JAKARTA (Arrahmah.com) – Pembicara kajian Islam tadabbur Al Quran, Parwis L Palembani mengajak masyarakat belajar rasa keadilan lewat kasus yang menimpa siswi SMP korban pemerkosaan dan pembunuhan di Bengkulu, Yuyun /Y (14). Kasus kekerasan pembunuhan dan disertai pemerkosaan yang dialami Y sontak menyita perhatian publik.
“Kasus ini sangat membuat geram masyarakat, bahkan banyak menyeruak ke permukaan kemarahan masyarakat,” ujarnya, baru-baru ini, lansir Republika Ahad (8/5/2016).
Alhasil, muncul wacana tentang hukuman mati atau kebiri, atau paling minim dihukum penjara seumur hidup bagi pelaku pemerkosaan yang disertai pembunuhan oleh belasan pelaku kejahatan.
Parwis yakin dengan kasus yang menimpa Y, pasti publik sepakat apapun agama dan sukunya jika pelaku pemerkosaan dan pembunuhan untuk dihukum mati. Di sini banyak yang menyuarakan hukuman berat bagi pelaku kekerasan tersebut, termasuk tindak pidana lainnya.
“Tahukah Anda, hukum Islam sudah jauh-jauh hari memberikan hukum keras bagi pelaku seperti ini, mulai dari cambukan, rajam atau bahkan paling dahsyat dengan hukuman salib dengan cara menyilang,” kata Parwis.
Hal ini telah tertuang sebagaimana firman Allah SWT, ‘Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di bumi hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar’ (QS.5:33).
Yang mengherankan, kata Parwis, adalah mengapa banyak orang membenci dan antipati dengan hukum Islam diterapkan, tapi berharap hukuman berat bagi pelaku tindak pidana. Dia mengajak publik untuk menimbang keadilan seakan Anda adalah korban atau keluarga korban. “Dengan cara ini Anda akan tahu betapa adilnya hukum Allah lewat hukum syariah,” ujarnya.
Hampir setiap keluarga korban menilai, apapun putusan hakim, mereka selalu berharap agar pelaku dihukum seberat-beratnya baik hukuman mati, atau minimal penjara seumur hidup. Dengan demikian Anda pasti menyimpulkan bahwa hukum Allah adalah adil.
Parwis mengatakan hukum Islam menimbang keadilan lewat rasa yang ada pada diri keluarga korban, karena keluarga korban tidak mungkin bisa disogok karena mereka yang kehilangan. Sehingga adil baru tegak menurut mereka jika pelaku dihukum seberat-beratnya.
Keluarga korban diberikan beberapa pilihan, yakni menuntut hukum mati, meminta uang tebusan (diyat), atau memaafkan. Jika keluarga korban memilih opsi ketiga, maka di sana akan terlihat betapa indahnya hukum Islam, tapi jika yang dipilih opsi 1 atau 2, maka itu sangat wajar.
Namun hukum positif sepenuhnya merupakan kewenangan hakim. Hakim, kata Parwis, tidak merasakan kepedihan seperti yang dirasakan korban. Alhasil, tidak sedikit para hakim memutuskan perkara jauh dari harapan keluarga korban.
(azm/arrahmah.com)