JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketika menggelar jumpa pers di acara soft launching buku dan miladnya yang ke-63 (29/8/2012), Jalaluddin Rakhmat, Ketua Dewan Syuro Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) mengungkapkan, bahwa dia dengan beberapa tokoh pada 2005 lalu pernah diutus Presiden SBY untuk “mendamaikan” Sunnah-Syiah di Irak.
Menurut Jalal, Indonesia jadi contoh (model) rukunnya Sunnah-Syiah. Karenanya, salah satu misi kunjungan ke Irak waktu itu adalah untuk memberikan gambaran tentang kerukunan Sunnah-Syiah di Indonesia. Seperti diketahui, kata Jalal, Sunnah-Syiah di sana tak akur alias berkonflik.
Nah, kata Jalal, dalam kondisi sekarang Sunnah-Syiah di Indonesia tengah konflik, sungguh ironis, padahal dulu pemerintah mengutus sejumlah tokoh ke Irak justru untuk memberikan gambaran tentang contoh toleransi di Indonesia yang bisa diikuti oleh Sunnah-Syiah di negeri 1001 malam itu.
“Sekarang dalam kondisi yang cenderung ada pembiaran di Sampang, apakah pemerintah mau memindahkan konflik di Irak ke Indonesia?” gugat Jalal.
Pernyataan keras Kang Jalal di acara miladnya itu menunjukkan dia sangat kecewa dengan pemerintah Indonesia dalam menangani kasus Sampang yang dianggapnya telah terjadi pembiaran.
Tapi kemudian di tengah desakan umat Islam agar Majelis Ulama Indonesia (MUI), sebagai otoritas yang diakui pemerintah terkait persoalan umat Islam, untuk mengeluarkan fatwa sesat terhadap organisasi Syiah, Kang Jalal, yang pentolan Syiah di Indonesia ini justru menyatakan bahwa pemerintah mendukung keberadaan Syiah.
Dalam wawancara dengan situs viva.co.id , Ahad (2/9/2012), Jalal yang sudah terang-terangan menyebut sebagai penganut Syiah Itsna Asyariyah itu mengatakan bahwa hubungan pemerintah dengan Syiah berjalan cukup baik, paling tidak secara politis.
Pria berkacamata tebal ini kemudian mengulangi lagi ceritanya. “Saya misalnya pernah dikirim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai wakil Syiah untuk ke luar negeri,” ujarnya.
Ia mengungkap, jika Kementerian Luar Negeri mengirimkan perwakilan Syiah untuk acara di luar negeri, maka dirinyalah yang dikirim sebagai delegasi. “Syiah sesungguhnya diakui. Kami punya organisasi yang diakui secara resmi oleh negara. Kami juga terdaftar di Kementerian Dalam negeri,” terangnya bangga.
Secara terbuka, dalam wawancara tersebut, Jalal juga menceritakan, sekitar satu atau dua tahun lalu pernah ada ulama mengirim surat kepada presiden untuk membubarkan Syiah. Surat itu, kata Jalal, mendarat dulu di Sekretariat Negara. Pihak Setneg kemudian memanggil Jalal, yang ketika itu memberi penjelasan tentang Syiah. “Dan Alhamdulillah, pihak pemerintah mendukung kami,” ujarnya.
Dalam kesempatan wawancara itu, Jalaluddin kembali melontarkan pernyataan yang bisa memperkeruh suasana. Ketika ditanya, mengapa di Sampang selalu terjadi konflik antar Syiah dan Sunni, Jalal mengatakan, karena di Sampang Syiah minoritas.
“Karena di sana merupakan kantong Syiah terkecil. Karena orang umumnya berani kepada yang lemah. Coba kalau mereka menyerang Syiah di Bandung?” kata Jalal. Pria yang pernah ditolak sebagai kandidat doktor UIN Makassar oleh para ulama di Sulsel ini, menyatakan dengan tegas agar penganut Syiah menolak untuk direlokasi.
“Relokasi adalah tahap kedua sebelum genosida, sebelum dibunuh. Paling tidak relokasi menunjukkan secara tegas bahwa they must not be here. Oleh karena itu kami anjurkan agar orang Syiah tidak boleh direlokasi,” tuturnya.
Apa yang dikatakan Jalal ini sebenarnya untuk lebih mempertegas lagi pernyataan sebelumnya. “Kita diizinkan agama kepada orang-orang yang memerangi untuk balas menyerang,” katanya pada saat konferensi pers di acara miladnya.
Bahkan Jalal sesumbar, meski mengaku tidak bermaksud menantang, tapi lontarannya sulit untuk tak disebut menantang. Ia justru menantang dengan menyatakan pertarungan antara Sunni dengan Syiah dapat digelar di negeri ini.
“Saya tidak bermaksud menantang, tetapi apakah harus saya memindahkan konflik Sunnah-Syiah dari Irak ke Indonesia? Semua berpulang kepada pemerintah,” tegas Jalal.
Merespon apa yang dilontarkan Jalal, pegiat Syariat Islam Fauzan Al-Anshari, menunggu realisasi “tantangan” salah satu tokoh Syiah Indonesia ini. “Mantap! Kita tunggu tanggal mainnya,” ujar Direktur Lembaga Kajian Strategis Islam ini dalam pesan singkatnya kepada salam-online.com.
Menurut Fauzan, apa yang dikatakan Jalal itu sesungguhnya bertolak belakang dengan kenyataan. Sebab, ujarnya, jika Syiah lemah (kecil, red) di suatu negeri, maka dia akan taqiyah (pura-pura) mendengungkan persatuan.
“Tapi jika sudah merasa kuat, maka (mereka) akan menyikat habis Islam (Sunni) lebih kejam dari kafir AS, sebagaimana terjadi di Iran, Irak dan Suriah,” ungkap Fauzan.
Karenanya, “Bersiap-siaplah wahai Mujahidin!” seru Fauzan menutup pesan singkatnya.
(zal/salam-online/arrahmah.com)