JAKARTA (Arrahmah.com) – Permainan uang yang ribawi di dunia kapitalisme memang merugikan manusia yang tidak menuruti perintah Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana kita saksikan, permainan uang yang bukan komoditas itu menjatuhkan bangsa-bangsa pembenci Islam satu persatu, seperti Cina.
Di saat mata masyarakat dan investor dunia tertuju pada drama kebangkrutan Yunani, ternyata menurut Merdeka, Selasa (7/7/2015), investor seharusnya lebih khawatir dengan apa yang terjadi di negara dengan penduduk sekitar 1,4 miliar orang dengan PDB terbesar kedua dunia, yaitu Cina.
Pasar saham negara penyiksa Muslim Uighur itu merosot tajam mulai dari The Shanghai Stock Exchange Composite Index hingga Shenzhen Stock Exchange Composite Index, yang mencapai 30 persen dari angka tertingginya. Ini terjadi karena kekhawatiran investor pada saham perusahaan Cina yang sedang mengalami gelembung atau bubble. Pemerintah Cina bahkan telah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mengurangi anjloknya pasar saham. Namun ini malah balik menyerang pemerintah sendiri.
Regulator pada Ahad (5/7) mengatakan bahwa mereka akan menyediakan lebih banyak modal untuk entitas dan memungkinkan pinjam uang untuk membeli margin lebih atau praktik meminjam uang untuk membeli saham. Membeli margin ini sangat berisiko.
Para ahli menyebut, naiknya pasar saham Cina pada awal tahun ini disebabkan karena banyaknya investor (dari kalangan masyarakat awam, red.) yang membeli saham dengan utang. Dan, ketika saham pertama mulai jatuh bulan lalu, banyak investor menjual saham mereka dengan cepat untuk membayar utang. Hal ini menjadi pemicu merosot tajamnya pasar saham Cina. Na’udzubillah, inilah yang dinamakan dengan spekulasi uang dalam pasar saham atau money game yang haram di dalam Islam.
Bahkan kondisi ini diperkirakan bisa lebih buruk karena investor menyadari bahwa perlambatan ekonomi Cina mengikis keuntungan perusahaan dan individu pelaku money game.
“Pasar saham Cina tidak didukung oleh fundamental negara. Sebaliknya, pasar sedang diangkat oleh pinjaman pemerintah dan manipulasi,” ucap pendiri Pento Portofolio Strategies, Michael Pento seperti dilansir dari CNN di Jakarta, Selasa (7/7).
Penyelamatan pasar saham juga dilakukan oleh broker Cina dengan membeli saham di Shanghai Composite. Namun hal ini diyakini akan menimbulkan masalah baru.
Asisten profesor bidang keuangan dari Warwick Business School di Inggris, Lei Mao mengaku khawatir dengan kebijakan pemerintah Cina yang dapat menggembungkan nilai perusahaan besar dengan mengorbankan banyak perusahaan kecil. Kebijakan pemerintah terbukti tidak terlalu efektif, hal ini dilihat dari Shanghai Composite yang hanya mampu naik tidak lebih dari 2 persen. Sedangkan Shenzen Composite tetap turun hampir 3 persen.
Pasar saham Cina tenggelam dengan cepat beberapa waktu terakhir. Apakah ini pertanda krisis ekonomi dan kekacauan seperti 2008?
Cina saat ini adalah mitra dagang terbesar kedua bagi Eropa dan Amerika Serikat. Selain itu, Cina adalah adalah salah satu konsumen komoditas terbesar dunia. Penurunan harga saham tentu akan mempengaruhi ekonomi dunia secara langsung.
Harga minyak dunia turun pada hari Senin kemarin (7/7) dan banyak yang menyalahkan Yunani dan penurunan nilai tukar Euro. Tidak banyak yang berpikir kalau kondisi ini terjadi karena pengaruh kondisi di Cina.
“Lihatlah cerita yang ditulis tentang penurunan harga minyak dunia saat ini, dan mereka akan berbicara tentang bagaimana permintaan minyak turun di Yunani. Saya harus berpikir lagi, ini permintaan Yunani? Menurut saya permintaan Cina,” ucap Direktur EverBank Global markets, Chuck Butler dalam laporannya.
Melihat kondisi Cina saat ini (yang tampil lebih kapitalis, red.), menurut Chuck, “Anda bisa mengabaikan Yunani seutuhnya. Jangan terlalu terjebak dengan berita di Eropa. Cina lebih berpengaruh pada ekonomi global dan bisa menyulut krisis.” (adibahasan/arrahmah.com)