JAKARTA (Arrahmah.com) – Kecelakaan beruntun berupa tenggelamnya dua kapal di perairan Indonesia dalam sebulan terakhir menjadi peringatan keras bagi pemangku kepentingan untuk mengevaluasi total sistem dan regulasi keamanan dan keselamatan penumpang.
Dua kapal tersebut yaitu Kapal Motor (KM) Sinar Bangun di perairan Danau Toba dan Kapal Feri Lestari Maju yang melayani penyeberangan ke Pelabuhan Bira, Bulukumba.
Atas insiden yang menelan korban banyak ini, Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (5/7) menegaskan, jika tidak ada langkah konkret dari Pemerintah, dikhawatirkan masyarakat dihinggapi rasa takut menggunakan transportasi air.
“Belum habis duka kita atas tragedi di Danau Toba, kini kita harus dihadapkan lagi dengan tragedi tenggelamnya kapal di perairan Sulawesi. Pemerintah harus evaluasi total sistem dan regulasi keamanan dan keselamatan penumpang, karena pasti ada yang salah dengan penyelenggaraan transportasi air dan angkutan penyeberangan kita,” ujar Fahira di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (5/7).
“Jangan sampai rakyat takut naik kapal, karena ini akan merugikan kita semua. Kita ini negara kepulauan, sebagain besar rakyat mengandalkan transportasi air,” tegasnya.
Menurut Fahira, tragedi yang terjadi di Danau Toba dan musibah yang menimpa Kapal Feri Lestari Maju, tidak hanya meninggalkan luka dan trauma mendalam bagi keluarga korban, tetapi juga oleh masyarakat di berbagai wilayah Indonesia yang mengandalkan moda transportasi air dalam beraktivitas sehari-hari.
“Saya termasuk yang menyayangkan proses pencarian jenazah di Danau Toba dihentikan. Karena satu-satunya harapan keluarga adalah sedapat mungkin menguburkan jenazah kerabatnya yang menjadi korban,” jelas Fahira.
Dia berharap, pemerintah menangkap efek psikologis ini. Lakukan tindakan yang benar-benar konkret agar kecelakaan seperti ini tidak terulang kembali. Kembalikan kepercayaan publik bahwa moda transportasi air dan angkutan penyeberangan kita, aman dan nyaman,” tegasnya.
Fahira menekankan, instruksi Presiden Jokowi bahwa peristiwa seperti yang terjadi di Danau Toba tidak terulang lagi, ternyata belum sepenuhnya dilaksanakan para pemangku kepentingan di bidang transportasi.
Jargon Pemerintahan Jokowi yang ingin menjadikan Indonesia poros maritim dunia, harusnya menunjukkan kemajuan signifikan terhadap penyelenggaraan transportasi air dan angkutan penyebarangan, bukan malah sebaliknya. Sebagus apa pun infrastruktur yang disiapkan, tidak akan bermakna jika sistem dan regulasi keamanan dan keselamatan penumpangnya tidak mantap.
“Keinginan menjadikan Indonesia poros maritim di dunia tidak akan pernah terwujud, jika bangsa ini tidak punya komitmen dan tindakan konkret untuk menjadikan moda transportasi air dan angkutan penyeberangan menjadi moda transportasi ‘kelas satu’ baik dari sisi infrastruktur, regulasi, dan standar keamanan,” pungkas Fahira.
(ameera/arrahmah.com)