KLATEN (Arrahmah.com) – Menjelang proses autopsi jenazah Siyono, korban kezaliman Densus 88 Polri dilakukan, rombongan Komnas HAM dan Muhammadiyah beranjak ke rumah Kepala Desa Pogung, Djoko Widoyo.
Diikuti puluhan anggota Kokam, rombongan tiba di rumah lurah yang berjarak 500 meter dari rumah Almarhum Siyono. Sesampainya di depan rumah yang didominasi warna hijau itu, rombongan dikejutkan dengan lampu ruang tamu yang tiba-tiba padam. “Tadi pas saya sampe duluan, langsung ada yang matiin lampu ruang tamu,” tutur salah satu anggota Kokam kepada wartawan anggota Jurnalis Islam Bersatu (JITU) yang turut mengiringi rombongan.
Rombongan pun memutuskan untuk menunggu di luar pagar, mereka berharap Djoko atau keluarganya keluar menemui mereka. Sejatinya, tujuan kedatangan Komisioner Komnas HAM ke rumah Kepala Desa Pogung adalah untuk memberikan surat berisi pemberitahuan akan ada autopsi besok pagi pada jenazah Siyono.
Setelah 10 menit menunggu, akhirnya lampu dari dalam rumah pun dinyalakan. Pintu rumah dari kayu jati Kepala Desa (Lurah) pun terbuka. Sesosok wanita dan seorang pria pun menghampiri rombongan komisioner di luar pagar dan mempersilahkan masuk.
“Aduh maaf bapak dan ibu, pak lurahnya tidak ada,” kata wanita yang mengaku sebagai istri Djoko Widoyo. “Perkenalkan ini kakaknya pak lurah,” lanjutnya sambil menunjuk lelaki berbadan tambun di sebelahnya. Bapak itu pun mengulurkan tangan untuk memperkenalkan diri.
Tanpa basa-basi, Siane pun memberikan amplop cokelat berukuran A4 kepada istri Kepala Desa. “Ini bu, saya dari Komnas HAM menitipkan surat berisi pemberitahuan akan ada autopsi besok pagi terhadap jenazah Siyono.” Setelah memberikan surat, Siane langsung pamit kepada istri dan kakak dari Djoko Widoyo.
“Mari bu, saya dan teman-teman pamit pulang,” tutup Siane.
Sebelumnya rombongan Komisioner Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) yang diwakili oleh Siane Indriani dan Manager Nasution serta ditemani Ketua Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, pada Sabtu (2/4/2016) malam berkunjung ke rumah Almarhum Siyono. Kunjungan tersebut untuk meminta persetujuan pihak keluarga agar proses autopsi bisa dilakukan besok pagi.
“Saya sudah sholat istikharah dan mantap memutuskan suami saya untuk diautopsi,” kata Suratmi, istri Siyono.
Siane menegaskan, orang yang melarang proses autopsi sama saja dengan melanggar hak asasi manusia. Selain itu, dia meminta kepada elemen umat Islam Klaten dan sekitarnya untuk menjaga proses autopsi yang diprediksi dapat memakan waktu sekitar 6-7 jam.
Laporan: Tommy Abdullah
(azmuttaqin/arrahmah.com)