(Arrahmah.com) – Apakah Anda mengenal Anak Benua India? Jika belum, mari kita cermati sepenggalan sejarah Islam di Anak Benua India secara terperinci, mulai dari masa pra-Islam hingga perkembangannya yang terkini. Dalam kesempatan ini, insyaa Allah, Tim Arrahmah akan memaparkan hingga Dinasti Al-Ghawri, sebagaimana disarikan dari buku Negara-negara Akhir Zaman karya Abu Fatiah Al-Adnani. Semoga bermanfaat. Bismillah.
Kondisi geografi dan geologi
Anak Benua India, sebelum pecah menjadi India, Pakistan dan Bangladesh adalah sebuah wilayah yang terletak di kawasan Asia Selatan yang mencakup luas kira-kira 2.075 mil dari Utara ke Selatan dan 2.120 mil dari Timur ke Barat. Di sebelah Utara, wilayah ini berbatasan dengan wilayah Tibet (Cina) dan Afganistan; sedangkan di sebelah Selatan berbatasan dengan laut India (Samudera Indonesia); di sebelah Timur berbatasan dengan Burma, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Persia (Iran).
Wilayah Anak Benua India, berdasarkan aspek geografis, sebenarnya merupakan semenanjung dengan bentuk yang tak beraturan. Bentuknya menonjol ke arah Selatan dari daratan utama Asia. Semenanjung ini berbentuk segitiga besar yang bagian dasarnya berada di bagian pegunungan Himalaya dan puncaknya berada jauh sampai ke Samudera Hindia, yang terletak di antara Teluk Bengali (sebelah Timur) dan Teluk Arab (sebelah Barat). Dataran ini terus memanjang dari daerah tropis terpanas di sebelah Utara, mulai titik 8 LU-37 LU. Panjang wilayah ini dari Utara sampai Selatan dan lebarnya dari Barat ke Timur sekitar 2000 mil.
Anak Benua India terbagi menjadi tiga sistem daerah yang sangat berbeda, yaitu dinding pegunungan, dataran sungai dan Plateau (dataran tinggi) di selatan.
- Daerah dinding pegunungan
Daerah dinding pegunungan yang dimaksud adalah daerah pegunungan Himalaya, berikut bagian-bagiannya yang membentang-luas ke selatan dengan jarak sekitar 1500 mil sepanjang aris batas Utara dari Pakistan Barat dan India. Di sudut Timur Laut daerah Pegunungan Himalaya terdapat Sungai Dihang yang menjadi titik penghubung antara Sunagi Tsangpo dari Tibet dan Sungai Brahma putera dari Assam. Berlawanan dengan Sudut Timur laut, Sungai Indus menembus Pegunungan Himalaya, dan berbelok ke arah selatan melalaui Pakistan sekarang. Di daerah ini terdapat banyak rute perjalanan dagang, tempat pertemuan barang dagangan dari dataran rendah yang dibawa ke wilayah Singkiang dan Tibet. - Dataran Sungai
Daerah dataran sungai ini adalah daerah dataran lebar yang dialiri oleh sungai-sungai yang berasal dari Himalaya. Sungai-sungai tersebut meluas-memanjang dari Tanjung Bengali di Timur dan batas Afganistan, hingga laut Arab di Barat sebagai dataran anak benua yang paling subur dan paling padat populasinya.
