MAJALENGKA (Arrahmah.com) – Jelang kelulusan PPPK 2021 tahap I, dunia pendidikan berduka. Pasalnya, salah satu peserta tes yang merupakan guru honorer di SDN Panongan II Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka meninggal dunia setelah gantung diri.
Guru honorer berinisial BH alias Boy ini meninggal di usianya yang terbilang muda, 28 tahun.
Kepala Departemen Kominfo PB PGRI Wijaya membenarkan kejadian tersebut.
“Setelah kami cek ternyata informasi tersebut benar bahwa BH salah satu peserta tes PPPK guru mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri,” terangnya, Kamis (7/10/2021), lansir JPNN.
Sesuai informasi yang diterima PB PGRI, kejadian tersebut diperkirakan terjadi pada Selasa (5/10) pukul 18.30 WIB.
Almarhum Boy yang merupakan putra kepala desa, baru ditemukan pukul 19.00 WIB di kandang domba belakang rumah pamannya.
Jasad Boy langsung dibawa di Puskesmas Jatitujuh dan Inavis Polres Majalengka untuk divisum.
Almarhum dimakamkan Rabu (6/10) pukul 06.00 WIB di TPU Rancabolang Desa Pasindangan Kecamatan Jatitujuh.
Wijaya mengatakan penyebab kematian BH sangat kompleks.
Diduga almarhum syok karena musibah kebakaran rumah yang di dalamnya terdapat dokumen-dokumen penting, dan uang cash.
Ditambah lagi faktor lainnya yang membuat almarhum makin tertekan.
Atas kejadian tersebut, PB PGRI sangat prihatin terhadap beragam peristiwa yang dialami guru honorer karena disebabkan faktor ekonomi. Di mana honor yang diberikan tidak layak dan tidak adanya jaminan masa depan dari sisi karier.
Selain itu, kata Wijaya, harapan mereka untuk menjadi ASN masih jauh dari asa.
Seleksi ASN tahun ini untuk guru hanya dibuka formasi PPPK.
Persaingan makin berat dan peluang makin kecil, karena semua disatukan dalam seleksi yang sama.
“Guru honorer usia 35- dan 35 disatukan tesnya sehingga peluang makin kecil,” ucapnya.
Atas kejadian tersebut, PB PGRI meminta pemerintah serius dalam melakukan tata kelola guru, termasuk di antaranya terkait dengan kesejahteraan dan perlindungan profesi.
Wijaya menegaskan perlu segera adanya kepastian penuntasan masalah guru honorer agar harkat, martabat, perlindungan dan kesejahteraan mereka dapatkan melalui mekanisme yang berkeadilan.
Dia juga berharap agar mengedepankan variabel masa kerja, kinerja, dan formasi kebutuhan di satuan pendidikan sehingga guru honorer sehingga mendapatkan gaji yang bisa memenuhi kebutuhan hidup layak.
‘Ini harus dilakukan agar tidak ada lagi peristiwa seperti di Sape, Sampang, Batam dan terbaru di Majalengka,” pungkas Wijaya.
(ameera/arrahmah.com)