BERLIN (Arrahmah.com) – Jerman telah menyetujui penawaran senjata utama dengan UEA, termasuk pengiriman amunisi berkaliber tinggi, Deutsche Welle melaporkan pada Sabtu (15/4/2017).
Jerman memasok lebih banyak senjata bagi UEA untuk berperang dalam konflik Yaman, meskipun perang yang sedang berlangsung di negara termiskin di Timur Tengah itu telah memicu kelaparan dan krisis pengungsi.
Mengutip dokumen Kementerian Ekonomi Jerman yang dikirim ke parlemen, baik “Der Spiegel” dan harian “Taz” melaporkan pekan ini bahwa pemerintah Jerman menyetujui penjualan 203.448 unit detonator dari perusahaan Microtec pada Uni Emirat Arab (UEA). Selain itu, Jerman akan memberikan kendaraan militer yang diproduksi oleh Dynamit Nobel Defence yang bernilai 126 juta euro ($ 134 juta).
Penjualan ini menunjukkan bahwa Jerman terus melanjutkan kebijakannya untuk mempersenjatai negara-negara di Timur Tengah meskipun mereka memiliki keterlibatan langsung dalam konflik Yaman.
Pihak oposisi Jerman mengutuk perjanjian baru tersebut.
“Sekali lagi, pemerintah mendukung perang melalui pengiriman peralatan militer untuk mereka yang terlibat dalam perang di kawasan Teluk,” kata Agnieszka Brugger, juru bicara kebijakan pertahanan partai Green.
“Ketimbang menghentikan semua perdagangan senjata dengan negara-negara yang berpartisipasi dalam perang berdarah di Yaman, CDU dan SPD [partai koalisi pemerintahan Jerman] kembali mengabaikan pedoman ekspor senjata Jerman.”
Pedoman ekspor, yang tidak mengikat secara hukum, seharusnya dibuat untuk mencegah penjualan peralatan “ofensif” militer, peralatan yang digunakan terhadap demonstrasi damai, atau penjualan perangkat keras militer ke negara-negara yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Selain itu, ekspor senjata Jerman biasanya datang dengan “sertifikat pengguna akhir,” yang dimaksudkan untuk menjamin pembeli agar tidak memberikan senjata kepada pihak lain.
Tapi penjualan detonator untuk 40-mm amunisi ke negara yang kemungkinan akan menggunakannya dalam perang ini menunjukkan bahwa pedoman tersebut sering diabaikan ketika pemerintah Jerman mengklaim bahwa penjualan itu adalah demi kepentingan strategis.
Jürgen Grasslin, juru bicara kampanye anti-perdagangan senjata”Aktion Aufschrei – Stoppt den Waffenhandel” dan salah satu aktivis perdamaian yang paling menonjol Jerman, mengatakan detonator tersebut kemungkinan akan digunakan dalam peluncur granat otomatis, atau “mesin senapan granat” yang diproduksi oleh perusahaan Jerman seperti Heckler & Koch.
“Dengan kaliber besar 40-mm amunisi, militer dan warga sipil dapat menembak dan membunuh pada jarak beberapa ratus meter,” kata Grasslin pada DW.
Berita tentang penjualan senjata datang dalam minggu yang sama saat organisasi bantuan CARE International menyajikan sebuah laporan baru di Berlin memperingatkan bahwa 7 juta warga Yaman menghadapi kelaparan sebagai akibat dari konflik dua tahun di Yaman.
PBB menyelenggarakan konferensi donor pada akhir April untuk mengumpulkan dana dalam rangka mencegah bencana kemanusiaan semakin jauh di luar kendali. (althaf/arrahmah.com)