RIYADH (Arrahmah.com) – Seorang jaksa penuntut umum Saudi mengatakan bahwa pembunuhan terhadap jurnalis Jamal Khashoggi sudah direncanakan, mengutip penyelidikan gabungan Turki-Saudi.
Pernyataan itu bertentangan dengan pernyataan resmi sebelumnya bahwa wartawan Saudi tersebut tewas dalam “operasi yang gagal” untuk “merundingkan” kepulangannya ke kerajaan. Awalnya Riyadh membantah tidak ada hubungannya antara hilangnya Khashoggi setelah ia memasuki konsulat Saudi di Istanbul pada 2 Oktober lalu, lansir Daily Sabah pada Kamis (25/10/2018).
“Informasi telah datang dari pihak Turki yang menunjukkan bahwa para tersangka dalam kasus Khashoggi memulai tindakan mereka dengan niat terencana,” ujar jaksa menambahkan dalam sebuah pernyataan yang dirilis oleh kantor berita Saudi SPA.
Turki dan sekutu Barat Riyadh telah menyuarakan keraguan mendalam terhadap penjelasan Saudi tentang pembunuhan itu. Turki telah menolak upaya Saudi untuk menyalahkan “operasi nakal” dan mendesak kerajaan untuk terus mencari dari “atas sampai bawah” untuk mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan itu.
Jaksa Saudi menginterogasi tersangka atas dasar informasi yang telah diberikan oleh satuan tugas gabungan Turki-Saudi.
Presiden Recep Tayyip Erdogan berbicara kepada penguasa de facto Arab Saudi, Putra Mahkota Mohammad bin Salman, dan keduanya membahas langkah-langkah yang diperlukan untuk mengungkap semua aspek pembunuhan pada Rabu (24/10).
Direktur CIA Gina Haspel mendengar rekaman audio pembunuhan wartawan Saudi Jamal Khashoggi selama kunjungannya ke Turki pekan ini, dua sumber mengatakan kepada Reuters pada Kamis (25/10).
Menteri Energi Saudi,Khalid Al Falih mengakui bahwa skandal Khashoggi telah melukai citra kerajaan.
“Ini bukan kematian, ini adalah pembunuhan. Kami akui itu, kami sedang menanganinya. Dengan demikian, kami akan transparan dan menuunjukkan kepada sekutu dan teman-teman kami di Amerika Serikat, bahwa kerajaan tidak senang tentang apa yang telah terjadi, sama seperti orang lain,” ujarnya kepada CNN di sela-sela konferensi investasi di ibu kota Riyadh.
“Bahkan, kami lebih tidak bahagia karena telah mencoreng nama kerajaan,” ungkapnya. (haninmazaya/arrahmah.com)