JAKARTA (Arrahmah.id) – Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI Jusuf Kalla (JK) menanggapi isu dirinya yang dianggap sebagai kingmaker untuk Anies Baswedan.
JK mengatakan sudah mengenal Anies jauh sebelum eks Mendikbud itu menjabat Gubernur DKI Jakarta.
Namun, JK menegaskan, dirinya dekat dengan semua pihak bukan hanya Anies.
JK mengatakan mengenal Anies secara dekat saat dirinya bagian dari Pembina Yayasan Universitas Paramadina.
“Itu kalau secara pribadi. Saya dekat dengan Anies, karena dia dulu rektor Paramadina, saya pembina yayasan. Dan, tiap Jumat saya makan sama-sama,” kata JK dalam podcast YouTube RGTV channel ID yang dikutip pada Selasa (29/11/2022), lansir VIVA.co.id.
JK mengungkapkan, dirinya kerap berdiskusi dengan Anies dan beberapa pembantu rektor dan dosen Universitas Paramadina.
Dia mengatakan momen itu terjadi sebelum dirinya menjabat Wakil Presiden RI. Dia pun tak menampik upayanya yang mendorong Anies maju ke Pilkada DKI 2017.
Saat itu, dia mengaku berhubungan intens dengan Gerindra serta PKS yang akhirnya mengusung Anies sebagai cagub DKI.
“Dalam berapa jam saja, saya telepon itu Gerindra dan PKS langsung dukung. Tengah malam. Saya waktu itu di New York,” ujar JK.
JK mengaku masih heran jika terkait Pilkada DKI 2017. Dia menyinggung sikap pendukung mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
JK menuturkan, para pendukung Ahok atau Ahoker masih belum menerima kekalahan dari Anies. Menurutnya, sikap itu tak paham demokrasi.
“Saya kadang-kadang ketawa juga. Apa itu, aneh juga ini keadaan, para Ahoker yang kalah waktu pemilu sampai sekarang masih marah saja. Artinya tidak paham demokrasi,” ujar JK.
JK juga menyinggung soal politik identitas. Dia heran politik identitas ini seolah-olah selalu dipandang negatif.
Dia mengingatkan selama ini politik identitas itu pelakunya adalah para calon peserta pemilu.
Ia mencontohkan seperti capres saat kampanye pasti akan berkunjung ke pondok pesantren dan menemui kiai serta ulama.
“Ketemu kiai, siapa pun. Bukan satu, dia bisa 10, 100 pesantren,” terang JK.
JK mengatakan, cara itu sebenarnya tak masalah karena calon ingin punya identitas sebagai pecinta ulama atau muslim yang taat.
“Coba saya tanya siapa yang calon yang tidak ke pesantren. Saya juga dulu,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.id)