Oleh : Abu Nisa (Aktivis Gerakan Kontemporer Indonesia)
(Arrahmah.com) – Sejak peristiwa WTC 9/11, AS menggunakan momentum itu untuk memetakan sekaligus mengeleminasi potensi ancaman yang mereka sebut “terorisme”. Sejak itu dibuatlah juga kerangka legislasi di level global melalui lembaga-lembaga internasional sebut saja diantaranya ICG. Yang berimplikasi hingga sampai di level nasional atas nama “war on terrorism”. Sebuah proses kelahiran yang berbarengan. Antara badan-badan internasional, regional, atau forum-forum internasional, regional yang konsen pada pembahasan terorisme. Dengan kerangka legislasi internasional sebagai pijakan hukum perang melawan terorisme. Dipertajam dengan kombinasi antara pembentukan opini dunia, legal of frame internasional dan tindakan fisik atas nama law of enforcement. Secara paralel kita bisa melihat kemudian begitu masifnya invasi militer oleh Kafir Muharibban Fi’lan laknatulloh AS bersama sekutunya ke berbagai negeri muslim. Mulai dari Irak hingga Afghanistan atas nama mewujudkan perdamaian dunia. Dengan menutupi motif ekonomi busuk sebenarnya mengeksploitasi sumber daya alam. Mainstream “war on terrorism” akhirnya menjadi opini standart acuan sikap politik berbagai negara yang berkiblat pada barat di bawah komando koboi dunia AS. Naifnya, sebagian besar para penguasa negeri muslim mengamininya. Bahkan ikut larut dan hanyut dalam gelombang propaganda “war on terrorism”. Dan bercampur secara acak antara kepentingan dunia ala koboi AS dengan kepentingan lokal nasional para penguasa dalam percaturan politik internal sebuah negara.
Di Indonesia sendiri “war on terrorism” menjadi perbincangan yang populer. Momentum besarnya pasca Bom Bali II. Diikuti kemudian dengan berbagai peristiwa terorisme yang terkonfigurasi menjadi cerita panjang terorisme hingga kini. Bahkan kerangka infrastrukturnya sudah mapan terbentuk. Mulai dari legal of frame (UU Intelijen, UU Terorisme, UU Pendanaan Terorisme, RUU Kamnas), badan-badan negara (BNPT dan Densus 88), maupun desain opini nasional secara masif. Yang terbaru adalah penyusunan standart kode etik jurnalistik untuk reportase peristiwa terorisme buah hasil kerjasama antara Dewan Pers dengan BNPT. Keberadaan kerangka infrastruktur tentu tidak saja untuk memenuhi kepentingan temporer. Melainkan kepentingan jangka panjang yang memperhatikan hubungan konstelasi politik dunia dengan kontelasi politik nasional. Sepanjang konflik dunia islam dengan barat kafir terus menjadi kenyataan politik dunia. Maka keberadaan kerangka infrastruktur itu menemukan relevansinya. Tinggal menggerakkan saja kerangka itu untuk obyek sasaran yang dituju. Semua itu berpangkal juga di antaranya pada integritas kepemimpinan para penguasa negeri muslim. Jika masih menempatkan posisinya sebagai barisan antek-antek penjajah asing maka “war on terrorisme” akan terus menjadi topik tak berkesudahan.
Ke depan di antara sasaran yang seksi dituju pasca Afghanistan, Irak, Palestine dan lain-lain adalah Suriah. Fakta politik Suriah menjadi pusat perhatian sangat penting dunia terutama barat laknatulloh. Suriah memiliki posisi geopolitik sangat strategis yang akan menentukan perubahan besar peta politik dunia. Apalagi medan jihad Suriah menjadi pesona yang indah bagi para mujahidin berbagai penjuru dunia merengkuh keagungan dan kemuliaan. Seiring dengan peliknya konflik internal yang menghiasi perjalanan perjuangan jihad di sana. Ini yang agak sedikit membedakan dengan medan jihad di beberapa negeri muslim yang lain. Gelombang dukungan Jihad di bumi Syam begitu menggelora. Termasuk dukungan dari Indonesia. Semua dukungan yang mengalir secara alamiah tidak ada satupun yang memiliki kepentingan politik tertentu. Kecuali ikhlas semata-mata karena dorongan keyakinan dan keimanan untuk membantu saudara seimannya. Lain lagi jika motifnya sebagai bagian dari operasi intelijen. Yakni operasi untuk memecah belah para mujahidin yang sedang berjihad di bumi Syam. Atau menginventarisir database para mujahidin dari Indonesia yang sebagian syahid dan sebagian yang lain kembali ke tanah air. Untuk sebuah investasi cerita panjang perburuan terorisme tak berujung di negeri ini.
Dengan melihat konstelasi politik menjelang pilpres Juli mendatang sangat jelas terlihat arah kebijakan politik ke depan yang sama dengan kebijakan politik penguasa sebelumnya. Dimana legal of frame produk legislasi tetap dominan bernuansa 2 kepentingan. Pertama, menikam, merugikan dan menyengsarakan rakyat. Kedua, berpihak pada kepentingan asing. Dalam konteks legal of frame terorisme maka implementasinya ke depan bukan tidak mungkin disasarkan kepada para veteran mujahidin Suriah yang kembali ke Indonesia. Pasca dalam beberapa waktu yang lama disasarkan kepada para veteran mujahidin Afghanistan. Apalagi terlihat jelas pada sosok capres yang sekarang memiliki dukungan konspirasi kuat -Jokowi-. Sosok yang banyak pihak menyebut sebagai antek asing dan aseng. Implementasi legal of frame terorisme ke depan akan semakin masif dan sistematis pada sosok RI 1 yang menjadi antek asing dan aseng. Menjadi jaring atau jerat yang sewaktu-waktu akan dipergunakan sebagai bahan mendesain perburuan “war on terrorism”. Bersiaplah para pejuang islam terutama para mujahidin mukhlis untuk menghadapi tantangan ke depan yang semakin dinamis. Marilah kita renungkan apa yang disampaikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’alla :
لَا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْۚفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةًۚوَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَىٰۚوَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا
“Orang-orang mukmin yang tinggal di rumah tidak mau ikut berperang, padahal ia tidak ada halangan, tidak sama martabatnya dengan orang-orang mukmin yang berjihad untuk membela Islam dengan harta mereka dan jiwa mereka. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya satu derajat atas orang-orang yang tetap tinggal di rumah. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala di akhirat. Allah lebihkan orang-orang yang berjihad dengan pahala yang sangat besar atas orang yang tetap tinggal di rumah.” (Tarjamah tafsiriyah QS. An Nisa’, 4 : 95). Wallahu a’lam bisshowab.
(arrahmah.com)