SOLO (Arrahmah.com) – Ahad (31/3/2013) JAT Solo dan Elemen Muslim Surakarta melakukan lonchmarch mendukung himbauan dari Majelis Ulama Islam (MUI) Pusat kepada Kapolri agar Kinerja Densus 88 dievaluasi dan jika perlu dibubarkan. Longmarch mengambil strart dari Masjid Agung-Jl Slamet Riyadi-Manahan-Jl Adi Sucipto-Kerten-Purwosari-Jl Rajiman dan berakhir di Masjid Agung.
Aksi Longmarch JAT dan Elemen Muslim Surakarta ini juga merupakan upaya mendukung temuan dan rekomendasi dari Komnas HAM sebagaimana, temuan Komnas HAM atas Video Kekerasan dalam Penanganan Terorisme di Poso Sulawesi Tengah.
JAT dan Elemen Muslim Surakarta meminta kepada Kapolri untuk menindaklanjuti Hasil Penyidikan Komnas HAM tentang dugaan pelanggaran Densus 88 terhadap :
- Undang Undang Dasar 1945 pasal 28 I ayat 1
- Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang HAM
- Konvenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi menjadi UU No 12 tahun 2005
JAT Solo dan Elemen Muslim Surakarta juga menemukan 11 fakta tentang Densus 88 bahwa:
- Densus 88 disponsori dan dilatih Negara Barat untuk kepentingan Amerika dan Australia dalam memerangi Aktivis Muslim dan Gerakan Islam di Indonesia.
- Target operasi Densus 88 sebagian besar adalah Ulama dan Aktivis Muslim.
- Densus 88 mengabaikan asas praduga tak bersalah, Densus 88 sering menembak mati seseorang yang statusnya baru terduga tanpa ada adanya putusan pengadilan. Korban yang ditembak mati Densus 88 meninggal dengan luka tembak yang mengenaskan.
- Densus 88 sering menembak mati seseorang yang sama sekali tidak terkait dengan kasus terorisme.
- Densus 88 juga sering salah tangkap seseorang yang akhirnya dipulangkan tanpa ada permintaan maaf, rehabilitasi maupun kompensasi
- Sebagian besar tersangka teroris tidak diberikan haknya dalam memilih pengacara oleh Densus 88
- Dalam kurun waktu 7×24 jam sering terjadi penganiayaan dan tekanan secara fisik dan psikis terhadap tersangka teroris oleh Densus 88 yang mengakibatkan luka ringan, luka berat, luka permanen dan menyebabkan trauma korban.
- Densus 88 sering melakukan aksi arogansi terhadap keluarga terorisme terlebih kepada anak–anak.
- Densus 88 sering memperlambat pemulangan jenazah yang statusnya baru terduga terorisme. Sehingga pemakaman jenazah yang semestinya menurut hukum agama Islam disegerakan menjadi tertunda.
- Densus 88 diskriminatif, kasus penembakan di Papua yang mengakibatkan meninggalnya anggota TNI/Polri justru tidak bertindak.
- Oknum Densus yang merusak, membunuh, memenyiksa dan menganiaya terduga teroris belum pernah diadili di pengadilan umum
Dengan demikian, Densus 88 secepat mungkin harus dibubarkan mengingat antara manfaat dan madhoratnya lebih banyak madharatnya serta demi menyelamatkan Ulama, Umat Islam dan Kedaulatan Bangsa Indonesia.
(islampos/arrahmah.com)