SURABAYA (Arrahmah.com) – Sebagian besar umat Islam sudah mulai berpuasa hari Senin (1/8/2011). Namun ratusan Jamaah Aboge (Tahun Alif Rabo Wage) yang tersebar di sejumlah desa di Kabupaten Probolinggo baru berpuasa mulai pada hari ini, Selasa (2/8).
“Sesuai perhitungan Aboge, awal puasa jatuh pada Selasa Pahing atau 2 Agustus,” ujar Kiai Mariye, tokoh jamaah Aboge di Desa Leces Kecamatan Leces Kabupaten Probolinggo, Senin (1/8). Selain itu Jamaah Aboge juga sudah memastikan 1 Syawal (Idul Fitri) tahun ini jatuh pada Kamis Pahing atau 1 September 2011.
Hal tersebut dikarenakan Jamaah Aboge menggunakan hisab (perhitungan) kalender Jawa, peninggalan Sultan Agung. Yakni kalender yang menggabungkan penanggalan Hijiriyah (dengan bulan Qomariyah) dan tahun Jawa (tahun Saka).
Seperti diketahui, sesuai Tahun Jawa yang dipedomani jamaah Aboge, perhitungan tahun berputar selama kurun 8 tahun. Yakni, Alif Rabo Wage (Aboge), disusul Ha’ Ahad Pon (Hakadpon), Jim Awal Jumat Pon (Jimatpon), Za’ Selasa Pahing (Zasahing), Dal Sabtu Legi (Daltugi), Ba’ Kamis Legi (Bamisgi), Wawu Senin Kliwon (Waninwon), dan Jim Akhir Jumat Wage (Jimatge). Permulaan bulan (tanggal 1) dihitung sesuai patokan kurun waktu 8 tahun itu.
“Untuk memudahkan ingatan, Jamaah Aboge biasa menyingkat dengan kata-kata yang menarik ‘Aku Harus Jaga Zahro, Dari Berandalan Waru Jinggo.’ Aku sama dengan Alif, Harus sama dengan Ha’, Jaga sama dengan Jim Awal, Zahro sama dengan Za’, Dari sama dengan Dal, Berandalan sama dengan Ba’, Waru sama dengan Wawu, Jinggo sama dengan Jim Akhir,” jelas Effendi, kemenakan Kiai Mariye.
Meskipun mengerti banyak soal Aboge, Effendi mengaku bukan penganut perhitungan Aboge. “Saya mengikuti NU dan pemerintah, hanya saja saya senang mempelajari perhitungan Aboge,” ujar alumnus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jember itu.
Kiai Mariye menjelaskan bahwa tahun ini, bertepatan dengan Ba’ Kamis Legi (Bamisgi), yang menjadi pedoman untuk menghitung awal bulan (tanggal 1). Tetapi setiap bulan juga berpedoman pada pola-pola tertentu. Untuk menghitung 1 Ramadan misalnya, pola yang dipakai adalah “Don Nem Ro” (bulan Romadon, hari Enem, pasaran Loro).
“Dihitung dengan patokan ini, 1 Ramadan tahun 1944 Bamisgi diketahui jatuh pada Selasa Pahing (2/8),” ujar Kiai Mariye.
Sementara itu untuk menentukan 1 Syawal (Idul Fitri), jamaah Aboge menggunakan pola “Wal Ji Ro” (bulan Syawal, hari Siji, pasaran Loro). “Sehingga 1 Syawal versi Aboge jatuh pada Kamis Pahing atau 1 September,” ujarnya.
Kiai Mariye mengaku memedomani perhitungan kalender ala Aboge dari leluhurnya. “Sudah turun-temurun, saya pun mempercayai kebenaran hitungan ini,” ujarnya.
Tidak hanya jamaah Kiai Mariye yang menggunakan perhitungan Aboge. Ia mengungkapkan bahwa di Probolinggo ada sejumlah jamaah yang juga memakai Aboge secara turun-temurun seperti jamaahnya Kiai Mahfud di Tigasan Kulon, Leces, Non Ubaidillah, Desa Warujinggo, Leces, dan Kiai Besti, Desa Leces.
Selain itu masih ada jamaah Aboge yang dipimpin Kiai Rasuli di Desa Sumbersuko, Kecamatan Dringu, Kabupaten Probolinggo.
Kiai Mariye mengatakan bahwa di Probolinggo, jamaah yang menggunakan Aboge merupakan murid-murid Kiai Sepuh Majengan, Kramatagung, Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo. Sementara, Kiai Majengan merupakan murid Kiai Sepuh Prajekan, Situbondo. (voaI/arrahmah.com)