ANKARA (Arrahmah.com) – Sebuah jet Rusia telah ditembak jatuh oleh pasukan Turki setelah terbang di wilayah udara negara itu, menurut laporan yang beredar di media sosial, sebagai dilansir oleh Express, Ahad (11/12/2015).
Saksi mata melihat sebuah ledakan di Huraytan, Suriah utara, sementara tiga jet tempur melayang di atasnya.
Salah seorang wartawan mentweet bahwa tiga pesawat Turki merespon dan mengunci radar pesawat “misterius” yang diidentifikasi sebagai jet-Mig 29, jenis pesawat yang digunakan oleh pasukan Putin.
Express.co.uk telah menghubungi pemerintah Turki dan militer Rusia tetapi belum bisa dimintai komentar.
Ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara Putin dan Barat selang beberapa hari setelah pesawat tempur Rusia yang lain melanggar wilayah udara Turki.
Pesawat F-16 memulai serangan setelah jet MIG-29 bermesin ganda terkunci radar oleh pesawat Turki dekat kota Yayladagi, di provinsi Hatay dekat perbatasan dengan Suriah.
Pesawat Turki kemudian mengejar pesawat Rusia kembali ke wilayah udara Suriah.
Serangan itu datang hampir seminggu pasca pasukan Rusia mengebom Suriah setelah Presiden Vladimir Putin menyatakan perang terhadap ISIS.
Duta Besar Rusia di Turki juga dipanggil sebagai protes atas tindakan provokatif tersebut.
Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu mengatakan masuknya Rusia ke konflik Suriah telah meningkatkan krisis dan Moskow mengakui pelanggaran wilayah udara Turki oleh pesawat tempurnya adalah “kesalahan”.
Para pejabat Turki telah memperingatkan Moskow bahwa Turki tidak bertanggung jawab atas insiden yang tidak diinginkan, yang mungkin terjadi di masa depan.
Dan awal pekan ini mantan kepala MI6 Sir John Sawers memperingatkan resiko bentrokan dahsyat antara Rusia dan Amerika Serikat sebagai akibat ketegangan antara kedua negara super power tersebut telah mencapai puncaknya.
Menteri Pertahanan Michael Fallon juga telah mengumumkan bahwa Inggris telah menempatkan sejumlah pasukannya di negara-negara Baltik sebagai langkah untuk menghalangi serangan Rusia.
Mr Sawer mengatakan: “Akan sangat sulit melanjutkan kampanye ini kecuali ada koordinasi militer yang disepakati antara Rusia dan Barat.
“Anda tidak akan bisa memiliki dua angkatan tempur udara dengan tujuan yang berbeda di atas wilayah yang sama tanpa risiko terjadi bentrokan.”
(ameera/arrahmah.com)