Daerah dataran yang mencakup bagian utara anak benua ini banyak diairi dan dialirkan oleh tiga sistem sungai distrik. Pertama, sistem sungai distrik yang berkembang luas dan menembus wilayah Pegunungan Himalaya, keluar melalui daratan sebelah Barat di Punjab seperti halnya Sungai Sultej dan Indus. Kedua, sungai yang mengalir di antara dua dinding ganda Pegunungan Himalaya, memasuki India dai arah Timur Pegunungan Himalaya dan menjadi sungai Brahmaputera, melalui rute yang panjang dan berliku-liku ke India-Pakistan. Ketiga, sistem sungai yang menerima saluran air dari lekuk-lekuk selatan dan bersatu menjadi sungai besar bernama Gangga. - Dataran Tinggi di Selatan
Dataran Tinggi Dekkan terletak di India bagian Selatan. Daerah ini mencakup beberapa wilayah, yakni, pertama, daerah barisan pegunungan Pegunungan Vindhya-Satputra yang berdiri di antara dataran (Plateu) dan dataran besar di utara membentang sejauh 800 mil.Kedua, Ghast Timur dan Ghast Barat yang dimulai dari arah Selatan dan bagian sistem Vindhya yang menyusuri Timur dan Barat India. Ghast Timur merentang-jauh melingkupi pesisir Andhra dan Madras. Ghast Barat membentuk dinding perairan Maharasthra sepanjang pesisir Bombay.
Ketiga, plateu bagian dalam. Di sisi Timur India, Ghast dilewati oleh sejumlah jalan lintang yang luas dan mudah dari pesisir Madras dan Anfhra. Melalui celah ini curah hujan di daerah Selatan setengahnya dari Plateu bagian dalam mencapai lautan. Ujung saluran dari Utara, atau Vindhya, dari ketiga sisi dataran tinggi mengalir ke Gangga. Ketiga sungai-sungai besar dari Plateu utama ini (Sungai Godavari, Khrisna dan Cauvery) meningkat di pegunungan dan menggelantungi pesisir Barat hingga melintangi seluruh daratan utama sebelum ia mencapai lautan di Pesisir Timur India. Sungai besar keempat adalah Sungai Mahanadi yang menyalurkan air dari daerah timur laut Plateu ke Teluk Bengali.
Demografi, struktur sosial dan budaya
Anak Benua India adalah sebuah kawasan yang luas di Asia Selatan. Wilayah ini didiami oleh penduduk dengan tingkat keberaan suku, etnis, ras, agama dan warna kulit yang sangat beraneka ragam. Penduduk yang hidup di Anak Benua India sebenarnya dapat dikelompokkan menjadi empat elemen ras utama; ras Vedoid, Negroid, Europoi dan Mongoloid.
Penduduk ras Vedoid adalah jenis yang paling primitive, memiliki karakteristik wajah yang berbentuk bundar-hati, hidung yang lebar, rambut yang bergelombang ringan, dan tubuh yang ramping. Penduduk ras ini direpresentasikan oleh suku-suku yang hidup di hutan-hutan di seluruh India Tengah.
Keberadaan penduduk ras Negroid dengan rambut keriting dan populasi kulit yang sangat gelap sering ditemukan sebagai anggota suku aborigin. Di kota-kota besar peradaban Indus, ras berkepala lonjong yang merupakan ras Europoid menjadi dominan di banyak tempat di India Utara dan India Selatan. Sementara penduduk ras Mongoloid yang berinteraksi dengan Barat sudah lama mendominasi daerah Himalaya, Dataran Tinggi Assam, dan Chitagong. Ras Paleo-Mongoloid bisa ditemukan di antara suku-suku Naga, Abor, Khasi dan Gharo, sedangkan ras Mongoloid yang sangat khusus berhubungan dengan penduduk terdapat di Tibet, Bhutan, Sikkim, dan Nepal.
Keadaan lingkungan dan ekonomi di setiap daerah di wilayah Anak Benua India menunjukkan ketidakseragaman. Keadaan ini memberi pengaruh yang sangat kuat terhadap struktur sosial populasi kesukuan antara masyarakat petani Hindu dan Muslim. Pengaruh di antara satu dan lainnya itu menunjukkan perbedaan-perbedaan yang sangat fundamental.
Perbedaan-perbedaan tersebut dapat ditemukan dalam sistem kekerabatan, peraturan pernikahan dan hukum pewarisan, baik dalam kehidupan social masyarakat petani Muslim maupun Hindu. Namun, pola perkampungan, bentuk rumah, pakaian dan makanan yang biasa dimakan ditemukan adanya persamaan di antara keduanya. Persamaan ini tidak memandang perbedaan kasta, agama, dan kelompk etnis.
