AUCKLAND (Arrahmah.id) — Petisi daring berjudul ‘Keadilan Untuk Hoda’ diluncurkan setelah seorang gadis muslim berusia 17 tahun, Hoda al Jamaa, menjadi korban Islamofobia di Selandia Baru. Remaja Muslimah ini dipermalukan karena jilbabnya dirobek oleh tiga siswi rekannya di sekolah yang sama.
Serangan terhadap siswi Otago Girls’ High School itu divideokan oleh siswa lain. Gadis-gadis yang berusaha mengintimidasi Hoda dan teman-temannya merekam seluruh insiden dan mendistribusikannya di antara anak laki-laki dan perempuan di sekolah.
“Dua gadis memegang saya dan satu memukul saya dan setelah saya jatuh ke tanah, dia masih memukul wajah dan tubuh saya. Saya sedang menunggu guru untuk membantu saya,” kata Hoda kepada penerbit lokal Radio New Zealand, seperti dikutip dari NZ Herald, Sabtu (19/2/2022).
Dia mengatakan gadis-gadis itu melepas jilbabnya dan memvideokannya. Kemudian, video itu dibagikan kepada anak laki-laki dan perempuan di sekolah. Dia menambahkan para pelaku berusaha melakukan hal yang sama kepada dua temannya.
“Jilbab saya adalah budaya dan agama saya. Jilbab adalah segalanya bagi saya dan saya mencintai jilbab saya dan gadis-gadis lain menyukai jilbab mereka,” kata Hoda.
Semuanya dimulai setelah gadis-gadis itu mendekati Hoda yang sedang duduk bersama teman-temannya. Mereka berupaya mengintimidasi kelompok itu, meminta mereka untuk mengajari mereka bersumpah dalam bahasa Arab.
Gadis-gadis itu segera mulai mengejek Hoda dan teman-temannya dan situasi meningkat ketika mereka menyerang Hoda yang jatuh dan merobek jilbabnya sambil merekam insiden tersebut. Mereka pun mencoba melakukan hal yang sama dengan teman-teman Hoda.
Ini bukan pertama kalinya, sebelumnya juga Hoda menjadi korban kejahatan kebencian dan telah disebut ‘teroris’ dalam berbagai kesempatan.
Ribuan orang menandatangani petisi untuk mencari keadilan bagi seorang pelajar muslim di Selandia Baru yang jilbabnya dirobek dalam dugaan kejahatan rasial.
Polisi setempat mengatakan mereka telah mengidentifikasi gadis-gadis yang terlibat dalam insiden itu dan telah meluncurkan penyelidikan.
“Pertengkaran ini telah menyebabkan keresahan dan kesusahan yang signifikan bagi gadis-gadis itu, keluarga mereka, dan komunitas muslim yang lebih luas,” ujar polisi.
“Kekerasan atau perilaku mengancam termasuk yang melibatkan kebencian, permusuhan, atau prasangka mengenai ras, keyakinan, orientasi seksual, identitas gender, kecacatan, atau usia tidak dapat diterima. Sekolah mengeluarkan pernyataan panjang yang mengatakan tidak ada toleransi untuk komentar tidak baik, rasialisme, intimidasi atau bentuk diskriminasi lainnya,” katanya.
Insiden tersebut memicu perhatian media lokal dan internasional, dengan sebuah petisi yang menyerukan keadilan telah mendapatkan hampir 60 ribu tanda tangan dalam dua hari. Beberapa pengguna media sosial membagikan tagar #JusticeforHoda untuk menyoroti insiden tersebut dan mengutuk Islamofobia di negara tersebut.
Pada 15 Maret 2019, 51 orang tewas di Christchurch ketika seorang pria bersenjata menembaki jamaah di Masjid Al Noor dan Linwood Islamic Centre. Supermodel Palestina-Belanda Bella Hadid membagikan kampanye tersebut di feed Instagram-nya pada Kamis.
“Itu membuatku marah dan mual,” tulis Hadid.
Hadid berpesan kita perlu mengubah pola pikir penilaian segera. “Ajarkan teman-teman kita, anak-anak, orang tua, dan keluarga bahwa berhijab, menjadi Muslim atau menjadi apa pun selain kulit putih pada umumnya, tidak sama dengan ancaman atau berbeda dari orang lain,” katanya. (hanoum/arrahmah.id)