BERLIN (Arrahmah.id) — Menteri Dalam Negeri Jerman Nancy Faeser mengumumkan ingin mengurangi secara signifikan pengaruh imam atau ulama asing terhadap komunitas Muslim di Jerman. Ia juga menekankan tentang pelatihan imam atau ulama lokal.
“Saya ingin secara bertahap mengurangi penempatan imam pemerintah dari luar negeri ke Jerman, dengan tujuan mengakhiri mereka sama sekali. Ini berlaku khususnya untuk Turki,” kata Faeser dalam Konferensi Islam Jerman di Berlin, seperti dilansir Turkish Minute (9/12/2022).
Ia menambahkan pemerintah federal berhubungan dengan otoritas Turki yang bertanggung jawab. Faeser menilai penting dalam hal kebijakan integrasi bahwa lebih banyak imam yang dibesarkan di Jerman dan dilatih dalam bahasa Jerman untuk melayani komunitas Islam.
Karena kurangnya sekolah teologi Islam di Jerman, jamaah Muslim selama bertahun-tahun mengimpor pemimpin agama. Namun banyak yang percaya imam yang dilatih dalam program teologi Islam di universitas Jerman akan lebih mampu melayani kebutuhan generasi muda Muslim yang tumbuh di negara tersebut.
Para imam Turki dikirim untuk melayani di lebih dari 900 masjid di seluruh Jerman yang dijalankan oleh Persatuan Islam Turki untuk Urusan Agama (DITIB), yang beroperasi di bawah Direktorat Urusan Agama Turki atau Diyanet.
DITIB didirikan oleh Diyanet pada 1984 di Jerman saat gerakan Islam fundamentalis yang dilarang di Turki semakin populer di kalangan penduduk Turki di Jerman.
DITIB telah dituduh bertindak sebagai perpanjangan tangan pemerintah Turki menyusul upaya kudeta tahun 2016 terhadap Presiden Recep Tayyip Erdogan.
Beberapa imam diduga bertindak atas perintah pos diplomatik Turki untuk memata-matai pengikut gerakan Gulen, yang dituduhkan Ankara atas kudeta yang gagal itu.
Pada Agustus 2018, Kementerian Dalam Negeri Jerman mengumumkan pemerintah Jerman tidak lagi mendanai proyek yang dijalankan oleh DITIB setelah organisasi tersebut terlibat dalam serangkaian skandal.
Sebagian besar pendanaan pemerintah Jerman untuk DITIB melibatkan dukungan untuk program kontra-ekstremisme dan membantu pengungsi. Sekitar 6 juta euro (6,9 juta dolar AS) telah diberikan kepada kelompok tersebut sejak 2012. (hanoum/arrahmah.id)