Perbedaan ras dan linguistrik yang ditemui di Anak Benua India menunjukkan adanya klasifikasi dari berbagai pola-pola kultural yang biasa ditemukan. Pola kultural tersebut mengikuti banyak criteria tingkat ekonomi yang meyakinkan. Di tingkat yang paling rendah, ada suku-suku hutan yang seminomaden yang hidup utamanya berasal dari kehidupan liar di hutan yang banyak menghasilkan umbi-umbian, akar-akaran, buah Berry dan madu, serta daging dari hewan-hewan buruan. Representasi dari tingkat cultural ini adalah suku Malapantaram, Keda, dan Chencu. Mereka adalah etnis pengumpul makanan di daerah Cheng, Nepal. Jumlah seluruhnya dari suku ini sangat sedikit.
Jumlah yang lebih banyak adalah suku yang berpindah-pindah ke ladang yang menjadi representasi tingkat ekonomi yang lebih tinggi. Sebagian besar dari suku ini tinggal di daerah-daerah lereng dan hutan. Mereka menggarap pertanian yang primitive, menebang dan membakar hutan, lalu menanam padi-padian. Ini bisa ditemui di Kerala, Andhra Pradesh, Madhya Pradess dan Orrisa. Ladang berpindah yang menggunakan metode berkebun yang lebih maju bias ditemukan di bukit-bukit Assam. Sebagian suku-suku perbukitan di Assam seperti Angami Naga dan Apa Tani berhasil mengembangkan penanaman padi dalam konstruksi lading luas berpetak yang diirigasi.
Sebagian tempat di Balukistan, hampir setengah populasi penduduknya hidup nomaden. Beberapa kelompok suku biasanya tinggal di tenda-tenda darurat, dan terbiasa mengembara ke seluruh negeri dalam waktu yang lama. Sebagian populasi lainnya berppindah-pindah di dalam lingkaran yang lebih kecil. Mereka menggembalakan ternak unta dan domba di bukit-bukit selama musim semi dan panas. Pada musim salju, mereka kembali ke lingkungan mereka di desa-desa yang permanen.
Kondisi Sosial Keagamaan
Sejak 600 S.M. ajaran agama Hindu dengan aturan-aturan kastanya sudah banyak digunakan di tengah masyarakat India. Hingga awal abad dua puluh, keberadaan agama Hindu di India sudah mencapai usia 2.400 tahun. Dengan kata lain, agama Hindu sudah berjalan selama 2.400 tahun lebih.
Tidak lama setelah berkembangnya agama Hindu, di India pun muncul ajaran baru yang dibawa oleh Sidharta Gautama, seorang anak raja Kapilawastu, pada 500 S.M. Ajaran agama baru ini dikenal dengan nama Budha. Wilayah yang telah menerima pengaruh agama Budha adalah Burma, Thailand, Kamboja, Annam, dan Indonesia. Wilayah Asia Tengah, termasuk Persia, merupakan basis dari aktivitas agama ini, khususnya di Balk, Bamian, Kaspia hingga Dataran Tinggi Kashmir.
Sementara itu dari negeri Persia (Iran sekarang) banyak orang yang mengembara atau menetap di India. Mereka membawa ajaran Zoroaster. Sebelumnya juga telah lahir agama baru bernama Jaina yang dipeloori oleh Mahawir yang lahir pada 599 S.M.
Selain Hindu dan Budha, terdapat agama Sikh dan Jain. Ajaran Sikh dan Jain merupakan ajaran agama yang muncul di kalangan orang-orang reformis Hindu. Sikh dan Jain mengingkari kebenaran ritual Hindu. Mereka juga menolak supremasi kaum rahma. Tetapi, mereka menerima kenyataan tentang doktrin karma dan konsep reinkarnasi. Sebaliknya, Jainisme mengajarkan bahwa keselamatan atau pembebasan dari reinkarnasi hanya dapat dilakukan oleh praktek-praktek asketisme yang keras dan meditasi yang intensif.
