Jakarta (arrahmah.com) – Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi, dalam putusan tingkat banding, tetap menghukum Urip Tri Gunawan 20 tahun penjara, karena bersalah menerima uang 660 ribu dolar AS dari pengusaha Artalyta Suryani dan melakukan pemerasan sebesar Rp1 miliar terhadap mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Glen Surya Yusuf.
“Majelis menjatuhkan vonis 20 tahun penjara,” kata Humas Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi Madya Suhardja, di Jakarta, Jumat.
Majelis hakim juga menjatuhkan denda Rp500 juta subsider delapan bulan penjara.
Putusan itu diambil oleh majelis hakim yang terdiri dari Miswari Ismijati, Madya Suhardja, As`adi Al Ma`ruf, Abdurrahman Hasan, Surya Jaya pada 27 November 2008.
Dalam putusan tersebut, hakim Abdurrahman Hasan dan Surya Jaya berpendapat berbeda.
“Kedua hakim menginginkan vonis seumur hidup,” kata Madya.
Urip dianggap layak mendapat vonis tersebut karena perbuatan melawan hukum dilakukan ketika Urip berstatus sebagai jaksa atau penegak hukum.
Putusan tingkat banding itu menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama. Majelis Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi hanya melakukan perbaikan pada hukuman pengganti denda, menjadi delapan bulan kurungan, dari sebelumnya satu tahun kurungan.
Urip terbukti secara sah dan meyakinkan menerima uang 660 ribu dolar AS dari Artalyta Suryani dan melakukan pemerasan sebesar Rp1 miliar terhadap mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Glen Surya Yusuf.
Urip dijerat dengan pasal 12 B dan 12 E UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan pasal 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim tingkat pertama berkeyakinan bahwa Urip dengan sengaja membocorkan proses penyelidikan perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang kemungkinan menyeret pimpinan Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim.
Urip terbukti membocorkan proses penyelidikan kepada Artalyta Suryani, pengusaha yang dikenal dekat dengan Sjamsul Nursalim, untuk mendapatkan imbalan.
Kasus Amrozi
Jaksa Urip ada Jaksa Penuntut hukuman Mati pada kasus Amrozi Cs. Dalam tuntutannya pada Amrozi Cs, Urip Amrozi melanggar pasal 14 Jo Pasal 6 Perpu No 1 tahun 2002 Jo UU No 15 tahun 2003 Jo Perpu No 2 Tahun 2002 Jo Pasal 1 UU No 16 Tahun 2003 tentang tindak pidana terorisme dan jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Ada kisah menarik antara (alm) Amrozi dengan Jaksa Urip. Tahun 2003, di kala menangani kasus Bom Bali 1, Urip menegur Amrozi saat dalam persidangan yang tidak mengenakan sepatu.
Urip pun lantas membelikan sepatu untuk dipakai oleh Amrozi. Di luar dugaan, Amrozi menolak pemberian itu. Amrozi beralasan, ia tidak mau menggunakan sepatu hasil korupsi.
Untuk menyiasati, Jaksa Urip meminta pengacara Amrozi, Wirawan Adenan membelikan kliennya sepatu.
“Pak Urip Tri Gunawan, jaksa penuntut umum (JPU) meminta saya yang membelikan Amrozi sepatu. Soalnya, Amrozi sendiri tetap ngotot tidak mau memakai sepatu yang disediakan jaksa,” ujar Wirawan kala itu.
Menariknya, setelah kasus unik dengan Amrozi ini, karir pria yang pernah menjabat sebagai Kajari Klungkung, Bali ini terancam berhenti setelah KPK menangkapnya di rumah Sjamsul Nursalim di kawasan Kebayoran Baru Jakarta Selatan dengan barang bukti senilai US$ 66O ribu atau senilai Rp 6 miliar.
“Kalau dulu dia yang memberikan hukuman mati kepada Amrozi, sebaiknya dia dihukum seberat-beratnya. Kalau perlu hukuman mati juga karena dia mengkhianati kepercayaan Presiden, Jaksa Agung dan mempermalukan institusi. Dia juga mengkhianati sumpahnya,” ujar Wakil Ketua MPR Aksa Mahmud di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, bulan Maret 2008).
Menurut dia, Jaksa Urip sebagai penegak hukum seharusnya memberi contoh yang baik, bukan mempertontonkan perilaku yang tidak selayaknya. Jaksa Urip menuntut Amrozi hukuman mati. (Prince Muhammad/Hidayatullah)