JAKARTA (Arrahmah.com) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kebijakannya banyak yang tidak berpihak kepada rakyat karena tersandera para bandar yang membiayainya saat kampanye Pilpres 2014.
“Penyanderaan dan perampasan hak prerogatif semacam itu ingin ditepis oleh Jokowi saat menjadi presiden. Karena itu Jokowi sejak awal bertekat untuk tidak menyusun kabinet transaksional dan sebaliknya ingin menbentuk kabinet kerja (zaken cabinet) dan kabinet ahli,” Koordinator Forum Relawan Pemenangan Jokowi-JK, Indro Tjahyono dalam pernyataan kepada intelijen, Senin (20/4/2015), dikutip dari intelijen.co.
Menurut Indro, gembar-gembor ini tentu dianggap naif karena tanpa sadar sejak menjadi walikota solo, Jokowi telah didekati oleh para promotor jika tidak bisa disebut bandar.
“Para promotor ini tetap menempel Jokowi ketika mengikuti kontes pencalonan dan menjadi Gubernur Dki Jakarta. Mereka yang melakukan konsolidasi elit saat Jokowi mencalonkan diri sebagai presiden,” ungkap Indro.
Kata Indro, para promotor terus menerus memberi fasilitas kampanye dan materi kampanye yang nyata dan bisa diukur (tangible). Mereka berusaha menutup segala upaya yang tidak terukur (intangible) seperti mobilisasi dan kampanye door to door yang dilakukan para relawan.
“Dengan cara demikian para promotor ini bisa menampilkan diri, misalnya dengan membentuk Rumah Transisi, seolah-olah mereka paling berjasa dalam pemenangan dengan menunjukkan berapa besar uang yang telah mereka keluarkan.
Lanjut Indro, dalam kondisi ini peluang relawan untuk ikut serta menjalankan amanat Trisakti dan mengimplementasikan Trisakti akan semakin kecil.
“Apalagi jika Jokowi telah dihipnotis oleh atraksi-atraksi mereka yang seolah-olah ingin berperan sebagai kelompok inti (core group), tetapi dari hari ke hari posisi politik Jokowi semakin kedodoran,” pungkas Indro. (azm/arrahmah.com)