JAKARTA (Arrahmah.id) – Ketua DPD Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) Aceh Welly Rifandi meminta agar pemerintah Indonesia mengkaji ulang regulasi yang mewajibkan vaksin meningitis dan International Certificate of Vaccination (ICV) atau buku kuning bagi jamaah umrah.
“Kita meminta agar kebijakan vaksin meningitis bagi jamaah umrah ini dikaji ulang, karena negara tujuan kita tidak mewajibkan itu, jadi kita harus relaksasi terhadap peraturan dari negara yang kita tuju,” kata Welly di Banda Aceh, Senin (26/9/2022), lansir Antara.
Pemerintah menerapkan kebijakan itu merujuk pada Permenkes Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pelayanan dan Penerbitan Sertifikat Vaksinasi Internasional.
Sementara dalam beberapa tahun terakhir, kata Welly, Arab Saudi tidak mewajibkan vaksin meningitis bagi setiap jamaah umrah.
“Maka pemerintah harus relaksasi terhadap aturan ini, apakah Arab Saudi masih meminta vaksin meningitis atau tidak, kalau tidak, ngapain kita buat kewajiban itu,” katanya.
Menurut dia, apabila pemerintah tetap menerapkan kebijakan tersebut, namun tidak bisa menyediakan vaksin meningitis dan buku kuning yang cukup di setiap daerah, maka akan berakibat pada kegagalan berangkat jamaah umrah.
Apalagi, kata Welly, saat ini beberapa Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) di daerah juga sudah menutup sementara layanan vaksin meningitis hingga waktu yang belum ditentukan.
“Hari ini di Bandara Juanda, Surabaya, gara-gara terganjal suntik vaksin meningitis, 99 jamaah umrah gagal berangkat, karena orang KKP tidak stanby,” katanya.
Sebab itu, pemerintah diminta mengkaji kembali kebijakan yang mewajibkan vaksin meningitis bagi jamaah umrah. Apabila pemerintah tetap ingin menerapkan regulasi itu, maka pemerintah juga harus menyediakan vaksin meningitis yang cukup di seluruh daerah.
“Jangan seperti sekarang, vaksin meningitis langkah, ketika jamaah datang untuk vaksin tidak ada barang. Karena krisis vaksin ini berakibat kegagalan keberangkatan jamaah umrah,” katanya.
Memang, kata dia, sebelumnya Kemenkes telah melakukan upaya merelokasi distribusi ketersediaan vaksin meningitis sesuai dengan sebaran populasi jamaah umrah per provinsi.
Namun upaya tersebut tetap menghambat penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah. Bahkan ketersediaan vaksin meningitis ini baru akan tersedia pada Oktober 2022. Sementara pemerintah juga memberlakukan pemberian vaksinasi minimal 14 hari sebelum keberangkatan.
“Musti ada diskresi dan relaksasi atas regulasi ini, kalau pemerintah tetap memaksakan, akibatnya jamaah yang dirugikan,” kata Welly.
Untuk Aceh, kata Welly, tercatat sebanyak 1.732 jamaah asal Aceh yang telah berangkat umrah selama September 2022. Secara administrasi, mereka tetap menyiapkan surat vaksin meningitis.
“Tanggal 28 September ini ada lagi yang berangkat sebanyak 433 jamaah. Secara administrasi umrah, mereka membuat surat vaksin meningitis, tapi sampai di sana mereka tidak ditanya satupun, cuma ditanya visa,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.id)