DAMASKUS (Arrahmah.id) — Usaha yang dilakukan Presiden sementara Suriah, Ahmad asy Syaraa pasca menetapkan konstitusi baru semakin berliku. Kenyataan berat ini, selain mendapat penolakan dari sebagian internal umat Islam, juga mendapat penolakan dari warga Druze di selatan Suriah dan warga Kurdi di utara Suriah.
Dilansir North Press Agency (15/3/2025) ratusan warga Kurdi di Qamishli, timur laut Suriah, pada hari Sabtu (15/3) untuk memprotes deklarasi konstitusi baru Suriah yang baru-baru ini diumumkan. Mereka mengungkapkan keprihatinan atas pengecualian hak-hak perempuan dan keterwakilan beragam komunitas dalam pemerintahan negara tersebut di masa depan.
Para pengunjuk rasa membawa spanduk yang menyatakan, “Setiap konstitusi yang tidak menjamin hak-hak perempuan dan semua komunitas tidak akan diterima.”
“Kami menolak konstitusi yang meminggirkan perempuan dan komunitas di Suriah timur laut,” kata Ibtisam al-Hassan, juru bicara gerakan perempuan Kurdi Kongra Star di Suriah, kepada North Press.
Abeer Hassaf, anggota Kantor Koordinasi Perempuan di Pemerintahan Otonom Kurdi, juga mengkritik deklarasi konstitusional tersebut, dengan alasan bahwa deklarasi tersebut mengabaikan tuntutan perempuan di Suriah.
“Deklarasi ini hanya akan membawa lebih banyak kekerasan, kehancuran, dan perpecahan lebih lanjut ke Suriah,” Hassaf memperingatkan.
Di sisi lain, warga Druze di provinsi Al-Suwayda, selatan Suriah, menggelar demonstrasi besar-besaran bahkan mencopot bendera negara yang baru diadopsi dan menggantinya dengan bendera Persatuan Druze.
Sebuah video yang beredar merekam momen protes terhadap deklarasi konstitusi yang ditandatangani oleh Asy Syaraa.
Bahkan pemuka Druze terkemuka, Bahjat Al-Hijri, mengecam pemerintahan transisi atas apa yang disebutnya “ekstremisme dan terorisme.”
Hal tersebut disambut beberapa milisi telah bergabung dengan Dewan Militer Suwayda yang siap melakukan perlawanan bersenjata melawan pemerintahan sah Suriah. (hanoum/arrahmah.id)