(Arrahmah.com) – Menyembelih hewan kurban adalah ibadah yang telah ditentukan waktu, pelaku, obyak dan tata caranya oleh Allah Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam. Jika semua persyaratan tersebut dipenuhi maka penyembelihan hewan kurban dianggap sah dan insya Allah diterima oleh Allah Ta’ala. (Baca materi sebelumnya: Jelang Idul Adha #3: Jenis, usia dan peruntukan pahala hewan kurban)
Syarat-syarat penyembelihan hewan kurban
1. Hewan kurban yang akan disembelih adalah milik sepenuhnya orang yang akan berkurban, bukan milik orang lain (misalnya hewan hasil curian) dan tidak ada keterkaitan milik dengan orang lain (misalnya hewan yang digadaikan).
2. Hewan kurban berasal dari jenis hewan ternak tertentu yaitu unta, sapi, kerbau, kambing dan domba. Selain hewan-hewan ternak tersebut tidak sah untuk disembelih sebagai hewan kurban.
3. Waktu penyembelihan adalah setelah shalat Idul Adha pada tanggal 10 Dzulhijah dan berlanjut sampai sebelum matahari tenggelam pada hari terakhir tasyriq yaitu tanggal 13 Dzulhijah.
4. Usia hewan kurban harus memenuhi ketentuan syariat. Usia minimal unta, kerbau, sapi dan kambing yang akan disembelih adalah dua tahun atau lebih. Adapun usia minimal domba yang akan disembelih adalah satu tahun atau lebih. Hal ini berdasarkan hadits shahih:
عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً، إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ، فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ»
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Janganlah kalian menyembelih hewan kurban kecuali yang telah berusia dua tahun atau lebih, kecuali jika kalian mengalami kesulitan, maka kalian boleh menyembelih domba berusia satu tahun lebih.” (HR. Muslim no. 1963, Abu Daud no. 2797, Ibnu Majah no. 3141 dan Ahmad no. 14348)
Imam Yahya bin Syaraf an-Nawawi berkata: “Para ulama mengatakan musinnah adalah hewan yang telah berusia dua tahun atau lebih baik dari jenis unta, sapi maupun kambing. Hadits ini secara tegas menyatakan tidak boleh menyembelih hewan yang baru berusia setahun lebih untuk selain domba dalam kondisi apapun. Hal ini merupakan perkara yang telah disepakati.” (An-Nawawi, Syarh An-Nawawi ‘ala Shahih Muslim, 13/117)
Lahiriah hadits di atas menunjukkan bahwa kebolehan menyembelih domba yang berusia satu tahun atau lebih hanya berlaku dalam kondisi kesulitan (rizki yang terbatas), sehingga konskuensinya ketika ada kelapangan rizki harus tetap menyembelih domba yang berusia dua tahun atau lebih.
Namun mayoritas ulama berpendapat boleh menyembelih domba yang berusia satu tahun atau lebih, meskipun memiliki kelapangan rizki. Hanyasaja lebih utama saat memiliki kelapangan rizki untuk menyembelih domba yang telah berusia dua tahun atau lebih. Pendapat mayoritas ulama ini didasarkan kepada beberapa hadits shahih:
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ، قَالَ: قَسَمَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِينَا ضَحَايَا، فَأَصَابَنِي جَذَعٌ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّهُ أَصَابَنِي جَذَعٌ، فَقَالَ: «ضَحِّ بِهِ»
Dari Uqbah bin Amir al-Juhani radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam membagi-bagikan hewan kurban untuk disembelih, maka saya mendapat jatah seekor domba yang telah berusia satu tahun. Saya berkata ‘Wahai Rasulullah, saya mendapat jatah seekor domba yang telah berusia satu tahun’. Maka beliau berkata: “Berkurbanlah dengannya!” (HR. Bukhari no. 5547 dan Muslim no. 1965)
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ، قَالَ: سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْجَذَعِ، فَقَالَ: ” ضَحِّ بِهِ، فَلَا بَأْسَ بِهِ “