Masuknya Islam ke Anak Benua India
Tahun-tahun menjelang masuknya Islam, agama Jaina tidak lagi populer. Demikian pula agama Budha sedang menurun. Sebaliknya, agama Hindu adalah agama yang paling penting dan banyak dianut oleh rakyat India.
Hampir semua raja yang sedang berkuasa menganut agama tersebut. Kasta Brahmana Hindu menekan keras para penganut agama Budha. Di sisi lain, di antara para penganut agama Hindu itu sendiri terjadi perebutan kekuasaan.
Gambaran umum tentang masyarakat India saat Islam memasuki wilayah ini menunjukkan indikasi yang sangat sulit bagi proses islamisasi. Ini menunjukkan bahwa betapa kuatnya pengaruh dan dominasi kultural yang telah dibentuk oleh pendahulu dan penguasanya dalam menciptakan ideologi keagamaan dan sentimen kulturalnya.
Tokoh zaman yang hidup pada masa islamisasi di India, Al-Biruni, menyimpulkan bahwa ada lima hal penting yang menjadi titik perhatian pengamatannya, sekaligus menjadi ciri khas masyarakat India, dalam menolak sesuatu yang datang dari luar, yakni bahasa, agama, tradisi, dan kebencian terhadap orang asing, fanatisme dan keangkuhan budaya.
Pertama, bahasa orang-orang India adalah bahasa Sansekerta yang terbentuk oleh pengalaman sejarah yang sangat panjang dan memiliki berbagai nuansa psikologis-filosofis yang dalam dan rumit. Bahasa ini berbeda jauh dengan bahasa kaum muslimin saat itu, Arab dan Persia.
Kedua, mereka sangat kuat memegang teguh tradisi keagamaan. Sekalipun di antara mereka terjadi perselisihan dalam persoalan pokok ketuhanan, namun semua kefanatikan agama hanya diarahkan untuk melawan orang-orang asing yang dianggap najis (kaum Muslimin Arab dan Persia).
Ketiga, mereka menurunkan sikap radikal ini kepada setiap generasi. Anak-keturunan mereka diancam dan ditakut-takuti dari mengadakan hubungan dengan pendatang najis dan jahat keturunan setan (kaum Muslimin).
Keempat, orang-orang Budha pun menaruh kebencian yang sangat dalam kepada pendatang dari negara-negara sebelah Barat (kaum Muslimin Arab dan Persia). Karena pengalaman dulu, agama Budha terusir dari Balkh, Khurasan, Iraq, dan Persia. Para pengikut Budha meninggalkan tempat itu saat Zarathusta mendominasi Negara-negara belahan Barat.
Kelima, dengan sombong orang-orang Hindu beranggapan bahwa hanya dirinya yang terbaik.
Islam masuk pertama kali ke India pada abad delapan masehi, tepatnya tahun 93 H / 711 M, yakni pada masa pemerintahan Al-Walid bin Abdul-Malik dari dinasti Umawiyah. Pada tahun tersebut, terjadinya penyerangan dan penaklukkan Sind yang dipimpin oleh panglima muda bernama Muhammad bin Qasim al-Tsaqafi. Ia dikirim oleh gubernur Iraq, Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi.
Kendatipun begitu, pendudukan dan pembentukan pemerintahan Islam yang sebenarnya baru terjadi dan dimulai pada abad sepuluh masehi oleh dinasti Ghaznawiyah yang berasal dari Asia Tengah. Dinasti ini berhasil membangun ibukota pemerintahannya di Lahore pada 1021 M. Lalu, ekspansi Muslim ke Timur menyebabkan berdirinya Kesultanan Delhi, Sumatra, pada awal abad delapan masehi.
Dalam perkembangan selanjutnya, terjadilah perluasan kekuasaan Islam yang terus menerus dari pemerintahan Islam. Akibatnya perkembangan kebudayaan Islam pun mencapai puncaknya pada masa dinasti Mongol sehingga masyarakat Muslim mendominasi wilayah India Utara, seperti Sind, Balukistan, Punjab, propinsi perbatasan Barat Laut yang sekarang menjadi bagian Negara Pakistan.
