Oleh Novi Widiastuti
Pegiat Literasi
Euforia menyelimuti sebagian umat Islam setiap kali kabar gencatan senjata diumumkan. Seolah-olah jeda ini adalah tanda kemenangan atau awal dari perdamaian yang diidamkan. Tidak dapat dipungkiri, gencatan senjata memberikan napas sementara bagi saudara-saudara kita di Palestina, membebaskan mereka untuk sesaat dari derita brutalitas penjajahan Zionis Israel dan sekutunya, termasuk Amerika Serikat.
Meskipun ada harapan besar terhadap keberhasilan gencatan senjata ini, sikap optimisme yang berhati-hati tetap diperlukan. Pelanggaran terhadap perjanjian gencatan senjata sejatinya masih sangat mungkin terjadi, mengingat pihak Zionis menunjukkan sikap yang tidak sepenuhnya tulus dalam menyetujui kesepakatan tersebut.
Tidak butuh waktu lama, pada 20 Januari 2025, hanya sehari setelah kesepakatan diberlakukan, Kantor Berita Palestina WAFA (21/1/2025) melaporkan pelanggaran yang dilakukan oleh Zionis Yahudi. Pada Senin malam waktu setempat, sniper Zionis menembaki warga sipil di Kota Rafah, menyebabkan seorang anak dan seorang warga sipil Palestina tewas, serta melukai sembilan orang lainnya.
Di waktu yang sama, seorang tenaga medis di Rumah Sakit Eropa di Khan Younis melaporkan bahwa tiga warga Palestina terluka akibat serangan. Drone milik entitas Zionis menjatuhkan bahan peledak di dekat rumah mereka di wilayah timur Rafah.
Perselisihan memuncak pada Sabtu, 25 Januari 2025, ketika ribuan warga Palestina dicegah untuk kembali ke rumah mereka di Jalur Gaza utara melalui Koridor Netzarim. Pemerintah Israel memblokir jalan utama di kawasan tersebut dan menuduh Hamas telah melanggar ketentuan dalam kesepakatan gencatan senjata. (Kompas.com, 21/01/2025)
Sebagaimana telah diperkirakan, gencatan senjata tidak mampu menghentikan kekejaman Zionis yang didukung oleh Amerika Serikat. Bagi mereka, mengingkari janji sudah menjadi hal yang biasa. Dalam Al-Qur’an dan berbagai catatan sejarah peradaban dunia, bangsa tersebut memiliki rekam jejak yang dikenal sering mengingkari janji. Mereka tidak ragu melakukan pengkhianatan, bahkan melangkah lebih jauh dengan melakukan kejahatan yang lebih besar.
Ilusi Perdamaian yang Tidak Menyelesaikan Penjajahan dan Genosida
Umat Islam harus memahami hakekat sebenarnya dari gencatan senjata yang sering digadang- gadang sebagai “langkah menuju perdamaian”. Dalam konflik yang melibatkan penjajahan dan genosida seperti di Palestina, gencatan senjata hanyalah solusi semu yang tidak pernah menyentuh akar permasalahan.
Sejarah berulang kali menunjukkan bahwa gencatan senjata lebih sering menjadi jeda strategis bagi pihak penjajah untuk memperkuat posisi mereka, merencanakan kejahatan berikutnya, dan memanipulasi opini dunia.
Kenyataan pahit yang harus dihadapi adalah bahwa gencatan senjata bukanlah solusi hakiki. Itu hanya pereda sementara dari rasa sakit, bukan penyembuh luka yang mendalam. Akar masalahnya tetap belum tersentuh: penjajahan, perampasan tanah, penghancuran identitas, serta ketidakadilan yang dilegalkan oleh kekuatan dunia yang mendukung Zionisme.
Penjajahan Zionis Israel terhadap Palestina, didukung oleh kekuatan global seperti Amerika Serikat, tidak dapat dihentikan dengan perjanjian atau diplomasi semata, karena akar masalahnya bersifat ideologis dan didukung sistem global yang tidak adil.
Solusi hakiki untuk menghentikan penjajahan dan genosida ini adalah melalui jihad dan tegaknya khilafah. Jihad sebagai kewajiban umat Islam memerlukan kepemimpinan kuat yang hanya dapat terwujud dalam bingkai khilafah. Khilafah, dengan penerapan syariat secara kaffah, akan menyatukan umat, membangun kekuatan militer, politik, ekonomi, dan sosial, sehingga keadilan dan kemerdekaan sejati dapat tercapai.
