(Arrahmah.com) – Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghargai para pahlawannya. Sejarah mencatat, Jakarta tegak dan eksis di atas perjuangan para pahlawan seperti Fatahillah atau Sayyid Ahmad Fathullah.
Dilanjutkan oleh Pangeran Wijayakusuma bin Fatahillah, Pangeran Ahmad Jayawikarta Jatinegara Kaum, Pangeran Sanghyang Jatinegara Kaum, Pangeran Sogiri Jatinegara Kaum, Pangeran Papak Tanjung Barat, Pangeran Aria Wiratanudatar Condet, Datuk Ibrahim Al Magribi Condet.
Juga Haji Naipin Kebon Pala Tenabang , Guru Mansur Sawah Lio, Guru Amin Macan Kalibata, KH Noor Ali Singa Karawang, KH Ahmad Syar’i Bambu Larangan Cengkareng, Entong Gendut Condet, Entong Geger Pejaten, Ratu Bagus Muhammad Ali (Pitung) Jipang Pulorogo, Ratu Bagus Muhammad Roji’ih (Pitung) Cengkareng, Pangeran Jidar Nitikusuma Jipang Pulorogo, Pangeran Mertakusuma Angke, Pangeran Wiraguna Ragunan, KH Darif Klender, Pangeran Cakrajaya Nitikusuma Sawah Lio, Syekh Junaid Al Batawi Pekojan, dan masih banyak lagi.
Para pahlawan Jakarta mengamalkan Firman Allah Swt dalam Alquran Surat An Nisa ayat 141: …dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman!
Imam As Syaukani dalam Kitab Fathul Qadir Juz 2/232, menjelaskan, Allah SWT tidak memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk menghapus negeri orang-orang mukmin dan menghilangkan jejak-jejak mereka.
Namun jaminan Allah SWT agar negeri Islam tidak dikuasai orang kafir itu bersyarat. Yakni, selama umat Islam berjuang dengan hak, tidak rela dengan kebatilan, dan tidak meninggalkan nahi munkar.
Jika umat Jakarta tidak memperjuangkan warisan para pahlawan kota ini, niscaya Ibukota bakal ”hilang”.
Contohnya sudah ada. Misalnya Andalusia, yakni Spanyol dan Portugal. Islam yang masuk bersama pasukan Thariq bin Ziyad ke Andalusia sekitar tahun 700 Masehi lalu berjaya berabad-abad akhirnya dimusnahkan dari bumi Andalusia setelah pertahanan terakhir di Granada digulung oleh tentara Raja Kristen Ferdinand pada tahun 1492.
Kemudian Philipina. Manilla, ibukota Philipina, sejatinya adalah kota Islam yang didirikan oleh Sultan Sulaiman. “Manilla” berasal dari kalimat bahasa Arab “fii amanillah” yang artinya semoga dalam keamanan Allah. Sekitar tahun 1570 Manilla jatuh ke tangan kaum kafir Spanyol yang merebut dan menjajahnya sehingga kota Islam itu berubah menjadi kota Katolik.
Contoh ketiga adalah Singapura. Singapura yang aslinya bernama Tumasik (Temasek) dulu adalah negeri Islam di bawah Kesultanan Johor dan pada tahun 1963-1965 merupakan bagian dari Malaysia.
Pada 1965 penguasa Malaysia melepaskan Singapura ke tangan Lee Kuan Yew sehingga akhirnya Singapura lepas sampai hari ini.
Sejarah berulang, dan kewajiban kita untuk mengembalikan Jakarta dengan spirit Fatahillah. Jangan lepas Jakarta!
(*/arrahmah.com)