Periode Pemerintahan Islam di India Antara 93-602 H/711-1205 M
Sejak penaklukan pertama yang dilakukan oleh Muhammad bin Qasim, berturut-turut pasukan Islam berusaha untuk menjejakkan kakinya di Anak Benua India. Dinasti Abbasiyah tercatat meluaskan wilayah kekuasaannya sampai ke sini, dengan menaklukkan sebagian wilayah Multan dan Kashmir pada tahun 151 H/768 M.
Pada masa kelemahan dinasti Abbasiyah, di Anak Benua India berkuasa beberapa pemerintahan Islam, sebagai hasil dari penguasaan orang-orang Turki terhadap sebagian wilayah yang terbatas di Indai. Di antara pemerintahan-pemerintahan ini yang terkenal adalah sebagai berikut,
-
Pemerintahan Al-Mahaniyah di Sindan pada tahun 198 H, pendirinya adalah Fadhl bin Mahan
-
Pemerintahan Al-Hibariyah di Sind pada tahun 240 H, pendirinya adalah Umar bin Abdul Aziz Al-Hibari
-
Pemerintahan As-Samiyah di Multan pada tahun 279 H, pendirinya adalah Muhammad bin Qasim As-Sami
-
Pemerintahan Ismailiyyah di Multan pada tahun 375 H, di antara penguasanya yang terkenal adalah Jalm bin Syaiban
-
Pemerintahan Al-Ma’daniyah di Makran pada tahun 340 H, pendirinya adalah Isa bin Ma’dan
-
Pemerintahan Al-Ghaznawiyah pada masa antara tahun 366-582 H/976-1186 M, pendirinya adalah Mahmud Al-Ghaznawi
Tiga ratus tahun sejak masa penaklukkan pertama kali oleh Muhammad bin Qasim Ats-Tsaqafi, pasukan Abasiyah di bawah pimpinan Mahmud Al-Ghaznawi (973-1073) —anak panglima Alp Sabaktakin— melanjutkan tugas berat dan istimewa ini. Ia berhasil dengan gemilang untuk menggantikan posisi Muhammad bin Qasim yang heroic itu. Bahkan, ia berhasil menyempurnakan usaha pendudukannya untuk bisa memasuki Anak Benua India ini. Keberhasilan ini terjadi pada tahun 1030 M. Ia, dengan segera, mampu menguasai India Utara dan Lahore.
Sekalipun ia berhasil menguasai wilayah itu, pusat pemerintahan justru ia bangun di daerah antara Afghanistan dan Khurasan, sedangkan wilayah yang pertama kali ditaklukkannya hanya dijadikan daerah taklukan. Melalui para pelanjutnya, akhirnya, Islam bisa diperkenalkan dan dipelihara di daerah ini, bahkan bisa melebar hingga ke daerah lainnya.
Sultan Mahmud Al-Ghaznawi adalah penguasa Ghaznawiyah yang paling terkenal. Ia adalah penguasa Muslim pertama yang berhasil menguasai sebagian besar wilayah India. Setelah itu ia menguasai Kashmir dan sebagian besar kawasan Asia Tengah, Asfahan, dan sebagian besar Iran. Kekuasaan yang ia miliki sangat luas. Ia telah menyerang India sebanyak 17 kali, yang semuanya dimenangkannya. Hampir setiap tahun sekali dia menyerbu India, sehingga menundukkan Punjab, Multan, dan sebagian besar wilayah India. Ia mempunyai usaha yang sungguh-sungguh untuk menyebarkan Islam di India. Ia merupakan sultan Muslim paling terkemuka yang pernah memerintah India. Ia telah menjadikan India sebagai satu pemerintahan menggantikan negara-negara kecil dan pemerintahan-pemerintahan yang terpecah-belah.
