PARIS (Arrahmah.id) – Prancis dan Jerman pada Senin (25/7/2022) mengecam keras eksekusi empat tahanan politik oleh junta militer Myanmar.
Juru bicara rezim mengonfirmasi akhir pekan lalu, eksekusi – yang pertama dalam hampir tiga dekade – saat negara Asia Tenggara itu melihat penurunan tajam dalam hak-hak sipil dan kebebasan setelah kudeta 2021.
Sebuah pernyataan Kementerian Luar Negeri Prancis mengatakan eksekusi itu “merupakan kemunduran besar dan tahap baru dalam eskalasi kekejaman yang dilakukan oleh junta sejak kudeta.”
Kementerian Luar Negeri Jerman mengatakan eksekusi aktivis pro-demokrasi “menunjukkan penghinaan junta terhadap aspirasi demokrasi yang kuat dari rakyat Myanmar,” seperti dilansir Anadolu.
Eksekusi tersebut mewakili “titik terendah baru dalam pemerintahan tirani” dan “menunjukkan penghinaan junta terhadap aspirasi demokrasi yang kuat dari rakyat Myanmar.” Ia juga menambahkan bahwa dengan tindakan ini, militer sekali lagi menunjukkan “penghinaan total terhadap hak asasi manusia.”
Kedua negara meminta junta untuk mengembalikan moratorium penggunaan hukuman mati.
Mereka juga menyerukan pembebasan semua orang yang ditahan secara sewenang-wenang, diakhirinya kekerasan, dan dimulainya kembali dialog untuk memulihkan demokrasi.
Junta merebut kekuasaan setelah menggulingkan pemerintah pertama yang terpilih secara demokratis di negara itu dalam kudeta 1 Februari 2021.
Lebih dari tiga perempat anggota mantan partai berkuasa Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), termasuk pemimpinnya Aung San Suu Kyi dan mantan Presiden Win Myint, telah ditangkap oleh junta, bersama dengan jurnalis dan aktivis hak-hak sipil. (haninmazaya/arrahmah.id)