JAKARTA (Arrahmah.com) – Dunia pers Indonesia secara idealisme sesungguhnya saat ini boleh dibilang tenggelam dengan adanya eforia reformasi. Tampak, kepentingan pers saat ini lebih cenderung berpihak kepada siapa dan kepentingan apa.
Pergeseran ideologi itu membuat fungsi media massa sebagai alat pendidikan masyarakat tidak lagi menjadi ciri yang kuat melekat. Malah fungsi pers dijadikan alat propaganda yang efektif bagi pemilik kepentigan.
“Orientasi pers menjadi samar-samar. Padahal pers itu kekuatan keempat di negeri ini setelah legislatif, ekesekutif, dan yudikatif. Kita bisa kontrol semuanya dari pemberitaan dengan kaedah jurnalistik yang berlaku,” tukas Yaya Suryadarma, Sekum PWI Reformasi dalam Diskusi Wartawan, dengan tema “Wajah Pers Kita Hari Ini”, Jum’at (27/2/2015).
Dirasakan oleh kita semua saat Pilpers 2014 kemarin. Peranan pers sungguh kental berpihak dan memiliki kepentingan terhadap kubu yang membayar. “Itu susahnya kalau jaman sudah kebablasan. Mestinya pers kita tetap konsisten dengan fungsinya. Jangan terlibat terlalu jauh,” tambah Yaya.
Peran pers yang begitu besar dalam pembentukan opini publik membuat lembaga ini selalu berbenturan dengan kepentingan. Pada masa Orde Baru, sering kali pers dipaksa mengakomodasi kepentingan pemerintah atau terpaksa berhadapan dengan penguasa jika bersikukuh mempertahankan idealisme kebebasannya.
Karena itu, Dewan Pers mengidentifikasi sejumlah masalah yang dihadapi pers Indonesia saat ini. Secara internal dan eksternal. Secara eksternal, salah satu tantangan utamanya adalah soal dominasi pemilik modal yang menguasai atau memiliki media.
Nah, UU Pers No. 40/1999 hadir sebagai payung hukum bagi insan pers. Semuanya diatur dalam undang-undang itu. Sehingga dominasi pemilik modal tidak semena-mena dan hegemoni terhadap pers di Indonesia.
Secara normatif, UU No.40/1999 tentang Pers, menyebutkan fungsi pers sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial serta dapat pula berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Sementara peranannya antara lain adalah memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran-saran yang berkaitan dengan kepentingan umum, serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran. (azm/arrahmah.com)