Mantan Presiden AS Jimmy Carter menegaskan kembali “pengakuan”nya bahwa kebijakan Israel di wilayah pendudukan Palestina lebih buruk dibandingkan dengan kebijakan politik apartheid yang pernah diterapkan di Afrika Selatan.
Carter mengungkapkan kembali hal itu dalam wawancara dengan surat kabar terbitan Israel, Haaretz, edisi Senin (11/12). Pernyataan itu juga ditulis Carter dalam buku terbarunya tentang konflik Timur Tengah berjudul “Palestine: Peace Not Apartheid.”
Dalam buku tersebut Carter yang pernah mendapat hadiah Nobel pada tahun 2002 ini mengecam keras “dinding penjara besar” yang dibangun Israel di Tepi Barat. Ia menyatakan, dinding pemisah itu mencaplok apa yang masih tersisa dari Palestina dan mencaplok lebih luas lagi tanah Palestina untuk pemukiman warga Israel.
“Dalam beberapa hal, kondisi itu lebih menindas dibandingkan dengan kondisi kehidupan warga kulit hitam Afrika Selatan selama diberlakukan kebijakan apartheid,” tulis Carter.
Lebih lanjut Carter juga menulis bahwa penjajahan dan kolonisasi yang dilakukan Israel terhadap tanah-tanah milik rakyat Palestina menjadi kendala utama bagi tercapainya perdamaian secara menyeluruh di Tanah Suci.
Dan dalam wawancara yang dipublikasikan Senin kemarin oleh Haaretz, Carter mengatakan, “Ketika Israel benar-benar menjajah wilayah ini sampai kedalam wilayah Tepi Barat dan menghubungkan sekitar 200 pemukiman satu sama lain dengan sebuah jalan, kemudian melarang warga Palestina menggunakan jalan itu bahkan dilarang menyeberanginya, hal ini merupakan perlakuan yang bahkan lebih buruk dari pembedaan atau apartheid yang pernah kita saksikan di Afrika Selatan.”
Seperti diketahui, Israel membangun dinding pembatas sepanjang 700 kilometer terbuat dari bata keras dan dialiri listrik. Pembangunan dinding itu rencananya akan dilanjutkan sampai sepanjang 900 kilometer melintasi kawasan Tepi Barat dengan mengambil sebagian besar wilayah tersebut ke wilayah yang diklaim Israel.
Mahkamah Internasional dan Dewan Umum PBB menilai tembok tersebut ilegal dan sudah memerintahkan Israel agar meruntuhkan tembok dan memberikan kompensasi bagi warga Palestina yang selama ini sudah dirugikan oleh keberadaan tembok itu.
Carter Dikecam
Pernyataan Carter yang menyebut kebijakan Israel di Palestina lebih buruk dari kebijakan apartheid dikritik oleh sejumlah kalangan dan pelobi Yahudi di AS.
Kalangan demokrat yang saat ini mendominasi Kongres bahkan untuk pertama kalinya selama 12 tahun belakangan ini, bereaksi cukup keras.
“Dalam isu ini Presiden Carter bicara atas dirinya sendiri, opini dalam bukunya adalah opininya sendiri dan bukan pandangan atau sikap dari Partai Demokrat,” kata Ketua Komite Nasional Demokrat, Howard Dean dalam pernyataannya.
Kecaman juga dilontarkan Direktur Nasional organisasi Anti-Defamation League, Abraham H. Foxman yang menilai pernyataan Carter mengandung nuansa anti-semit.
Namun Carter membantah tuduhan itu. Pada Atlanta Pers Club pekan lalu, Carter mengatakan bahwa ia mengatakan hal itu dengan penuh kelegaan dan karena komitmennya hidupnya untuk menciptakan perdamaian di Timur Tengah.
“Israel tidak akan pernah damai sampai mereka mau mundur (dari wilayah pendudukannya di Palestina),” tegasnya.
Carter menambahkan, “Harapannya, buku ini paling tidak akan mendorong munculnya perdebatan yang tidak lagi eksis di negeri ini. Tidak pernah ada perdebatan yang cukup siginifikan atas isu ini.”
Carter belakangan juga sangat vokal mengkritik kebijakan AS yang mendukung kekejaman Israel terhadap rakyat Palestina. Ia juga menyebut negara-negara yang menghentikan bantuan dana bagi pemerintah Palestina sudah melakukan “kejahatan terhadap rakyat Palestina.” (ln/iol/eramuslim)