JAKARTA (Arrahmah.id) – Belakangan ini publik dihebohkan soal rumah makan yang menjual menu masakan rendang babi.
Keberadaan menu rendang babi itu dinilai menyinggung sejumlah kalangan, khususnya masyarakat Muslim Minang.
Namun ada juga pihak yang mempertanyakan mengapa masalah rendang babi ini viral dan menyebut rendang adalah makanan yang tidak memiliki agama.
Maksudnya, siapa saja bisa mengolah rendang dengan menggunakan daging apa saja, termasuk daging Babi.
Ustadz Adi Hidayat, atau kerap disingkat UAH, langsung memberikan jawaban cerdas.
UAH membandingkan rendang dan batik. Batik, calung dan angklung adalah salah satu kesenian Indonesia, yang dapat diartikan sebagai kesenian yang mempunyai kewarganegaraan Indonesia.
“Ada pertanyaan sejak kapan rendang itu punya agama, maka dijawab, apa jawabannya? Sejak batik, calung, angklung punya kewarganegaraan,” kata Ustadz Adi Hidayat melalui channel youtube resminya Adi Hidayat Official, Ahad (19/6/2022).
UAH mengatakan, seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) akan merasa marah jika batik diakui oleh negara lain. Sehingga, pertanyaan sejak kapan batik memiliki kewarganegaraan tidak berfaedah.
“Pertanyaannya sejak kapan batik punya kewarganegaraan? Kan sama saja, artinya itu adalah pertanyaan yang tidak berfaedah karena itu sudah menjadi budaya yang melekat,” jelas Ustadz Adi Hidayat.
“Dalam kaidah ushul fiqh dikatakan al adatu muhakkamah kalau sudah melekat, sudah baik dikenal dengan itu maka jadi hukum, kalau sudah jadi hukum maka dikenal oleh masyarakat, kalau berbeda dengan itu maka akan ada sesuatu yang nyeleneh menyimpang,” lanjutnya.
UAH mengungkapkan, rendang adalah makanan khas minang yang memiliki hubungan erat dengan syariat Islam.
Budaya di Minang, lanjutnya, falsafahnya berbunyi adat bersanding syarah, syarah bersanding kitabullah.
“Karena itu setiap yang keluar dari Minang lekat dengan syariat walaupun produk makanan,” tegasnya UAH.
“Jadi jangan tanyakan tentang agamanya, kalau bertanya tentang agama pada makanan itu pertanyaan kurang kerjaan,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.id)