pada kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara.
Proyek ini bertujuan untuk merekonstruksi Jalur Gaza secara total, baik secara ekonomi maupun infrastruktur. Fokus utama diarahkan pada pengembangan sektor pariwisata, pertanian, dan teknologi. Namun, inti dari proyek ini—dan yang paling kontroversial—adalah rencana untuk mengosongkan Gaza sepenuhnya dari penduduknya, guna membuka jalan bagi pembangunan ulang wilayah tersebut berdasarkan tata kota baru.
Dalam rencananya, puing-puing bangunan yang hancur akan didaur ulang dan dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur baru, termasuk terowongan dan bangunan vertikal yang dulunya digunakan oleh kelompok perlawanan Palestina.
Dari segi lingkungan dan teknologi, Bilsma mengusulkan transformasi Gaza menjadi kawasan yang sepenuhnya bergantung pada energi surya. Wilayah ini juga akan dilengkapi dengan jaringan transportasi modern seperti rel kereta api, pelabuhan darat, laut, dan udara—dengan tujuan utama memisahkan Gaza sepenuhnya dari “Israel” secara ekonomi.
Ia juga merancang ulang peta tata ruang Gaza: pesisir barat akan dijadikan kawasan wisata lengkap dengan hotel dan fasilitas mewah, bagian timur akan dipenuhi menara hunian setinggi 30 lantai, dan area tengah dimanfaatkan untuk pertanian modern serta rumah kaca.
(Samirmusa/arrahmah.id)