JAKARTA (Arrahmah.com) – Walau telah diberikan opsi pemindahan tempat oleh Pemerintah kota Bekasi, jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) tetap bersikukuh beribadah di lahan kosong di Desa Ciketing, Bekasi. Mereka tetap menjadikan tanah terbuka itu sebagai tempat penyelenggaraan ibadah, sekalipun masyarakat sekitar menolak.
Kuasa hukum jemaat HKBP, Sahara Pangaribuan memandang, adanya pelarangan tempat ibadah merupakan bentuk pengekangan hak asasi manusia. Sehingga menurutnya, tak ada alasan bagi jemaat HKBP untuk pindah dari Desa Ciketing. “Itu adalah hak asasi warga. Pemerintah pusat harusnya melindungi kebebasan warganya beribadah, jangan justru sebaliknya,” ujar Sahara ketika mendampingi empat jemaat HKBP sebagai saksi kasus penganiayaan yang menimpa jemaat, Kamis (16/9/2010).
Sahara menambahkan, kebijakan untuk menggelar peribadatan diserahkan penuh kepada jemaat. Namun, secara hukum dia menilai opsi pemindahan tempat yang diberikan pemerintah tidak masuk akal. “Tidak boleh ada opsi dalam beribadah. Ini kan kegiatan positif, masa dilarang-larang. Lain halnya kalau di lahan kosong itu dibangun panti pijat atau karaoke,” kilahnya.
Seorang jemaat HKBP yang hadir dalam kesempatan itu menegaskan, pihaknya tetap akan menggelar peribadatan di tanah kosong di Desa Ciketing pada Ahad mendatang. Selain ditolak warga, rencana pembangunan gereja HKBP tidak mendapat izin dari pemerintah kota.
Tidak diberinya izin didasari tata letak tempat peribadatan yang kerap menimbulkan kepadatan di sekitar pemukiman warga. Kepadatan kendaraan serta akses jalan yang terbatas, menjadi pertimbangan tidak diberinya izin pendirian gereja. Seluruh pertimbangan itu ternyata tidak digubris jemaat HKBP.
Bahkan pada Ahad (12/9)–atau hari ketiga setelah Idul Fitri–mereka tetap mengadakan peribadatan, dengan terlebih dulu mengadakan aksi jalan kaki sejauh 3 kilometer melintasi pemukiman warga. Aksi ini dinilai provokasi oleh sebagian warga yang tengah merayakan Hari Raya Idul Fitri. Sejumlah masyarakat yang terbakar emosi, melampiaskannya dengan aksi kekerasan. Tak pelak, seorang jemaat dan pendeta menjadi korban luka tusuk. Atas kejadian ini polisi telah menetapkan seorang tersangka, termasuk ketua DPW FPI Bekasi, Muharli Barda. (rep/arrahmah.com)