Oleh Sumiyah Umi Hanifah
Pendidik Generasi dan Pemerhati Kebijakan Publik
Infrastruktur yang layak dan memadai merupakan dambaan setiap warga negara. Baik bagi mereka yang tinggal di desa, di kota, maupun di pedalaman. Namun, sayangnya banyak sekali jalan-jalan penghubung yang kondisinya telah rusak parah, bahkan nyaris hancur, sehingga membahayakan keselamatan para penggunanya.
Di kabupaten Bandung, kerusakan jalan yang cukup parah dapat kita jumpai di ruas jalan Cicalengka-Majalaya. Mobilitas kendaraan di jalur ini cukup padat. Selain menjadi jalan penghubung kabupaten, jalan ini menjadi akses utama kendaraan bermuatan besar, seperti, truk dan tronton yang mengangkut barang-barang produksi milik pabrik. Inilah yang menjadi salah satu penyebab mengapa jalanan di wilayah ini cepat rusak, tentu karena dilintasi kendaraan dengan tonase tinggi. Kondisi jalanan yang rusak ini diperparah dengan datangnya banjir pada saat musim hujan tiba.
Warga kabupaten Bandung mengeluhkan tentang kondisi kerusakan lingkungan di wilayah mereka. Sebelumnya daerah ini merupakan tempat yang sejuk, asri dan bebas banjir, tapi semenjak munculnya pabrik-pabrik, wilayah tersebut berubah menjadi langganan banjir. Sementara solusi dari pemerintah selama ini hanya sebatas solusi tambal sulam. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ade, salah seorang warga lokal. Ia mengatakan bahwa pemerintah melalui instansi terkait melakukan perbaikan jalan dengan cara menambal lubang-lubang jalan tersebut, tetapi hanya bertahan selama dua atau tiga bulan saja. Setelah itu jalanan biasanya akan rusak kembali. (bandungbergerak.id, Jum’at, 12-4-2024)
Ratusan lubang yang bertebaran, menghiasi badan-badan jalan di jalur Cicalengka-Majalaya sejatinya merupakan Pekerjaan Rumah (PR) bagi pemerintah. Dalam hal ini tentu bukan hanya bagi Pemerintah Daerah (Pemda) saja, tapi juga merupakan PR besar bagi negara. Sebab, sarana dan prasarana umum seperti jalan, bandara, rumah sakit, sekolah, termasuk proyek infrastruktur yang menjadi tanggung jawab negara.
Infrastruktur adalah bangunan berupa bangunan permanen, untuk fasilitas-fasilitas, peralatan-peralatan, serta instalasi-instalasi, yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk mendukung terselenggaranya proses ekonomi, kesehatan, pendidikan, sosial, dan budaya, di masyarakat oleh negara. Infrastruktur itu sendiri terdiri dari dua macam, yaitu infrastruktur fisik seperti yang telah diuraikan di atas, dan satunya lagi adalah infrastruktur non fisik, seperti pelayanan publik.
Pembangunan infrastruktur dalam sistem kapitalis memang selalu menghadapi kendala, salah satu penyebabnya adalah karena masalah pendanaan (biaya). Sehingga banyak proyek-proyek infrastruktur yang mangkrak, tak jelas ke mana rimbanya. Bicara tentang pendanaan, sebenarnya bukan masalah krusial bagi negara kita. Mengapa demikian? Sebab negeri ini adalah negeri yang disebut sebagai zamrud khatulistiwa, negeri yang kaya raya akan Sumber Daya Alam (SDA), baik itu yang di daratan, di lautan, maupun yang masih tersembunyi di bawah tanah.
Negara Indonesia tercinta memiliki banyak tambang emas, tambang batubara, tambang minyak bumi, dan juga gas alam yang luar biasa banyaknya. Sungguh sebuah kekayaan alam yang melimpah ruah, apabila dikelola secara mandiri oleh negara. Perlu diketahui bahwa hasil kekayaan alam dari hasil tambang saja sudah lebih dari cukup, apabila digunakan untuk mendanai proyek infrastruktur di seluruh negeri. Oleh karena itu hendaknya SDA yang notabene adalah milik rakyat, tidak boleh diserahkan pengelolaannya kepada asing (kapitalis), Sebab pasti akan dieksploitasi besar-besaran oleh para kapitalis, dan hanya akan menjadi biang kehancuran ekonomi Indonesia.
Dalam sistem Islam, masalah pendanaan bukanlah masalah yang besar. Sebab urusan pendanaan atau keuangan negara Islam, ditopang oleh banyak sumber pemasukan. Adapun sumber pendapatan utama negara terdiri dari tiga,
1. Kepemilikan negara.
2. Kepemilikan-kepemilikan umum, yang salah satunya yaitu SDA.
3. Zakat dari umat (masyarakat).
Dalam Islam juga minim terjadi pelanggaran kekuasaan atau penyalahgunaan wewenang oleh penguasa, seperti: praktek Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) yang jelas merugikan negara. Sebab, Daulah Islam menjadikan hukum syariah sebagai tolok ukur untuk setiap butir-butir kebijakan. Imam (kepala negara) dan para pejabat di negara Islam akan dipahamkan syaqafah Islam secara kaffah, sehingga mereka sadar bahwa jabatan atau amanah yang disandangnya akan dimintai pertanggungjawaban di dunia dan di akhirat.
Sabda Rasulullah saw.,
“Imam (pemimpin negara) adalah pengurus rakyat. Ia bertanggungjawab atas rakyat yang dia urus.” (HR.Bukhari)
Dalam sistem Islam, pembangunan infrastruktur harus sesuai dengan skala prioritas. Pembangunan dan perbaikan jalan dikategorikan sebagai infrastruktur utama atau mendesak, sehingga layak untuk disegerakan pembangunannya. Sedangkan infrastruktur yang tidak mendesak akan direalisasikan apabila keuangan negara sedang aman.
Sistem kapitalis yang diterapkan di seluruh dunia saat ini terbukti gagal menyejahterakan umat manusia, oleh karena itu maka sistem buatan manusia ini layak diganti. Sebab tidak mampu mengatasi berbagai persoalan dalam kehidupan, termasuk dalam mengatasi masalah infrastruktur, jalan dan lain sebagainya. Sebab dalam sistem kapitalis, kekuasaan digunakan untuk memenuhi syahwat dunia semata, bukan untuk mencari rida Allah Swt.
Wallahua’lam bisshawab