FALLUJAH (Arrahmah.com) – Bagi veteran Amerika dari Fallujah, menyaksikan Mujahidin Daulah Islam Irak dan Syam (ISIS) mendapatkan kendali atas kota tersebut adalah pemandangan yang menyakitkan, sehingga timbul pertanyaan, “apa yang mereka perjuangkan selama hampir 10 tahun yang lalu?”
Pertempuran paling berdarah dari perang AS di Irak terjadi di Fallujah dalam dua pertempuran intens pada tahun 2004, dengan marinir AS terlibat dalam pertempuran jalanan yang sangat sengit dengan Mujahidin.
Tapi saat ini bendera ISIS berkibar di atas Fallujah, di provinsi Anbar barat setelah mereka menyapu kota pada minggu lalu dan mengendalikan sepenuhnya.
Keberhasilan ini menggambarkan bagaimana lemahnya pasukan boneka Irak setelah dua tahun ditinggal oleh pasukan penjajah AS yang menarik diri dari negara itu.
“Ini pil pahit yang harus ditelan,” ujar David Bellavia, seorang pensiunan sersan yang dianugerahi Silver Star, salah satu penghargaan paling bergengsi di militer untuk perannya dalam pertempuran, seperti dilaporkan Al Arabiya (9/1/2014).
“Pemerintahan ini telah memutuskan bahwa Irak tidak penting,” ujarnya dalam blog lokal di kampung halamannya di Batavia, New York.
Beberapa anggota parlemen, termasuk veteran Fallujah, Duncan Hunter, mengklaim bahwa kemajuan “ekstrimis” bisa saja dibendung jika Barack Obama berjuang lebih keras untuk menyimpan beberapa tentara AS di tanah Irak.
“Saya pikir perasaan yang luar biasa adalah kemarahan,” ujar Hunter yang menjadi anggota Batalyon 2, Resimen ! di Fallujah.
Veteran lainnya yang lebih filosofis mengatakan bahwa tidak pernah jelas apa yang tentara Amerika lakukan di tempat pertama dan sampai ke Baghdad untuk “mengamankan” kota-kota Irak.
“Selama bertahun-tahun, melihat kembali penyebaranku ke Irak, saya bertanya-tanya apakah ada sesuatu di sana yang layak untuk semua pertempuran, kematian dan kehancuran?”
“Saya belum menemukan apapun,” ujar Chris Garret yang menulis pada halaman veteran Fallujah di facebook.
Sepanjang perang Irak, Fallujah dan wilayah Anbar lainnya menjadi tempat utama pertempuran.
Pada bulan April 2004, kematian empat anggota Blackwater menyebabkan operasi besar AS di Fallujah untuk memburu para Mujahid. Namun dalam operasi tersebut, pasukan AS menggunakan taktik yang keras dan menyebabkan banyak korban sipil yang berjatuhan.
Pasukan penjajah AS kemudian menyerahkan kontrol kota Fallujah ke pasukan boneka Irak, namun Mujahidin secara bertahap menegaskan kembali diri mereka dan pertempuran besar kedua di Fallujah terjadi pada November-Desember 2004.
Lebih dari 10.000 marinir AS mengambil bagian dalam pertempuran yang diberi nama sandi “Operation Phantom Fury”, didukung dengan tembakan artileri besar-besaran untuk memblokir Mujahidin.
Harga dari operasi tersebut sangat mahal, baik pasukan AS dan warga sipil Irak banyak yang tewas dalam pertempuran. (haninmazaya/arrahmah.com)