Bulan Rajab: Momentum Refleksi untuk Palestina dan Kemuliaan Umat Islam
Bulan Rajab, yang penuh dengan makna sejarah, mengingatkan kita pada peristiwa Isra Mikraj, yang menunjukkan kemuliaan tanah Palestina sebagai tempat suci ketiga umat Islam. Namun, tanah ini kini dijajah oleh Zionis Israel, yang menindas umat Palestina.
Peringatan Isra Mikraj dan bulan Rajab harus dimanfaatkan untuk menyadarkan umat akan hakikat penjajahan ini dan kemuliaan yang Allah anugerahkan pada Palestina. Penjajahan ini adalah masalah global, yang hanya dapat diatasi dengan persatuan umat di bawah khilafah Islam, yang melindungi dan menyatukan umat.
Aksi Bela Palestina yang digelar pada 26 Januari 2025 adalah contoh konkret bagaimana dorongan iman umat Islam di Indonesia untuk berjuang demi Palestina. Aksi ini bukan hanya bentuk solidaritas, tetapi juga wujud nyata bahwa umat Islam di Indonesia memahami dengan benar bahwa permasalahan Palestina bukanlah sekadar konflik teritorial semata, melainkan perjuangan untuk menghentikan penjajahan, genosida, dan penindasan yang telah berlangsung lama.
Kesadaran Umat sebagai Kunci Terwujudnya Jihad dan Tegaknya Khilafah
Kesadaran umat Islam adalah kunci utama untuk membebaskan diri dari segala bentuk penjajahan, penindasan, dan ketidakadilan yang terus dialami hingga hari ini. Ketika umat Islam memiliki pemahaman yang benar tentang kondisi mereka, tentang kewajiban untuk memperjuangkan agama Allah, dan tentang solusi hakiki bagi permasalahan umat, maka mereka tidak akan tinggal diam. Kesadaran ini akan mendorong umat untuk bangkit, berjuang, dan bergerak bersama menuju tegaknya jihad dan kembalinya khilafah sebagai puncak kemuliaan Islam.
Namun, perjuangan ini membutuhkan arah yang jelas dan kepemimpinan yang kuat. Umat Islam tidak akan mampu berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya pemimpin yang membimbing mereka dengan visi yang kokoh, strategi yang terencana, dan semangat yang tidak tergoyahkan. Di sinilah pentingnya keberadaan kepemimpinan jamaah dakwah ideologis. Jamaah ini tidak hanya menjadi penggerak dakwah, tetapi juga penjaga ideologi Islam yang murni, sekaligus pemimpin yang mampu menghantarkan umat menuju tujuan besar mereka.
Jemaah dakwah ideologis memiliki peran sentral dalam membangun kesadaran umat. Melalui dakwah yang konsisten, jamaah ini mampu menyampaikan hakikat Islam secara menyeluruh, menjelaskan akar masalah yang dihadapi umat, serta menunjukkan jalan keluar yang sesuai dengan syariat. Mereka tidak hanya berjuang di ranah intelektual dan spiritual, tetapi juga merancang langkah-langkah praktis untuk menggerakkan umat menuju perubahan besar.
Ketika umat memahami bahwa jihad adalah kewajiban untuk membebaskan diri dari penjajahan dan menegakkan kalimat Allah, mereka akan mendukung perjuangan ini dengan segenap tenaga dan harta mereka. Ketika umat memahami bahwa khilafah adalah institusi yang akan menyatukan mereka, melindungi kehormatan mereka, dan menegakkan hukum Allah di muka bumi, mereka akan berjuang dengan penuh keikhlasan untuk mewujudkannya.
Rasulullah saw. bersabda:
“Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu adalah perisai, yang orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung dengannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kesadaran umat dan kepemimpinan ideologis yang kuat menjadi kunci untuk mewujudkan jihad dan tegaknya Khilafah. Perjuangan ini bukan sekadar mimpi, tetapi tujuan nyata yang dapat dicapai jika umat Islam bersatu dan bergerak dalam satu arah. Dengan memperkuat dakwah ideologis umat Islam dapat bangkit dari keterpurukan, menjadikan jihad sebagai kenyataan, dan mengembalikan Khilafah sebagai rahmat bagi seluruh alam. Saat itu, kemuliaan Islam akan terwujud, dan umat kembali memimpin dunia dengan kebenaran.
Wallahua’lam bis shawab