Serang – Tepat hari Minggu (9/11) jam 08:30 WIB, jenazah Abdul Aziz alias Imam Samudra tiba di rumah orang tuanya di Komplek Pasir Indah Kaligandu Serang,dengan menggunakan Ambulance milik Pemerintah Kabupaten Serang, serentak saudara kandung almarhum mengangkat peti mayat yang terbuat dari kayu untuk kotak telur dan di atasnya terdapat penutup dari bambu.
Sebelum jenazah diturunkan, wangi semerbak menyebar di sekeliling jenazah, namun karena aku pikir mungkin disebelahku ada yang memakai parfum, maka aku kira bukan dari jenazah.. Namun wangi yang belum pernah aku cium itu semakin menguat, ketika jenazah dimasukan ke dalam rumah tersebut.
Ketika Jenazah dibaringkan sebelum dipindahkan ke keranda milik Desa kelahiran almarhum, dan Embay Badriah, mendapatkan giliran pertama untuk melihat muka anak kesayangannya, suasana begitu senyap, meski rumah tersebut dipenuhi anak, istri orang tua dan keluarga Imam.
Kami semua khawatir, ibunda Imam tidak kuat menahan tangis dan pingsan jika melihat jenazah tersebut. Ternyata dugaan kami meleset jauh, begitu kafan yang menutupi wajah Imam dibuka, seisi rumah menjadi
kaget dengan teriakan takbir Embay, “Allahu akbar, Allahu Akbar, Azis senyum,” teriak Embay, sehingga membuat isi rumah lainnya berebutan ingin mencium.
Nampak wajah Imam seperti orang yang sedang tidur nyenyak dan bibirnya tersenyum. Bahkan tak satupun orang yang hadir menampakkan kesedihannya ketika wajah Imam terlihat. “Abi senyyum, abi senyum,” teriak Salsabila, putri kedua Imam Samudra.
Selesai kami sekeluarga melihat dan menyolatkan jenazah yang menghabiskan 30 menit, sesuai dengan waktu yang diberikan pemerintah, jenazah tersebut dibawa dengan menggunakan ambulance milik MER-C, karena almarhum berwasiat tidak boleh mengunakan kendaraan milik pemerintah menuju masjid Al-Manar, Desa Kebaharan Kelurahan Lopang Kota Serang. Sejak keluar dari rumah milik mertua almarhum, tak henti-hentinya takbir bergema di sepanjang jalan menuju masjid tersebut.
Kami tak pernah membayangkan, ratusan ribu pelayat akan mengiringi jenazah Imam, di pintu masuk masjid mereka sudah menunggu sambil bertakbir tak henti-henti.
Usai disholatkan di Masjid al-manar, jenazah dinaikkan kembali ke ambulance MER-C. Sementara ribuan pelayat lainnya mengiringi sambil menggemakan takbir. Bahkan polisi tak kuasa menahan laju mereka untuk menguasai sepanjang jalan menuju pemakaman di Lopang Gede, desa kelahiran Imam. Dan akhirnya tepat jam 11 jenazah tiba di pemakaman tersebut, meski sempat terjadi “bentrok” antar massa dan polisi.
Ketika jenazah dimasukkan ke liang lahat, tak sedikit pun merasakan beratnya jenazah, kami seperti mengangkat satu dus mie instant. Bahkan jika tak khawatir diprotes anggota keluarga lain mungkin hanya satu orang saja yang mengangkat jenazah tersebut.
Subhanallah.. ternyata darahnya masih menetes dan menyebar di kain kafan bagian punggung belakang sebelah kiri, hingga membuat yang menyaksikan berteriak. “Darahnya segar, darahnya segar,” teriak Yuli, adik kandungnya.
Usai ditutup dengan tanah, kami bertanya kepada Muhidin, pimpinan penggali makam, apakah ketika menggali tanahnya keras ataun tidak. “Demi Allah, empuk, dan gampang digali,” kata Muhidin.
Rosadi, ketua RW 01 Lopang Gede, ketika ditanya mengenai lamanya waktu untuk menggali kuburan, ia mengatakan hanya menghabiskan waktu tidak lebih dari dua jam. “Saya nyuruh jam dua, dan sudah beres jam emapt kurang,” katanya. (lulu jamaludin/arrahmah.com)