RIYADH (Arrahmah.com) – Jaksa penuntut umum Arab Saudi telah menyimpulkan bahwa seorang perwira intelijen memerintahkan pembunuhan Jamal Khashoggi, dan bukan Putra Mahkota Mohammad bin Salman.
Pejabat tersebut ditugaskan untuk membujuk sang jurnalis untuk kembali ke kerajaan, ujar seorang juru bicara seperti dilaporkan BBC pada Kamis (15/11/2018).
Khashoggi diberikan suntikan mematikan setelah perkelahian di konsulat Saudi di Istanbul pada 2 Oktober, tambahnya.
Jaksa penuntut umum telah menuntut 11 orang atas pembunuhan itu dan memutuskan hukuman mati untuk lima orang.
Kasus mereka telah dirujuk ke pengadilan sementara penyelidikan terhadap 10 orang lainnya yang diduga terlibat, masih terus berlangsung.
Departemen keuangan AS kemudian memberlakukan sanksi ekonomi terhadap 17 pejabat Saudi yang dikatakannya telah menargetkan dan secara brutal membunuh Khashoggi, yang tinggal dan bekerja di AS, dan harus “menghadapi konsekuensi atas tindakan mereka”.
Mereka termasuk Saud Al-Qahtani, mantan penasihat putra mahkota yang dituduh AS menjadi bagian dari perencanaan dan pelaksaan operasi yang menyebabkan tewasnya Khashoggi; Maher Mutreb, yang dikatakan telah mengkoordinasikan dan mengeksekusi operasi itu, serta Mohammad Alotaibi, Konsul Jenderal Istanbul
Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo mengatakan sangki itu “langkah penting dalam menanggapi pembunuhan Khashoggi” dan bersumpah untuk terus “mencari semua fakta yang relevan, berkonsultasi dengan Kongres dan bekerja dengan negara lain untuk meminta pertanggung jawaban mereka yang terlibat”.
Pada konferensi pers di Riyadh pada Kamis (15/11), Wakil Jaksa Penuntut Umum Shalaan bin Rajih Shalaan mengatakan mayat Khashoggi dipotong-potong di dalam konsulat setelah kematiannya.
Bagian-bagian tubuh itu kemudian diserahkan kepada “kolaborator” lokal di luar TKP, tambahnya. Shalaan tidak mengidentifikasi mereka yang dituduh melakukan pembunuhan. (haninmazaya/arrahmah.com)