Dari Uqbah bin Amir al-Juhani radhiyallahu ‘anhu berkata: “Saya bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam tentang domba yang telah berusia satu tahun atau lebih. Maka beliau bersabda: “Berkurbanlah dengannya, tidak apa-apa!” (HR. Ahmad no. 17380, An-Nasai, Ibnu Hibban no. 5904, Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam al-Kabir, 17/347 no. 954 dan Al-Baihaqi no. 19065. Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata: Sanadnya hasan)
عَنْ أُمِّ بِلَالٍ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” ضَحُّوا بِالْجَذَعِ مِنَ الضَّأْنِ فَإِنَّهُ جَائِزٌ “
Dari Ummu Bilal binti Hilal al-Aslamiyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Sembelihlah domba yang berusia satu tahun atau lebih, karena hal itu boleh.” (HR. Ahmad no. 27072, Ibnu Majah no. 3139, Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam al-Kabir, 25/397 dan Al-Baihaqi no. 19073. Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata: Hasan lighairih)
5. Hewan kurban harus sehat fisiknya dan tidak mengalami empat kecacatan yang menyebabkan berkurangnya daging.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits:
عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،: ” أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي الضَّحَايَا الْعَوْرَاءُ، الْبَيِّنُ عَوَرُهَا، وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا، وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ عَرَجُهَا، وَالْكَسِيرُ الَّتِي لَا تُنْقِي “
Dari Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Empat cacat yang tidak boleh ada pada hewan kurban; hewan bermata juling yang sangat jelas julingnya, hewan sakit yang sangat jelas sakitnya, hewan pincang yang sangat jelas pincangnya dan hewan kurus yang tidak memiliki daging otak.” (HR. Abu Daud no. 2802, Tirmidzi no. 1479, An-Nasai no. 4369, Ibnu Majah no. 3144, Ahmad no. 18667, dan Al-Baihaqi no. 19099)
Hadits ini menyebutkan empat cacat yang menjadikan hewan ternak tidak sah untuk dijadikan hewan kurban:
-
Hewan bermata juling yang sangat jelas julingnya: Hewan yang salah satu matanya “tertutup” (menjorok ke dalam) sehingga tidak bisa melihat atau salah satu matanya menonjol ke luar sehingga tidak bisa melihat.
-
Hewan sakit yang sangat jelas sakitnya: Hewan yang pada badannya nampak jelas bekas sakit, seperti demam yang membuatnya tidak bisa merumput, atau kudis yang merusakkan kulit dan dagingnya, dan penyakit lainnya yang dianggap sebagai penyakit oleh masyarakat.
-
Hewan pincang yang sangat jelas pincangnya: Hewan yang kakinya pincang sehingga tidak bisa berjalan normal dengan tangkas seperti hewan lainnya yang tidak pincang, sehingga ia kalah dari hewan lainnya dalam menuju padang penggembalaan dan berakibat dagingnya sedikit.
-
Hewan kurus yang tidak memiliki daging otak: Hewan yang kurus kering sampai tidak memiliki (daging) otak.
Empat cacat ini disepakati oleh para ulama sebagai cacat yang membuat hewan ternak tidak sah untuk disembelih sebagai hewan kurban. Dengan dasar qiyas, para ulama fiqih kemudian menyebutkan beberapa cacat yang serupa atau cacat yang lebih berat, sehingga tidak sah disembelih sebagai hewan kurban. Yaitu:
-
Amya’: Hewan yang buta kedua matanya.
-
Mabsyumah: Hewan yang mengalami kerusakan atau gangguan organ pencernaan makanan.
-
Hewan yang mengalami sebab-sebab yang bisa mengantarkan kepada kematian, seperti hewan yang dipukuli sampai hampir mati (mauqudzah), hewan yang jatuh dari ketinggian atau jatuh ke jurang (mutaraddiyah), hewan yang hampir mati karena ditanduk oleh hewan lain (nathihah), hewan yang hampir mati karena tercekik (munkhanikah) dan hewan yang sebagian anggota badannya dimakan binatang buas.
-
Zamna: Hewan yang lumpuh dan tidak bisa berjalan karena faktor kecacatan, bukan karena faktor kegemukan.
-
Hewan yang bunting (terpotong) salah kakinya, baik kaki bagian depan maupun kaki bagian belakang. (An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, 8/399-401)
Wallahu a’lam bish-shawab.
(muhibalmajdi/arrahmah.com)