Protes di kota Aleppo, Suriah utara terhadap Tentara Pembebasan Suriah (FSA) menyoroti memudarnya pengaruh kelompok pemberontak utama dan meningkatnya kekuatan kelompok Islam yang lebih disiplin dan semakin lebih baik dalam perlengkapan militer.
Setelah pemandangan tak biasa di kota kedua Suriah yang terganggu sejak 20 Juli oleh pertempuran mematikan, kehadiran pejuang Islam kini telah semakin terasa, lansir Middle East Online.
“Suatu pagi aku bangun dan melihat ke luar, terdapa enam pria bersenjata mengenakan pakaian hitam dan mereka mengenakan kohl,” ujar George, seorang penduduk di distrik Siryan al-Jadideh.
Keberanian dan keterampilan tempur telah membuat kelompok Jihad Jabhat al-nusrah dominan di Aleppo kini, menurut pengakuan afiliasi Ikhwanul Muslimin Liwa al-Tawhid.
Front al-Nusrah menjadi salah satu brigade terkuat di kota, ujar yang lainnya, Mustafa.
Mujahidin terkenal tidak hanya karena kebijaksanaan mereka, tetapi juga tidak takut mati saat bertempur. Para pengunjuk rasa mendesak pasukan FSA untuk berada di garis depan bukannya berdiam diri menunggu komando.
Maher, mantan pemilik toko pakaian dan penduduk di distrik Bustan al-Qasr yang dikuasai FSA, mengambil bagian dalam aksi protes baru-baru ini terhadap penjarahan oleh sebuah kelompok pemberontak yang menurutnya telah mengambil alih rumah-rumah banyak keluarga yang telah melarikan diri dari konflik.
Kerendahan hati Mujahidin Jabhat al-Nusrah membuat penduduk sangat menghormati mereka.
“Mereka tidak mendekati masyarakat,” menurut Maamoun, penduduk di distrik Kalasseh.
“Sangat sulit untuk berkomunikasi dengan para pejuang karena beberapa dari mereka memiliki aksen yang berbeda dan yang lainnya sulit dimengerti sama sekali,” lanjutnya.
Mustafa (37), seorang guru yang tinggal bersama istri dan lima anaknya di Bustan al-Basha, benteng kekuatan dua kelompok Jihad.
“Kami tidak pernah melihat mereka, kecuali selama serangan tentara,” ujarnya.
“Al-Nusrah dan Ghuraba al-Sham menunjukkan diri mereka segera setelah serangan militer dan kemudian menghilang begitu saja saat pertempuran selesai.”
Front al-Nusrah sejauh ini dianggap sebagai kelompok yang sulit untuk berbicara dengan wartawan.
Tidak dikenal sebelum pemberontakan pecah, Front al-Nusrah dalam pesan video yang diposting di forum-forum Jihad telah mengatakan mereka bertanggung jawab atas sebagian besar serangan syahid yang mematikan di Suriah termasuk di Aleppo, Damaskus dan Deir Ezzor yang menargetkan pasukan teroris rezim Assad.
Rekan-rekan mereka, Ghuraba al-Sham yang anggotanya kebanyakan berasal dari Turki dan negara-negara bekas Soviet dan Ahrar al-Sham yang sebagian besar berasal dari Lebanon dan irak.
Kualitas senjata mereka dan akses ke pendanaan menjadikan kelompok Jihad terpisah dai FSA.
“Kebanyakan pejuang FSA masih muda. Bahkan beberapa dari mereka masih remaja dan membawa senjata canggih,” ujar Abdullah (32) yang tinggal di Old City.
“Tapi para pejuang Al-Nusrah lebih tua dan memiliki senjata canggih serta rompi tahan peluru.”
Perbedaan dalam pendanaan dari berbagai faksi terlihat jelas saat bulan suci Ramadhan.
“Pejuang al-Nusrah berbuka dengan daging panggang saat matahari terbenam sementara pejuang FSA harus puas dengan sandwich,” ujar Abdullah.
Menurut Hossam, seorang wartawan berusia 35 tahun, kedua kelompok terlibat dalam penculikan.
“Para pemberontak melakukannya untuk tebusan untuk membayar pejuang dan membeli senjata, namun Al-Nusrah tidak membutuhkan negosiasi. Mereka membunuh sandera mereka.”
Mujahidin al-Nusrah terus mendapat dukungan rakyat, sementara pemberontak utama (FSA)telah dituduh bertindak seperti preman.
Sebuah tanda yang mengatakan kekuasaan al-Nusrah berkembang adalah bahwa Al-Nusrah sering menengahi perselisihan antara kelompok pemberontak, menurut Mujahid (30).
“Ada bentrokan selama satu bulan antara pemberontak di (distrik selatan) Fardoss, sampai Al-Nusra menguasai wilayah dan berbagi rampasan perang, sebagian besar senjata dan amunisi,” katanya. (haninmazaya/arrahmah.com)