TOKYO (Arrahmah.com) – Saat Amerika Serikat tengah memperdebatkan penutupan pintu mereka sepenuhnya untuk imigran dan pengunjung Muslim, Jepang diam-diam mengadopsi pendekatan berlawanan dan menggelar tikar menyambut hangat turis Muslim. Turis Muslim dilihat sebagai kesempatan untuk meningkatkan perekonomian mereka.
Keramahan Jepang terhadap Muslim berdiri menentang langsung rumor yang beredar luas di internet di kalangan konservatif AS yang mengklaim bahwa Muslim bahkan tidak diizinkan untuk memasuki Jepang.
Pariwisata adalah salah satu yang masuk ke dalam kebijakan “Abenomics” Perdana Menteri Shinzo Abe.
Ketika Shinzo Abe dan Partai Demokrat Liberalnya kembali berkuasa pada Desember 2012, nilai Yen Jepang terhadap Dolar AS berada di angka 85.
Mendorong pemerintahnya untuk mengurangi devaluasi Yen yang saat ini sekitar 120 Yen untuk 1 Dolar AS, salah satu langkah adalah menarik lebih banyak wisatawan luar negeri untuk mengunjungi Jepang.
Pemerintah Abe awalnya menargetkan untuk menarik 20 juta turis setiap tahun mulai dari 2020. Tapi jumlah yang diharapkan telah dilampaui, angka 20 juta telah terpenuhi di tahun ini, lima tahun lebih cepat dari jadwal. Sekarang pemerintah Jepang telah merevisi target turis asing sebesar 30 juta di tahun 2020.
Buku pegangan Muslim
Pariwisata Muslim yang dipimpin oleh Malaysia dan Indonesia merupakan bagian utama dari gelombang ini.
Menurut angka yang disusun oleh Organisasi Pariwisata Nasional Jepang, pada akhir Oktober 2015 jumlah wisatawan asal Malaysia meningkat 18,2 persen dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya. Jumlah pengunjung asal Indonesia bahkan melompat lebih drastis sebesar 30,8 persen, lansir Al Jazeera pada Kamis (17/12/2015).
Pemerintah Jepang dan pebisnis telah merespon secara proaktif untuk pelanggan baru yang mengunjungi pantai-pantai mereka.
Misalnya, Aichi Prefecture di Jepang tengah baru-baru ini menerbitkan buku panduan berbahasa Jepang yang mengajarkan bagaimana warga Jepang harus bersikap ketika pelanggan Muslim memasuki toko-toko mereka.
Dengan ilustrasi kartun, buku panduan yang berisi 15 halaman ini menguraikan seluruh keyakinan dasar Muslim dan demografi lokal, kesulitan umum yang dihadapi Muslim ketika mengunjungi Jepang, fasilitas yang dibutuhkan Muslim untuk beribadah, Masjid-masji lokal, makanan dan minuman yang bisa dikonsumsi Muslim dan layanan wi-fi.
Muslim yang mencari restoran halal kini bisa menemukan daftarnya secara online dan pebisnis Jepang telah bergerak memasuki pasar makanan halal dan berupaya memperluas ekspor pertanian.
Katering untuk turis Muslim
Beberapa agen perjalanan Jepang sekarang menawarkan program khusus yang ditujukan untuk wisatawan Muslim.
Misalnya, sebuah start-up kecil yang disebut Travelience kini menawarkan tur satu hari untuk turis Muslim untuk mengelilingi Tokyo.
Kepala eksekutif perusahaan, Naoaki Hashimoto menjelaskan kepada Al Jazeera bahwa tercetusnya paket wisata karena adanya permintaan pelanggan.
Awalnya Hashimoto menawarkan hanya makan siang standar untuk turis, namun ia dan stafnya cepat mengamati bahwa Muslim yang bergabung dengan travel mereka tidak mau memakan apapun makanan yang disajikan kepada mereka. Staf Jepang merasa menyesal melihat pelanggan
Muslim mereka lapar, jadi Hashimoto mulai menyelidiki makanan apa yang bisa disajikan untuk pelanggan Muslimnya.
Bersama dengan pemilik usaha rumahan lainnya, ia menyelenggarakan pertemuan untuk mempelajari mengenai makanan halal dan dimana bisa ditemukan di Tokyo.
Berdasarkan ini, Hashimoto menciptakan paket travel khusus untuk Muslim, yang termasuk tempat-tempat wisata standar, seperti pasar ikan Tsukiji, kebun Hamarikyu dan distrik perbelanjaan trendi Harajuku dan Shibuya, namun juga mengunjungi sebuah restoran halal dan Masjid untuk sholat di siang dan sore hari.
Laporan Hashimoto mengatakan bahwa pelanggan Muslimnya kebanyakan berasal dari Malaysia dan Indonesia, namun ia pernah mendapatkan pelanggan dari Arab Saudi uga.
Menemukan makanan halal
Jepang membuat langkah-langkah cepat dalam mengembangkan pendekatan untuk turis Muslim, namun berdasarkan wawancara dengan Muslim di situs populer seperti Tokyo Asakusa, masih ada ruang untuk kemajuan.
Hafiz Rivky, seorang pengunjung Muslim asal Malaysia yang bepergian bersama dua orang temannya, sulit untuk berkomunikasi dengan orang Jepang, menemukan tempat untuk beribadah dan memperoleh makanan halal.
Dia mengatakan bahwa sebagian besar harinya hanya memakan onigiri dengan rumput laut yang dibeli di toko-toko.
Di sisi lain, Muslim lainnya yang melakukan beberapa riset online sebelum mengunjungi Jepang, mereka juga mengalami beberapa kesulitan dalam menemukan makanan halal dan semua fasilitas yang diperlukan oleh ummat Islam yang berada di Tokyo.
Jepang mulai membuka lengan mereka dan terus meningkatkan layanan mereka untuk wisatawan Muslim yang terbukti mampu meningkatkan perekonomian Jepang. (haninmazaya/arrahmah.com)