JAKARTA (Arrahmah.com) – Dana bansos semakin disorot oleh sejumlah pihak karena penyalurannya meningkat menjelang Pemilu 2014. Diduga peningkatan itu karena ada minat para politisi untuk ongkos politik demi melenggang menuju kekuasaan yang diinginkannya lewat prosesi pesta kesyirikan demokrasi.
Angka dana bantuan sosial (bansos) yang besar sekitar Rp91 triliun tentu bisa membuat siapa saja yang memiliki akses menuju uang bagian dari kesejahteraan rakyat itu tergiur untuk memakainya dengan berbagai tujuannya masing-masing terutama para politisi demi kepentingan kampanye Pemilu 2014.
Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan menduga bansos berpotensi dipakai untuk kepentingan pribadi dan politik dengan tolok ukur anggarannya yang melonjak tajam jelang Pemilu 2014.
Menurut kajian ICW, dana bansos pada seluruh kementerian dan lembaga sejak 2011 selalu naik drastis.
Pada 2011 dianggarkan Rp77 triliun dan meningkat menjadi Rp80 triliun (2012), Rp82 triliun (2013). Sementara itu, tahun 2014 dari semula dianggarkan Rp55 triliun naik menjadi Rp91 triliun.
Bansos memang memiliki manfaat seperti penerapannya melalui rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, jaminan sosial, penanggulangan kemiskinan dan penanggulangan bencana. Akan tetapi, para pemberinya yang memiliki motivasi politis seperti menerapkan prinsip “tidak ada makan siang gratis” atau istilah politik balas jasa akan menjadi masalah tersendiri.
Dengan kata lain, pemberian bansos itu harus dibalas masyarakat seperti dengan mendorong masyarakat memberi suaranya kala pemungutan suara kepada pemberi bansos.
“Dana bansos rawan dipolitisasi untuk membiayai program-program populis jangka pendek untuk memenangkan pemilu,” kata Abdullah, lansir Antara Sabtu.
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi sendiri mengendus adanya petanda kepentingan politik dalam penganggaran bansos itu. Hingga kemudian komisi antirasuah tersebut meminta pemerintah untuk melakukan moratorium bansos di kementerian dan lembaga negara.
Selain itu, terdapat rekomendasi KPK agar pemerintah hanya memperbolehkan bansos dikucurkan melalui Kementerian Sosial saja bukan lewat banyak kementerian.
Di sisi lain, kepentingan politik dari dana bansos di kementerian semakin rentan. Setidaknya terdapat enam kementerian yang menterinya menjadi calon anggota legislatif.
Sejumlah kementerian itu seperti Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dengan Menteri Syariefuddin Hasan dari Partai Demokrat, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Roy Suryo, Demokrat), Kementerian Kehutanan (Zulkifli Hasan, PAN), Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Muhaimin Iskandar, Partai Kebangkitan Bangsa), Kementerian Pertanian (Suswono, Partai Keadilan Sejahtera) dan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (Helmy Faishal Zaini, PKB).
Ibarat pepatah Jawa “jer basuki mawa beya” (demi keberhasilan dibutuhkan pengorbanan), tingginya ongkos politik itu merupakan alasan sejumlah parpol mencari sumber dana politik meski harus menggunakan dana bansos. Dana yang terbilang mudah didapatkan selama yang bersangkutan memiliki akses terlebih bagi mereka para petahana. (azm/arrahmah.com)