Pemimpin-pemimpin yang paling menonjol adalah sebagai berikut,
a. Alibtakin : 351-352 H/962-963 M
b. Sabaktakin Abu Manshur : 366-387 H/976-997 M
c. Mahmud bin Sabaktakin : 388-421 H/998-1030 M
d. Ibrahim Zhahir Daulah : 451-492 H/1059-1098 M
Pada masa antara 1030 M hingga berakhirnya pemerintahan ini pada 1186 M, banyak para ulama, sarjana, penyair, dan guru sufi dari kota-kota di Asia Tengah, Iran, dan wilayah Arab lainnya, termasuk Samarkand, Bukhara, Kasghar, Naisabur, dan Baghdad merasa tertarik untuk tinggal di Lahore. Meskipun mereka berhasil mengisi daerah-daerah baru, kaum muslimin ini, dengan berbagai pengalaman dan potensi yang telah mereka kembangkan di daerah sebelumnya, belum memainkan peran yang signifikan. Ini terjadi karena mereka, tampaknya, hanya bisa memainkan peran itu di pusat-pusat kekuasaan. Akibat perpecahan intern dan perebutan kekuasaan, dinasti ini melemah dan tidak mampu bertahan menghadapi serangan Turki Saljuk dan Ghawri.
7. Pemerintahan al-Ghawriyah pada masa antara tahun 543-602 H/1148-1206 M
Pemerintahan al-Ghawriyah dinisbatkan pada tempat tumbuh berkembangnya pemerintahan ini. Yakni, wilayah pegunungan yang berada di antara Herat dan Ghaznah di Afghanistan. Sedangkan pusat pemerintahannya adalah Fairuzkuh.
Orang-orang Ghaznah banyak mengangkat para penguasa dari Ghawr di Ghaznah dan wilayah sekitarnya. Orang yang pertama kali menjadi kepala pemerintahan negeri ini adalah Muhammad Abul Mudzaffar bin Izzuddin Husein Al-Ghawri. Dia adalah pendiri pemerintahan al-Ghawriyah. Setelah ia meninggal, anak-anaknya membagi kekuasaan di antara mereka dan berhasil menaklukkan pemerintahan Ghaznawi pada tahun 586 H/1186 M. Pengaruh mereka semakin meluas sehingga meliputi Afghanistan dan India.
Pemimpin yang paling menonjol dari pemerintahan ini adalah Ghiyatsuddin dan saudaranya Syihabuddin. Keduanya berhasil menaklukkan semua wilayah yang sebelumnya takluk di bawah pemerintahan Mahmud al-Ghaznawi di India. Mereka berdua melanjutkan penaklukan besar-besaran dan menyebarkan Islam serta menghancurkan berhala di sana. Wilayah India Utara secara keseluruhan yang meliputi Sind, Punjab, dan Bangladesh berhasil ditaklukkan. Wilayah yang begitu luas ini dipercayakan kepada tiga panglima handal, yaitu Tajudin yang menguasai daerah Ghaznah; Nashirudin Kubacha yang menguasai wilayah Sind; dan Quthbuddin Aibek yang menguasai seluruh Hindustan.
Pemimpin-pemimpin yang paling menonjol adalah sebagai berikut.
- Ghiyatsuddun Muhammad bin Sam 558-599 H/1163-1203 M
- Syihabuddin Muhammad bin Sam 599-602 H/1203-1206 M
Dinasti Al-Ghawri melemah pada masa gelombang serangan tentara Mongolia di bawah pimpinan Jengis Khan. Pada masa kepemimpinannya, pasukan Jengis Khan telah memporakporandakan negeri-negeri di Asia Selatan, Asia Tengah, Asia Barat, dan bahkan Eropa.
Melemah dan runtuhnya dinasti Al-Ghawri di India tidak berarti jatuhnya pemerintahan Islam. Lantas, apa yang kemudian terjadi dengan peradaban Islam di Anak Benua India? Insyaa Allah kita bahas pada kesempatan berikutnya. (adibahasan/negeri-negeri akhir zaman/arrahmah.com)