KAIRO (Arrahmah.com) – Pemikir Liberal Mesir yang juga adik bungsu dari pendiri Ikhwanul Muslimin, Jamal Al-Banna, meninggal pada hari Rabu (30/1/2013) pagi dalam usia lebih dari 93 tahun. Selain karena usia yang sangat tua, Jamal Al-Banna meninggal karena mengidap penyakit jantung dan sejumlah penyakit berat lainnya.
Koran Mesir Al-Wafd menulis bahwa Jamal Al-Banna meninggal pada Rabu pagi di Rumah Sakit Zara’iyin di kota Ad-Duqa.
Jamal Al-Banna adalah adik bungsu dari Hasan Al-Banna (1906-1949) M, ulama Mesir dan pendiri kelompok Ikhwanul Muslimin. Jamal Al-Banna dilahirkan di Mesir pada tanggal 15 Desember 1920 M. Berbeda dengan kakaknya yang menjadi aktivis, juru dakwah dan terhitung seorang tokoh pembaharu Islam (mujaddid) abad 20 M, sang adik bungsu justru dikenal luas dengan reputasinya sebagai seorang pemikir dan penulis Liberal. Jamal Al-Banna dikenal berani menggugat ajaran-ajaran pokok yang telah baku dalam syariat Islam.
Jamal Al-Banna dikenal sebagai penulis, dosen dan aktivis dunia buruh selama beberapa dekade. Jamal Al-Banna pernah memimpin serikat pekerja resmi di industri tekstil dan pada 1953 M ia mendirikan Masyarakat Mesir untuk Perawatan Tahanan dan Keluarga mereka. Sebagai dosen, Jamal Al-Banna mengajar di Institut Kairo pada Studi Serikat Perdagangan selama 30 tahun (1963-1993). Pada tahun 1981 ia mendirikan Konfederasi Islam Internasional Tenaga Kerja di Jenewa dan menjadi presiden pertamanya.
Jamal Al-Banna biasa mengenakan setelan abu-abu seperti yang biasa dikenakan oleh tokoh dan presiden komunis Cina, Mao Ze Dhong.
Jamal Al-Banna memiliki pemikiran-pemikiran liberal yang sangat bertentangan dengan syariat Islam. Ia secara terang-terangan menyelisihi banyak perkara ijma’. Ia menegaskan bahwa kerusakan Islam terjadi karena hadits nabi. Menurutnya hadits-hadits nabi banyak yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan karenanya harus ditolak.
Jamal Al-Banna menyatakan umat Islam tidak memerlukan penafsiran generasi sahabat dan penafsiran para ulama tafsir generasi setelahnya, karena menurutnya “Al-Qur’an tidak memerlukan penafsiran”.
“Tidak ada kebebasan kecuali dengan membebaskan diri dari warisan fiqih, kembali kepada Al-Qur’an saja, tidak mempedulikan para ulama tafsir sejak Ibnu Abbas sampai sayid Qutub dan membatasi hadits dengan tolok ukur Al-Qur’an.” Kata Jamal Al-Banna.
Jamal Al-Banna berpendapat wanita tidak wajib mengenakan hijab dan wanita berhak mengimami kaum laki-laki jika wanita lebih paham Al-Qur’an dibandingkan kaum laki-laki. Jamal Al-Banna juga berpendapat hukuman mati untuk orang murtad harus dihapuskan.
Universitas Al-Azhar dan para ulama Mesir telah berulang kali mengkiritik tajam dan menasehati Jamal Al-Banna untuk menarik kembali pendapat-pendapat sesatnya. Namun Jamal Al-Banna tidak pernah mempedulikan teguran dan nasehat para ulama tersebut. Sampai saat ia meninggal, Jamal Al-Banna tetap mempertahankan pendapat-pendapatnya yang menyimpang dari syariat Islam. (muhib almajdi/arrahmah.com)