JAKARTA (Arrahmah.id) – Calon presiden (capres) nomor urut 1 Anies Baswedan sempat ditanya soal kemungkinan normalisasi status organisasi masyarakat (ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) maupun Front Pembela Islam (FPI) bila terpilih menjadi Presiden RI kelak.
Demikian ditanyakan Anggota DPR RI dari Fraksi Nasdem M Farhan kepada Anies Baswedan di acara Ngajabarkeun Abah Anies, di The Papandayan Hotel, Bandung, Jawa Barat, Minggu, 28 Januari 2024.
Farhan sebelumnya menyinggung demokrasi dalam budaya Indonesia, dan menanyakan apakah Anies akan melakukan normalisasi terhadap organisasi yang pernah dibubarkan oleh pemerintah beberapa tahun ini?.
“Sebut aja namanya jangan takut,” kata Anies kepada Farhan saat bertanya “Apakah Abah akan melakukan normalisasi terhadap FPI dan HTI?” sahut Farhan.
Anies menjelaskan Indonesia adalah negara hukum. Setiap warga negara memiliki hak untuk berserikat, berkumpul dan berkegiatan sepanjang tidak melanggar aturan hukum.
“Negara tidak bisa mengatur pikiran. Negara tidak bisa mengatur perasaan. Yang negara bisa atur adalah perbuatan. Bila melakukan perbuatan yang melawan hukum, maka hukum yang mengambil tindakan untuk mendisiplinkan,” ungkap Anies.
Anies mengatakan akan mengormati pikiran, dan tidak memaksakan orang atau warga negara agar sama dengan pikirannya.
“Kadang-kadang kita ingin menyamakan pikiran, kadang-kadang tanpa sadar kalau orang berbeda pikiran, harus sama dia dengan saya. Enggak boleh, di ruangan ini saja belum tentu pikirannya sama, dan negara tidak akan pernah bisa mengatur pikiran, kita mengatur perbuatan,” ujar Anies.
“Bila kemudian ada organisasi yang melakukan tindakan melanggar hukum maka hukum akan berlaku pada organisasi itu, apapun organisasinya, kemudian dibuktikan di pengadilan,” lanjutnya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga menerangkan, apa yang menjadi keputusan pemerintah terkait pembubaran FPI dan HTI itu telah dilaksanakan dan ia menghormati keputusan tersebut.
Ke depan, Anies menegaskan bila ada organisasi yang dianggap keliru, maka pemerintah akan membawa prosesnya ke pengadilan, dan pemerintah akan menunjukkan kepada rakyat letak kekeliruan organisasi tersebut.
“Ketika saya bertuga jadi presiden saya tidak akan membubarkan (organisasi). Saya akan membawa ke pengadilan minta pengadilan membubarkan, bila melakukan pelanggaran hukum. Karena kami menghormati institusi pengadilan. Yang sudah terjadi sudah. Di situlah negara berdemokrasi, kalau tidak, negara hanya dijalankan pakai selera,” tegasnya
Dalam kesempatan itu, Anies bertekad menjaga Republik Indonesia agar tetap menjadi negara hukum, jangan sampai menjadi negara kekuasaan. Ia menyinggung banyak contoh negara dijalankan dengan selera kekuasaan — tak hanya pembubaran FPI dan HTI, Omnibus Law dan UU IKN.
“UU IKN emang ada pembahasan panjang? Tidak. Jadi tok. Omnibus Law memang dibahas panjang? Tidak. Tok. Lalu kita biarkan itu diam, terus semua itu bergerak sampai pada satu saat terkejut ketika MK kejadian, baru waduh kok jadi begini? Sudah terlambat,” papar Anies.
“Karena itu sekarang kami punya waktu 17 hari lagi nih sekarang ke depan. Pilihan kita dua, mau menjadi negara kekuasaan atau negara hukum?” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.id)